bab 1. Permintaan

36.7K 1.1K 18
                                    


Ini revisi untuk yang kesekian. Ceritanya berbeda dengan sebelumnya. 😆😆 Puluhan kali aku Revisi. Tapi tetep aja salah.

Dan ini hasil revisi yang terkahir.

Bukan aku sih tapi teman aku sekaligus editor.

***

Seorang wanita muda baru saja memasuki rumah dan disambut dengan langkah cepat oleh wanita tengah baya. Tanpa adanya aba-aba tamparan keras mendarat tepat di pipinya yang seketika memerah. Ia memegangi pipi, merasa ngilu dan panas.

"Ibu!" Rose menatap wajah sang ibu, meminta penjelasan atas kejadian barusan. Ia berpaling, menatap sang ayah. Ada kemarahan serta kekecewaan di setiap kerutan-kerutan di wajah pria tua itu.

"Rose, jelaskan apa maksud dari ini semua?" tanya Rendra sembari membuang tes kehamilan bergaris merah dua ke lantai. Ia tidak ingin sampai kelewatan dan melayangkan tangan seperti istrinya.

"Ayah, Rose bisa jelaskan," ucap Rose dengan tubuh bergetar.

"Cepat!"

"Itu bukan punya Rose, Ayah. Itu ... itu milik teman Rose." Rose harus menciptakan kebohongan di tengah kericuhan. Terpaksa, tidak ada pilihan.

"Jika ini milik temanmu lalu kenapa ada di kamarmu?" tanya  Rendra sambil menujuk tes kehamilan yang di temukan istrinya di tempat sampah. "Apa kamu mau membohongi ayah, Rose!" 

Rose menggeleng pelan seraya menunduk.

"Ayah." Rose menangis ketakutan. Ia tidak pandai berbohong apalagi di hadapan kedua orang tuanya. Ia lantas membungkukkan badan, lalu memegang kaki ayahnya.

"Rose, minta maaf," ucapnya, "Rose ... Rose ...." Rose tidak bisa mengatakan apa pun yang terjadi kepada ayahnya yang selama ini begitu membanggakan dirinya.

"Kenapa ini semua bisa terjadi?" tanya Rendra. Ia merasa menjadi ayah yang gagal dan tidak bisa mendidik putri-putrinya.

"Rose sangat mencintai Rizal, Ayah. Rose enggak mau kehilangan Rizal. Dia mau dijodohkan sama orang tuanya dengan orang lain."

Mendengar alasan Rose, Rendra  sama sekali tidak bisa membenarkannya. Di matanya, alasan itu sama hal dengan menjerumuskan putrinya ke jurang malapetaka.

"Ayah tidak menerima alasan apa pun. Salah tetap salah. Suruh Rizal datang ke mari."

Rose mengangkat wajah, menatap sang ayah yang sangat kecewa dengan perbuatannya.

"Ibu!" panggil Rose.

"Ibu tidak bisa membelamu. Karena apa yang telah kamu lakukan adalah salah. Kenapa? Kenapa kalian bisa berbuat nekad seperti ini?" Fitri menatap Rose dengan kekecewaan yang sangat dalam. Air matanya telah kering menangisi bukti yang baru saja ia temukan tadi pagi saat membereskan kamar putrinya.

"Masa depan kalian masih panjang. Orang tua Rizal juga bukan orang biasa yang menjodohkan anak-anaknya."

Rose menunduk. Jelas orang tuanya tidak akan terima.

"Lalu bagaimana dengan ayahmu, kakakmu, pernah kamu memikirkannya?"

"Kakakmu lebih dewasa dari dirimu, tapi dia belum pernah mengecewakan kami seperti ini."

Rose mengepalkan tangan ketika orang tuanya mulai membanding-bandingkan dirinya dengan sang kakak.

"Contoh Kayana. Dia pintar, cerdas, dan mandiri. Bisa menjaga kehormatan."

"Ibu bisa tidak, untuk tidak membandingkan aku dengan Kakak? Kita berbeda," kesal Rose tidak suka. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan kedua orang tuanya tanpa mau menyaring nasihat mereka.

Not A Wedding Contrac (Selesai) Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum