09 - Kantor Polisi

705 128 11
                                    

Hayu terbangun di kursi kayu keras dalam ruangan dipenuhi orang-orang. Ia mendapati Liana, Dirga dan Yustas duduk di kursi kayu yang ada di seberang Hayu. Gadis itu terduduk tegak, lalu mengamati keadaan sekitarnya. Mereka sedang berada di lorong sebuah gedung, lalu seorang polisi sambil mengantar seorang dengan borgol.

Dirga duduk di sebelah Hayu, "Kamu gak terluka kan?" tanyanya sambil mengamati Hayu.

Gadis itu menggeleng pelan. "Ini kantor polisi kan?"

Yustas menjawab. "Iya, kita ada di kantor polisi."

Kepala Hayu sedikit pusing. Ia mencoba mengingat kejadian sebelum dia hilang kesadaran. "Berapa lama aku pingsan?"

"Kurang lebih tiga jam." Jawab Yustas.

"Bagaimana dengan anak-anak itu?"

"Mereka selamat dan sudah ikut pulang dengan orangtua mereka. Kita di sini untuk dimintai keterangan." Jawab Dirga.

Liana yang sedari tadi diam dengan tatapan kosong akhirnya angkat bicara. "Aku dengar kita harus dijemput oleh wali atau orangtua, jadi adakah diantara kalian yang bisa memanggil orangtua kalian untuk membawa kita keluar?"

Dirga menggelengkan kepala. Hayu terlihat cemas. Liana juga tidak menunjukkan gerak-gerik kalau dia tidak bisa memanggil orangtua, hingga pandangan mereka bertiga jatuh pada Yustas. Anak itu mendengus pelan. "Kenapa kalian menatapku?"

"Aku tinggal di sini sendiri." Ucap Liana.

"Aku juga ..." Tambah Dirga.

"Ayahku di luar kota ..." Sahut Hayu.

Yustas menganga tidak percaya. Ia akhirnya mengambil ponsel dari sakunya lalu menatap ponsel itu dengan ekspresi takut. "Jika aku kena marah, aku tidak akan menghadapinya sendiri." Gumamnya pelan lalu menelpon seseorang.

Mereka bertiga menunggu sambungan telepon itu dengan ekspresi was-was. Saat telepon akhirnya sudah diangkat, Yustas segera saja menjelaskan situasi mereka sekarang. Bahkan tanpa mode speaker, mereka semua bisa mendengar Ibu Yustas berteriak pada anaknya hingga Yustas menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Setelah Yustas mengakhiri telepon, seorang petugas yang memakai seragam berwarna biru mendatangi mereka. 

"Kalian, anak-anak SMA yang tadi mencegah aksi penculikan ya??"

Mereka semua mengangguk. Petugas itu memakai setelan sama tetapi dia tampak berbeda dari petugas polisi yang lain. Penampilannya cukup nyentrik dengan tindik di telinga, rambut acak-acakan dan kacamata. "Ikut aku." Ucapnya pendek.

Anak-anak itu saling lempar pandang, sebelum akhirnya mengikuti si pria berjalan ke area kantor polisi yang lebih dalam. Mereka berempat berjalan merapat satu sama lain. Hayu paling depan dengan Liana yang merangkul tangannya. Sejak kejadian di Alun-alun gadis itu terkesan tidak terlalu membenci Hayu seperti sebelumnya.

Dirga dan Yustas sama-sama berjalan di belakang. Si petugas nyentrik itu membuka ruangan ujung lorong yang jauh dari kesibukan kantor polisi pada umumnya. Ia membuka pintu lalu membiarkan mereka semua masuk duluan.

Ruangan itu berbau apak. Sebuah meja diletakan di sisi ruangan lengkap dengan kursi beroda di belakang meja. Sebuah bangku panjang kayu seperti yang ada di lorong diletakkan merapat dengan tembok dan kursi kayu biasa diletakkan menghadap meja.

Petugas itu duduk di kursi yang ada dibalik meja, lalu mereka berempat berdesakan duduk di bangku panjang. Petugas itu menunjuk Liana lalu menyuruhnya untuk duduk di kursi kayu di depannya.

"Aku mau bicara denganmu duluan. Silahkan duduk di sini." Ucapnya.

Petugas itu mengintrogasi Liana. Meskipun anak itu terlihat ketakutan, Liana tetap bisa tenang dan kesaksiannya konsisten. Meski begitu ekspresi si petugas terlihat tidak puas karena secara kesaksian Liana adalah kejadian runtut tanpa ada hal janggal di dalamnya.

Gate into the Unknown [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang