Zaki? (1)

160 25 6
                                    

"Sedang apa kalian!?"

Mata Zaki melebar, tubuhnya tiba-tiba kaku, dia menoleh ke depan. Terlihat Bu Siska sedang menghampirinya.

"Kenapa kamu di sini?" tanya Bu Siska dengan tatapan menyelidik. Matanya mengarah ke Lian dan kemudian ke Zaki secara bergantian.

"Kamu ...."

"Nggak Bu." Zaki langsung memotong perkataan Bu Siska.

"Saya nggak ngapa-ngapain bu. Saya cuma mau bantuin dia. Kayaknya dia lagi nggak baik-baik aja."

Mata Bu Siska menyipit.

"Suer, bu. Saya nggak bohong." Zaki mengangkat dua jarinya ke udara.

"Kenapa dia?" Bu Siska menyentuh kening Lian yang nampak panas.

"Nggak tau bu. Tapi kayaknya dia lagi sakit," terang Zaki.

"Ucapan kamu nggak berguna. Orang datang ke sini sudah pasti sakit. Kecuali kamu." Setelah dua kalimat terakhir terucap, iris Bu Siska menghadap ke Zaki, dia tersenyum kikuk.

'Sempet-sempetnya ungkit-ungkit masalah.'

"Mana Bu Dewi?" Pupil Bu Siska mengedar ke sekeliling, mencari sesuatu. Namun, sepertinya yang dicari tidak ada.

"Tadi lagi keluar bentar bu."

"Owh, kalau gitu kamu jagain dia dulu sampai Bu Dewi datang ke sini. Soalnya ibu lagi ada urusan. Atau bisa kamu kompres biar panasnya bisa hilang," jelas Bu Siska. Zaki mengangguk paham.

****

Zaki menempelkan sapu tangannya ke kening Lian. Namun, sebelumnya dia basahi dulu dengan air. Dia menatap kening Lian ... masih panas.

Perlahan mata Lian terbuka. Tadi kepalanya benar-benar sakit dan terasa begitu berat. Sampai-sampai membuka mata saja adalah hal yang paling berat bagi dirinya.

"Jangan bangun dulu," ucap Zaki mendapati gadis itu berwajah pucat dan matanya sayup.

"Terimakasih." Itu ucapnya terakhir sebelum dia pergi meninggalkan Zaji yang masih melongo. Dia tak mengerti dengan gadis ini. Dia begitu mencemaskannya, tetapi dia bersikap seolah-olah dia tak ada di sini. Bahkan terkesan tak menghargai perjuangannya selama ini.

'Baru kali ini gue ngerasa bingung dan serba salah.'

****

Lian berjalan ke toilet sekolah yang ada di dekat perpustakaan sekolah. Dia beberapa kali muntah dan pandangannya terasa begitu kabur, lama-lama kepalanya berat. Jalannya sedikit sempoyongan, bahkan hampir saja dia jatuh.

'Please, jangan sekarang.'

Lian memegangi dadanya yang sangat sesak. Dia selalu merasa tak nyaman ketika dadanya terasa sakit. Lian memegangi dadanya, dia mengatur pernapasannya supaya setidaknya dia sedikit merasa lebih baik.

****

"Katanya sakit, tapi kok minum es!?" tanya Bu Dewi pada Zaki yang sedang nongkrong di kantin. Sudah bercangkir-cangkir minumannya tandas.

I Love You Mantan Ketiga BelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang