Teror(6)

70 17 9
                                    


"Bidadari apa?"

Semua mata teralihkan ke arah Zaki. Zaki terkesiap mendengar ucapan Gilang, dia sampai salah tingkah ketika sepasang bola mata itu menyorot ke arahnya.

"N-nggak papa," ucap Zaki gelagapan. Dia langsung mengambil buku yang ada di sampingnya, entah buku siapa itu. Dia hanya ingin mengalihkan perhatian Gilang padanya.

"Nggak usah sok-sok baca. Kebalik juga," komentar Gilang. Yang lainnya terkekeh melihat tingkah Zaki termasuk Lian, dia mengulum senyumnya.

Zaki tak memperhatikan perkataan Gilang, dia justru terfokuskan pada mimik wajah Lian.

"Kenapa? Dari tadi lo perasaan liatin Lian mulu. Lo suka?" Gilang kembali menbuat heboh dengan kata-katanya, Zaki sampai kalah telak. Entah apa maksud Gilang mengatakan itu. Yang jelas, dia memang sengaja mempermalukan Zaki. Karena sesama teman itu sudah hal biasa.

Zaki menginjak kaki Gilang di bawah meja, membuat laki-laki itu bungkam mendadak. Dia meringis kesakitan dengan nasib kakinya.

Zaki memutar bukunya yang katanya terbalik. Dia terlihat biasa saja, padahal malunya luar biasa.

Mereka hanya menggeleng melihat tingkah Zaki dan Gilang. Mereka kembali ke topik awal.

"Btw, lo pake crim apa Lian? Muka lo mulus banget, putih pula. Dan lebih parahnya melebihi Friska yang katanya paling putih," ujar Risma yang sangat antusias menunggu jawaban Lian.

"Iya, karena dia cantik dari lahir. Lah lo buriq dari lahir," ejek Zaki. Meski matanya mengarah ke buku, tetapi telinganya begitu tajam dalam mendengarkan setiap ucapan orang lain. Bisa dibilang, dia memang sedikit kepo dengan urusan orang lain.

Risma menipiskan bibirnya, dia mengepalkan tangannya. Jika dekat, mungkin satu jitakan sudah melayang di kepala laki-laki itu.

"Diam lo! Nggak ngajak lo ngomong!"

Risma kembali menatap Lian, menunggu jawabannya. Ini pertama kalinya dia bicara dengan gadis itu. Dia tak tahu akan ditanggapi atau tidak, karena gadis itu sudah terkenal dikenalnya sebagai sosok yang sombong dan angkuh terhadap orang lain, hanya karena tidak bicara dan menyapa seperti kebanyakan orang. Padahal kebenarannya, gadis itu hanya kurang biasa dan sidikit menarik dirinya dari lingkungan sosial. Tetapi menangkap wajah Lian yang sudah menampilkan senyum ramahnya, membuatnya tak ragu untuk bertanya. Mungkin sekarang dia sedang dalam suasana hati baik.

"Nggak juga, aku cuma pake yang alami saja." Dua wanita itu menyimak setiap ucapan gadis itu.

"Serius?" tanya Risma lagi.

"Iya, gitu aja kok."

Mereka berdua mengangguk.

****

"Gue suka sama perubahan lo sekarang. Lo lebih baik dari yang gue kenal kemarin-kemarin. Eh, maksudnya bukan lo jahat kemarin-kemarin. Ya ... agak gimana-gimana gitu," jelas Zaki. Dia melihat alis Lian terangkat, pertanda dia sedang bingung dengan kalimat yang diutarakannya.

"Nggak semuanya. Hanya sedikit."

"Berubah itu nggak langsung semuanya, butuh proses dan pelan-pelan saja." Memang benar kata orang, jika seseorang laki-lakinya sedang mendekati perempuan. Maka mendadak dia akan menjadi sosok yang paling dewasa.

Lian tersenyum.

"Gue suka liat lo senyum terus. Soalnya lo cantik kalau lagi senyum, hehehe."

Lian mengangguk.

"Maksudnya kalau lo nggak senyum, tetap cantik kok." Entah kenapa Zaki sedikit salah tingkah. Dia mengaruk tengkuk kepalanya yang tak gatal.

Tanpa mereka sadari, sepasang mata tengah memperhatikan mereka berdua. Tatapannya sungguh tak percaya terhadap apa yang dia lihat ataupun dengar. Bagaimana laki-laki itu merayunya semalam dan apa penjelasan atas ini semua?

I Love You Mantan Ketiga BelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang