Keliru(4)

84 22 3
                                    

"Hati-hati, ya."

Lian hanya diam, untuk apa hati-hati? Sedangkan dia sudah berada di depan rumahnya.

"Gue anter sampai sini aja, ya. Nanti nggak enak sama orang tua lo. Takutnya nanti ganggu mereka." Lian masih diam, tak bersuara sedikitpun. Tetapi setidaknya sekarang, dia sudah bersikap sedikit baik terhadap Zaki, meski hanya sedikit sekali. Ya, tetapi itu sungguh berarti.

"Kalau ada apa-apa, langsung telepon gue, ya," kata Zaki, kendatipun Lian tak memunculkan ekspresi berarti baginya. Sepertinya gadis ini memang menyukai wajah datar. Tak ada senyum dan mimik wajah lainnya. Dia memang menyebalkan, kadang bersikap dingin, kemudian berubah sedikit hangat, terus kembali lagi ke versi awal. Dia memang seseorang yang sulit untuk dipahami.

Kalian perlu tahu, bahwa baru kali ini sepajang perjalanan Lian sekolah, dia membawa temannya ke rumah. Walaupun hanya di depan rumah. Biasanya dia lebih memilih mengasingkan diri dan tak menerima siapapun yang datang termasuk untuk berteman dengannya.

"Dadah ... gue pulang dulu." Zaki melambaikan tangan. Kaki jenjangnya mengarah ke sana. Lian memperhatikannya dari depan pagar rumahnya. Sampai akhirnya ....

"Lian, kok belum masuk?" Pandangan Lian teralihkan ke sumber suara.

"Tante ...."

"Eh, ada tamu, ya? Kok langsung pulang, nggak disuruh masuk dulu?"

Tatapan Lian beralih ke Zaki.

"N-nggak usah tante. Saya mau pulang aja. Nggak enak juga, udah malem," jawab Zaki dengan sopan.

"Nggak papa kok, lagian kamu juga udah repot-repot anterin Lian pulang."

Zaki melihat ke arah Lian, yang dilihat malah bersikap acuh.

"Ya? Minum teh aja deh," tambah Diana.

Karena sudah merasa tak enak untuk menolak. Akhirnya Zaki juga menerimanya, meski sebenarnya tidak terpaksa. Sedari tadi dia menunggu gadis itu untuk menawarkannya main ke rumahnya, tetapi dia bertingkah tak peduli.

****

Zaki duduk di ruang tamu. Tanpa basa-basi, Lian langsung masuk ke dalam memuji kamarnya. Diana sudah paham dengan tingkah keponakannya ini. Tentunya sudah tinggal bertahun-tahun membuatnya paham bagaimana karakter Lian sesungguhnya.

Iris bola mata Zaki mengedar ke arah sekelilingnya rumah Lian. Dia menatap betapa megahnya bangunan ini, cat rumah yang berwarna susu, lukisan-lukisan dinding yang memukau, penempatan barang yang benar, sungguh membuat daya tarik tempat ini sungguh besar. Zaki tak menyangka, kalau Lian berasal dari kalangan orang kaya. Secara dia selalu bertingkah sederhana dan pakaian-pakaian yang dikenakannya juga tidaklah mahal.

Diana mendekati Zaki, tangannya membawa nampan yang bersi minuman dan makanan ringan.
Perhatian Zaki teralihkan pada kedatangan Diana.

"Nggak usah repot-repot tante. Saya udah makan."

"Nggak repot kok. Cuma ada ini doang."

Diana duduk di kursi di depan dinding sedangkan Zaki ke sebelah kiri dekat pintu.

"Tante kaget tadi pas ada kamu. Baru kali ini soalnya Lian ngajak temennya ke rumah. Biasanya nggak pernah, dari sd sampai ke smp," tutur Diana. Dia merasa senang jika Lian memiliki teman. Walaupun itu laki-laki sekalipun, rasanya tak masalah untuk berteman.

"Owh ... gitu tante." Zaki memasang raut wajah terkejut, padahal dia memang sudah menduga hal ini. Melihat bagaimana tingkah Lian, tentunya sudah menjelaskan semuanya.

I Love You Mantan Ketiga BelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang