5. Berjuang

14 1 0
                                    

Dua hari telah berlalu, Serhan dongkol apabila mengingat kejadian itu. Bagaimana tidak?! Dia harus menjadi obat nyamuk di antara dua orang kasmaran (dari sudut pandang Serhan). Beberapa kali ia menginterupsi perbincangan Mira dan Serhan selama di toko buku. Sepulangnya ia dan Mira tidak jadi makan bersama karena waktu sudah mendekati magrib.

Bodohnya lagi, terbakar api cemburu. Matanya buta. Kalap. Mengiyakan semua ucapan Mira. Sekarang dirinya diradang kebingungan mereview tiga buku sastra asing. Nasi sudah jadi bubur. Percuma menyesalinya. Otaknya serasa akan meledak sedaritadi membaca puisi karya Courney Peppernell "Pillow Thoughts".

'Lama-lama bisa gila gue', meraih ponsel di atas kasur, ia butuh bantuan Mira saat ini.

"Halo Mir?"

"Hmm... Apa Han?"

"Lo tidur? Sorry"

"Yeah gak apa-apa."

"Duh Mir, gue gak sanggup deh kalo semuanya gue yang ngereview"

"Kalo gitu ngapain lo menawarkan diri?"

"Ya biar keliatan hebat gitu. Maaf Mir."

"Yaudah, udah ada buku yang lo review belum?"

Mengecek catatan hasil reviewnya, ia telah menyelesaikan satu buku. Bersikukuh menyelesaikan buku kedua, Pillow Thoughts. Serhan hanya menyisakan Milk and Honey pada Mira. Gengsi telah menyanggupi tapi ia sendiri yang kesulitan. Semalaman suntuk Ia berusaha menyesesaikan buku itu.

-

H-3 Serhan dan Mira bertemu untuk mendiskusikan tugas mereka. Hujan deras mengguyur, tanah mulai digenangi air, menghapus jejak langkah. Dinginya udara menembus kaca, mengasilkan embun menempel di atasnya. Aroma kopi kentara di dalam cafe, menghangatkan tubuh, sekaligus menyadarkan mata serta otak yang lelah. Jari lentik serhan tak hentinya menggoreskan tinta, sedangkan mata Mira fokus ke bacaan. Mereka berhenti sesaat untuk menikmati pesanan mereka. Sambil menyendok tiramisunya, Serhan angkat bicara. Menyodorkan catatannya pada Mira. Dengan seksama Mira mengoreksi.

"Mir, kalo menurut loe gimana ini?"

"Bagus sih ini. Diam-diam lo hebat juga nulis ginian, Han."

"Siapa dulu dong." Bangga Serhan, menyikut Mira pelan.

"Karena lo udah berjuang, maka sebagai teman yang baik gue bakal traktir lo. Apa aja lo sebutin,"

"asal sesuai kantong gue"

"Wah mantap tuh, bentar gue pikir dulu."

Hening kembali menyelimuti mereka. Serhan memikirkan kira-kira apa yang akan ia minta pada Mira. Matanya mencuri pandang wajah Mira yang menunduk. Anak rambutnya jatuh menutupi sebagian wajahnya. Tanpa sadar tangan Serhan menyelipkan rambut Mira ditelinganya agar tak mengganggu pandanganya. Mira yang merasa tergelitik oleh jari Serhan terkaget hampir terjengat ke belakang.

"Ish ngagetin sih lo. Geli tau!"

"Rambut lo menghalangi gue nikmati kecantikan lo"

Blush

"Ngo-omong apa sih Han?!"

"Baper lo?"

"Kagak lah. Lo kan ada kak April."

"Kok lo tau? Hayok lo nguntit ya" Goda Serhan

Menghela napas berat Mira menjawab. "Anak se fakutas juga udah tau Han."

Dalam pikiran Serhan, 'kirain dia cemburu'.

"Mir, gue mau nonton pertandingan game online besok. Gak usah lo traktir. Biar gue aja," Mira menimang permintaan Serhan.

"gak ada penolakan."

Mira mengaguk pasrah. Terpaksa membatalkan bertemu dengan kak Jef untuk membahas review miliknya dan Serhan. Dilain hal Serhan mengirim pesan WA pada April.

-

April yang terbawa emosi setelah menerima pesan dari Serhan sedang menunggu sosok laki-laki jakung itu. Seenaknya saja dia memutuskan hal absurd tanpa berdiskusi padanya. Ia pikir April gadis apa? Serhan sungguh bermain api dengannya. Sudah tak terhitung berapakali ia mengecek jam, bahkan kakinya sudah lelah berdiri menunggu kedatangan Serhan. Parah! Dia telat 1 jam. Ingin rasanya ia menjambak rambut laki-laki itu. Menahan malu ketika berpapasan dengan beberapa mahasiswa yang memandangnya aneh. Siapa juga gadis yang berkeliran di area asrama pria.

"Oi! Maaf telat." Teriak Serhan dari lantai 2 di asrama. Urat kekesalan nampak di dahi April dengan sepatu yang beberapa kali ia hentakkan. Tanpa merasa bersalah Serhan menghampirinya, mengatakan bahwa ia ketiduran di kamar Erza.

"Jadi maksud lo apa Han?" Menggaruk kepalanya Serhan berkata, "Gue merasa hubungan kita udah gak asik aja." Mendengar itu, mata April melotot, wajahnya memerah dipenuhi amarah.

"Terus lo seenaknya aja bilang putus gitu?"

"Sudahlah Pril, lo jangan munafik deh."

"Maksud lo?"

"Gini nih males gue ngeladenin cewek sok polos," Serhan berhenti sesaat menyiapkan kata-kata yang pantas untuk April.

"Lo tuh menjalin hubungan dengan cowok lain di belakang gue." Lanjut Serhan membuat April gelagapan meluruskan pernyataan Serhan.

"Han gue nggak gitu."

"Pril, lo jujur aja deh! Gue juga gak akan marah."

April termenung beberapa saat. Serhan yang merasa waktu berharganya terbuang mulai melangkahkan kaki. Meninggalkan April.

"Han bentar,"

April menghentikan langkahnya. Menatap punggung tegap Serhan berbalut jaket hoodi. Tanpa menoleh, Serhan memasukkan kedua tanganya ke dalam saku jaket.

"Please kasih gue satu kali kesempatan." Suara isak tangis terdengar di lorong asrama. Untungnya hanya ada mereka berdua, sehingga tidak ada yang akan menyaksikan adegan drama ini.

"Pril, gue udah tau rahasia lo..." "Mending lo pikirin gimana caranya minta pertanggung jawaban ayah dari calon bayi yang lo kandung." Ucap Serhan lirih namun masih dapat ditangkap oleh indera pendengaran April. Serhan naik ke atas lantai dua meninggalkan April. Acuh tak acuh dengan kemalangan April. Ia lebih memikirkan turnamen game online besok.

TBC

Dear My Friend (On-Going)Where stories live. Discover now