1. Bareng yuk!

39 2 4
                                    

Suara ayam berkokok, sinar matahari tampak malu-malu mengintip dari kelambu kamar. Dinginnya angin pagi membuat sosok lelaki muda menarik selimutnya rapat-rapat ketubuhnya. Mengabaikan suara alarm dari ponselnya. Tak berselang lama teriakan ibu dan gedoran pintu kamarnya menusuk telinga.

"Serhan bangun. Sudah pukul lima pagi belum solat,"
'Halah paling juga masih jam empat pagi. Ngomongnya aja jam lima pagi, heh lanjut tidur dulu,' gerutunya dalam hati. Serhan tetap melanjutkan tidurnya. Sang ibu pun tak berhenti sampai disitu.
"Nih anak kok bandel banget. Han, kalau gak bangun Ibu panggil Ayah biar dimarahin. Ini tuh udah jam lima, makin hari kok makin molor." Takut akan ancaman sang ibu, Serhan dengan gontai bangkit dari kasur. Membuka pintu. Di depannya sang ibu berdaster merdecak pinggang.
"Nih udah bangun," Ucap Serhan sambil menyisir rambut hitam lurus dan pendek miliknya.
"Tch, gitu aja terus yah kamu. Cepat solat sana! Sekalian mandi."
Sebagai anak yang agak penurut Serhan melaksanakan perintah sang ibu.

Setelah itu, ia mengenakan pakaian kasual. Tak lupa menyisir rambutnya, walau dengan asal-asalan. Kemudian ia turun ke lantai bawah dengan tas punggung tertenteng.
"Bu, tau kaos kaki Serhan nggak?"
"Kan sudah ibu taruh di lemarimu, Han,"
"Tapi nggak ada Bu. Udah aku cari dari tadi, sumpah." Kata Serhan menunjukkan kedua jarinya bersumpah.
"Kamu aja yang nyarinya enggak teliti. Kalau nyari itu pakai mata!" Ibunya langsung menuju kamarnya. Serhan hanya mengekor, ia cari aman saja daripada dimarahi di pagi hari yang harusnya tenang ini.
Di kamar sang ibu membuka lemari, mencari benda yang dimaksud Serhan.
"Terus ini apa?" Menunjukkan kaos kaki yang tergulung rapi.
"Ehe kaos kakiku.... Kok ketemu ya? Padahal tidak ada tadi." Kekeh Serhan pada ibunya.

'Sip, kaos kaki sudah ditemukan. Saatnya makan dulu.' Dengan cekatan Serhan mengambil sarapan yang dihidangkan. Menikmati sarapan bersama keluarga.
"Han, hari ini kamu antar adikmu ya!" Pinta sang ayah yang duduk didepannya.
"Lah kok gitu sih, Yah?" Tanyanya sambil menyendok makanan.
"Motornya David kan waktunya ganti oli, jadi dibawa pak Suryo ke bengkel,"
"Oh gitu. Gampanglah, bakal aku antar kok."
"Nanti aku pulang sendiri aja, Kak. Naik angkot, daripada nunggu lama." Sahut sang adik laki-laki duduk disamping kanannya.
"Tadi kamu nggak bangun kesiangan kan, Han?" Selidik sang Ayah. Serhan hanya diam berkeringat dingin, ia sangat takut pada Ayahnya yang disiplin itu. Matanya melirik sang ibu disebelah ayahnya. Meminta pertolongan. Sang ibu mengerti maksud Serhan menimpali sang suami.
"Enggak kok. Serhan bangunnya cuma lebih siang dikit dibanding David." Serhan yang merasa pertolongan ibunya tak membantunya terdiam. Matanya fokus pada piringnya.
"Udah tua kok suka ngulur-ngulur waktu. Gimana mau sukses kalau bangun aja kesiangan." Ini yang paling tidak ia suka kalau sang ayah mulai menyindir sambil menasehatinya. Ya, Serhan sudah merasa dewasa jadi ia tak suka saja dinasehati. Apakah ini yang dinamakan masa remaja dimana jiwa memberontak lebih dominan? Dilihat dari usia, Serhan bahkan sudah dikatakan tidak remaja lagi.
"Gimana nggak kesiangan sih, Yah. Tiap malam aja Kakak main game sampai larut malam." Sekarang malah adiknya iku-ikutan memojokkannya. Jujur saja, dikeluarga ini ia merasa terbully. Saat ini Serhan ingin sekali mengikat kedua bibir adiknya itu, agar tak membocorkan rahasianya.
"Vid, loe kok gitu sih. Gue tuh tidur larut malam buat ngerjain tugas dari Yang Mulia Dosen," Tak terima dengan serangan sang adik, Serhan membela diri. David langsung menanggapi Serhan.
"Iyain ajalah biar seneng." Inilah adik sudah dikasih hati minta jantung. Sudah berbaik hati Serhan mau mengantarnya ke sekolah, tapi tanggapan sang adik sungguh menyakitkan. Biarlah Tuhan yang membalas segala kebaikan Serhan kelak walau sang
adik tidak.

-

Di perjalanan Serhan mengendarai motor Vario hitamnya cepat. Gara-gara mereka berangkat agak siang. Demi sang adik agar tak terlambat. Sesampainya ditujuan David turun tepat bel masuk berbunyi. Mulutnya terbuka memaki Serhan.
"Kan nungguin loe memilih sepatu mana yang cocok buat ke kampus, gue jadi telat," Bahkan seekor cacing pun akan mengeliat. Serhan merasa cukup kesabarannya tak tinggal diam, ikut berkoar.
"Eh, daripada loe maki gue mending loe cepet masuk sana! Masih baik gue antar loe." Tak mengindahkan perkataan Serhan, David berjalan masuk. Serhan hanya mengelus dada, 'Sabar Han. Ini ujian buat gue. Siapa tau Allah kasih kejutan buat gue'.
Tiba-tiba lagu JB i don't care terdengar. Saku celananya bergetar. Serhan keluarkan ponselnya dari saku jeansnya. Tanpa ia liat siapa si penelpon Serhan  tahu karena nada dering khusus untuk sosok sahabatnya yang satu itu.
"Halo?" Suara gadis dari ponselnya.
"Assalamu'alakum, neng." Serhan membenarkan.
"Eh, wa'alaikum salam," Balas gadis itu.
"Kenapa nih kok tumben telpon duluan?"
"Aduh, Han. Gawat, ban motor gue bocor. Padahal gue harus fotokopi dulu buat presentasi nanti." Suara panik terdengar disetiap kata yang terucap.
"Udah tau presentasi pagi-pagi. Ya dari malam di fotokopi lah, neng. Kan kalo kayak gini loe yang repot. Sekarang bingungkan,"
"Gak usah kasih ceramah. Tolongin gue, Serhan Abrisham Fahmi. Cepet!"
"Santuy Mir. Loe dimana sekarang?"
"Diperempatan yang deket toko Sembilan."
"Siap meluncur." Sebelum sambungan terputus Serhan mengucapkan salam, yang tentu dibalas sang gadis tadi.

Sesampainya di lokasi yang ditunjukkan sahabatnya. Serhan langsung menemukan sosok sahabatnya. Gadis berambut panjang hitam berkuncir kuda ,dengan rok panjang, dan kaos putih serta kardigan itu membawa beberapa lembar kertas fotokopi yang ia masukkan ke tas lengannya. Dilengan kirinya menenteng helm. Kemudian menghampiri Serhan yang melambaikan tangan padanya.
"Untung ada loe, Han. Setidaknya gue tertolong. Mau naik kendaraan umum juga takut kalau kelamaan ngetemnya."
"Tenang aja, Mir. Tinggal loe panggil gue aja." Ucap Serhan yang ditanggapi dengan senyuman oleh Mira.

Ketika dibonceng Mira duduk menyamping. Meletakkan tas ditengah sebagai pembatas antara dia dan Serhan. Serhan yang mengetahui maksud Mira hanya menarik bibirnya sedikit. Menyalakan mesin motornya, dan menstarternya. Sedangkan Mira mulai mengenakan helmnya. Serhan yang mengendarai dikecepatan normal merasa ujung jaketnya agak ditarik. Ternyata tangan Mira.
Mira menjadikan ujung jaketnya sebagai pegangan. Serhan cukup tahu kalau Mira sangat menjaga jarak pada laki-laki tak terlecuali padanya juga. Gadis itu hanya mau dibonceng dengan teman wanitanya saja, kalaupun itu lelaki hanya Serhan saja. Itupun dalam keadaan terdesak seperti saat ini. Padahal sahabatnya ini terkenal cantik, pintar, dan rajin di kelas, bahkan banyak laki-laki di kampus yang  diam-diam maupun secara terang-terangan menaruh hati pada Mira. Namun, tampaknya Mira tak tertarik sedikitpun dengan mereka. Yang Serhan tahu Mira masih ingin fokus belajar dan meraih cita-citanya. Sahabatnya itu pernah mengatakan bahwa tanpa mencari pun jodoh sudah ada, jadi untuk apa ia harus khawatir dengan pasangan. Asalkan selalu berusaha memperbaiki diri pasti Yang Maha Kuasa akan memberikan sosok yang terbaik untuknya. Sungguh betapa specialnya sosok gadis bernama Mira Eshal. Tak heran dia menjadi sosok idaman laki-laki yang mengenalnya, termasuk dirinya sendiri.
Setelah 10 menit akhirnya mereka sampai. Serhan memakirkan motornya. Mira pun turun. Serhan pun melepaskan helmnya dan menaruhnya di kaca spion. Saat membalikkan tubuhnya, Serhan memperhatikan Mira yang justru menenteng helmnya.
"Mir, helm loe taruh aja di motor gue."
"Enggak ah. Gue balik bareng Firda aja,"
"Ya gak apa kalek taruh aja disini. Motor Firda kan juga biasa diparkir disini."
"Oh gitu ya. Ya udah deh titip ya Han."
Mereka berduapun berjalan beriringan menuju kelas.

Tepat di dalam kelas ternyata sudah banyak yang sudah datang. Beruntung dosen masih belum tiba. Mira langsung menyiapkan tempat duduk. Bersiap-siap presentasi bersama anggota kelompoknya. Sedangkan Serhan mencari tempat duduk kosong dideretan belakang, dimana para kaum adam bertempat.
"Yo, pagi bro." Sapa teman yang duduk di sebelahnya berpakaian agak mencolok karena topi yang ia kenakan di dalam kelas.
"Pagi juga bro. Duh, sebel gue ingin kos aja. Di rumah kena semprot mulu," Curhat Serhan pada sosok berkulit sawo matang yang menyapanya.
"Pagi-pagi udah curhat aja mbak. Padahal dalam hati juga seneng," Godanya sambil menaik-turunkan alisnya.
"Ya Allah, si Gopal tau aja deh," Sahut sosok lain berpakaian rapi disebelah sosok yang dipanggil Gopal.
"Please Rid, nama gue Nauval bukan Gopal,"
"Ya sorry deh Val. Sama temen sendiri jangan marahlah! Noh lihat siapa yang lagi berbungan-bunga hari ini," Tunjuknya pada Serhan. Yang ditunjuk langsung angkat bicara.
"Apaan sih loe pada. Gue cuma boncengan sama Mira aja loe heboh."
"Apa? Wah, ada perkembangan tuh. Jangan-jangan..." Belum sampai Farid menyelesaikan ucapanya, suara pintu terbuka disusul masuknya sosok dosen laki-laki. Presentasi dimulai.

-

"Guys, hari ini bu. Irma gak bisa masuk karena ada tugas diluar kota." Ketua kelas menyampaikan pessn. Seluruh kelas langsung ricuh senang.
"Alhamdulillah, nikmat mana lagi yang kau dustakan."
"Gitu aja terus Za sampai sukses. Kayak gini bisa-bisa gak cepet lulus gue." Farid menanggapi
"Eh loe jadi anak jangan rajin-rajin. Kepala loe cepet botak nanti. Matkul bu. Irma kosong juga baru sekali ini aja." Serhan hanya diam tak ikut bergabung dalam percakapan temannya. Matanya ia alihkan pada sosok Mira yang kebingungan. Ia pun bangkit dari tempat duduk menghampiri Mira.
"Kenapa Mir?"
"Firda gak masuk. Dia lagi sakit," Jawab Mira, matanya masih menatap ponselnya.
"Gue antar ambil motor loe aja. Gimana?" Tawarnya,
"Enggak. Gue bareng cewek lain aja,"
"Mir, cewek yang rumahnya searah loe itu cuma Firda aja. Udah lah bareng gue aja,"
"Bener nih gak apa-apa?" Tanya Mira ragu. Padahal jelas kalau Serhan yang menawarkan tumpangan padanya, tentu baik-baik saja. Serhan menghela napas kemudian mengaguk iya pada Mira.
"Ya udah deh. Ayo!" Ajak Mira.

TBC

Author note: Akhirnya update juga chapter pertama setelah terbengkalai cukup lama di dokumenku. Cerita ini terinspirasi dari beberapa pengalaman cinta dari teman-temanku.

Dear My Friend (On-Going)Where stories live. Discover now