10. Mereka, De Dickens

1.9K 189 14
                                    

Markas De Dickens, Jakarta

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Markas De Dickens, Jakarta.
Saturday, 22 October 2016.
11.12 AM.
---------------------------------------------

"Bentar... bentar, mana bisa gini, woe!"

Sontak yang lain tertawa keras mendengar seruan tak terima dari salah satu diantara mereka itu.

Laki-laki berkulit sawo matang, tinggi badan standar dan agak kurus dengan rambut hitam legam berantakan itu mengambil semua tumpukan kartu di depannya.

Dia Adinata Aileen, salah satu anggota inti De Dickens.

"Ulang," katanya sembari mengacak semua kartu digenggamannya.

"Dih, lo mah udah kalah, Tolol! Mana bisa gitu." Yang lain menyahut tak terima.

Berbeda dengan Nata yang berkulit sawo matang, laki-laki bernama Camilo Deven itu berkulit putih pucat, alisnya tebal dan curam dan tatapannya menyorot tajam. Namun semua kesan seram dalam wajahnya hilang karena bentuk bibirnya yang tipis, menyerupai bibir perempuan.

"Diem lo, Susu!" Nata mengelak. "Aa' Rey aja tau kalau gue belum siap tadi, ya kan A'?" katanya, menatap ke arah seseorang yang duduk diam di sofa sembari menonton televisi.

Abrisam Reynand mengalihkan pandang dari televisi, manik hijaunya menatap Nata datar, wajahnya tanpa ekspresi. "Kartu lo sisa lima belas, sementara Milo sama Dika udah abis. Berarti lo kalah."

Rey kembali fokus menatap televisi, sama sekali tak terganggu dengan tatapan kesal dari Nata.

Sontak saja Dika dan Milo menyoraki laki-laki itu membuat Nata mengelus dada dengan eksprese lesu. "Nggak apa-apa, beneran, Demi alek kaga ngapa-ngapa, tapi lo mikir lah, bangsat!" Intonasi suaranya meninggi di akhir kalimat.

Nata bersikeras menolak dinyatakan kalah karena konsekuensi untuk seseorang yang kalah dalam permainan kali ini sangat berat, ia merasa tak sanggup menjalaninya.

Tawa Dika dan Milo mulai mereda, keduanya saling menatap memberi kode.

"Nat..."

"Iye-iye, bentar ngapa!" Nata menyahut dengan cepat, tak membiarkan Dika selesai bicara.

Dia beranjak keluar dari bangunan yang mereka sebut markas itu. Suasana di luar cukup sejuk walaupun matahari sangat terik karena di sebelah kanan bangunan itu terdapat banyak pepohonan.

Nata berjalan dengan lesu ke sebelah kiri bangunan, dibelakangnya, Dika dan Milo mengikuti sembari menahan tawa.

"50 ye, Nat." Dika dengan baik mengingatkan.

Nata berhenti mendadak, tubuhnya berputar 180 derajat, berhadapan langsung dengan Dika. "Kagak boleh kurang apa?" wajahnya begitu melas. "Lagi panas banget noh, buta mata lo?"

Dika menatap Milo, keduanya nampak berdiskusi melalu gerak mata mereka.

"Ya dah, 45."

"30." Nata menawar.

BARAJA [NEW VERSION]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن