Prolog

34 2 0
                                    

-----------

"Identitas gue jauh lebih berharga daripada nyawa gue sendiri."

-----------

     "Videonya udah berhasil kita take down, bos." ucap seorang laki-laki yang memakai hoodie hitam itu. Dia menutup laptop bergambar apel digigit itu lantas menatap orang yang diajaknya bicara. "Untungnya kita cepat bertindak, jadi videonya nggak sempat menyebar luar dan nggak banyak orang yang punya salinannya. Gue juga berhasil ngerusak sistem perangkat orang-orang yang punya salinan video itu. Dijamin perangkat mereka nggak bisa diperbaiki dan file nya nggak bisa dipulihkan."

     Orang—lebih tepatnya gadis itu mengangguk singkat. "Jangan lupa transfer uang ganti rugi ke mereka yang handphone dan perangkatnya kita rusak." Gadis itu melayangkan pandangan kearah seorang gadis berambut blonde yang duduk diatas meja diseberangnya. "Kas kita ada berapa, Ren? Cukup nggak kalo dipake buat ganti rugi?"

     "Kas kita ada sekitar 3,7 milyar lebih lah. Masih cukup kayaknya." Renata selaku bendahara yang memegang uang kas angkat bicara.

      "Pake setengah buat ganti rugi setengah lagi biar pake duit gue." putus gadis itu. Gadis dengan rambut sepunggung berwarna ungu bangkit dari duduknya sambil memasang jaket parka berwarna hitam dengan lambang matahari dibelakangnya. Matanya beralih pada seseorang yang tidak sadarkan diri disana. Tubuhnya terikat dikursinya dengan kepala tertutup kain hitam. Sudah lebih setengah jam pria sok berani itu tidak sadarkan diri, apalagi penyebabnya jika bukan habis dipukuli oleh gadis itu.

     "Kalian urus brengsek ini. Bikin dia paham kalo sunrise bukan sesuatu yang bisa dia usik." ucapnya menatap tiga orang anak buahnya yang ada di sana. "Karena identitas gue lebih berharga dari nyawa gue sendiri. Gue nggak akan biarin ada yang berani mengekspos gue apalagi sunrise."

     Ketiganya mengangguk paham. Selaku anggota sunrise, mereka tahu betul bagaimana gadis—ketua mereka itu melindungi sunrise dan setiap anggotanya.

     "Gue cabut dulu." ucap gadis itu lantas pergi meninggalkan gudang gelap itu. Ia menaiki motor cross berwarna hitam dengan sticker matahari yang sama dengan gambar dijaketnya. Gadis itu menyalakan motor mesin, bersiap untuk pergi sampai sebuah mobil sedan berhenti didepannya. Seorang gadis turun dari kursi depan diikuti seorang pemuda yang menyetir.

     "Mau kemana Lo?" tanya gadis itu.

     "Mau kesalon."

     "Nggak salah Lo?" sambar pemuda itu sambil menahan tawa. "Sejak kapan cewek barbar kayak Lo kenal salon?"

     Gadis itu mendengus kasar. "Berisik. Ini tuh buat besok."

     "Besok? Emang besok kenapa?"

     "Gue 'kan besok masuk sekolah baru."

     "Berarti lo jadi ngelakuin rencana itu?"

     Gadis itu mendesah pelan dan mengangguk. "Gue nggak punya pilihan lain, Bang. Petunjuk terakhir yang kita dapat mengarah kesekolah itu. Gue harus sekolah disana supaya bisa dapetin info yang lebih banyak."

     Keduanya mengangguk paham. Keduanya tahu betul seberapa besar gadis itu berusaha menggapai tujuannya. Dia sampai membentuk sunrise untuk itu.

     "Lo tenang aja, kita bakal selalu dukung lo. Kita dan semua anak sunrise bakal ada dibelakang lo, sama seperti biasanya. We're never leave you." kata Airin. "Ya udah kalo gitu gue ikut lo deh. Udah lama juga gue nggak nyalon."

     "Kalo gitu sekalian aja Renata juga. Dia ada di dalam. Kita pake mobil Bang Devon aja." putus gadis itu sambil turun dari motor besarnya itu. Dia mengeluarkan ponsel dari saku jeans-nya, men-dial sebuah nomor lantas menempelkannya di kuping. "Ren, keluar sekarang." ucapnya dengan vokal datar khas miliknya lantas memutus telpon tersebut.

     Tak lama Renata datang dengan terburu. "Ada apaan?" tanyanya. Dari nada suaranya kentara sekali gadis itu bingung dan khawatir.

     "Ikut kita ke salon."

     Speechless.

     Renata menatap bosnya tak percaya. "Apa? Lo bilang apa?" Sepertinya dia perlu memastikan pendengarannya barusan.

     Sementara si bos itu sudah berdecak sebal sambil merotasikan bola matanya. "Ikut gue sama Kak Airin ke salon." ulangnya lugas.

      "Lo nelpon gue sok serius nyuruh gue keluar cuma mau ngajak ke_"

      "Mau ikut atau nggak?" potong gadis itu yang sudah terlanjur sebal.

      "Eh iya, gue ikut." jawab Renata cepat. Menyadari si bos sedang dalam mode galak, Renata lantas mengikutinya masuk kedalam sedan putih itu. Duduk di kursi belakang, sementara si bos duduk didepan bersama Airin yang menyetir.

      Selama perjalan si bos diam sambil menatap keluar jendela. Besok untuk pertama kalinya setelah 4 tahun dia akan kembali memasuki lingkungan sekolah normal. Selama ini dia hanya homeschooling. Bukan apa-apa, gadis itu sendiri memiliki banyak kesibukan dibanding remaja lainnya. Selain mengurus organisasi rahasianya, dia juga harus mengurus beberapa hal sendiri. Semuanya untuk satu hal. Untuk satu tujuan, termasuk ketika akhirnya dia memutuskan untuk kembali sekolah disekolah umum.

      Besok, hidupnya akan berbeda. Entahlah, gadis itu memiliki firasat bahwa hidupnya tidak akan normal lagi. Setidaknya ada satu hal berubah dalam kesehariannya esok.

☀️☀️☀️☀️☀️

~Shhaa

SUNRISE: As Hoping As ThatWhere stories live. Discover now