27. Broken Heart

49 5 11
                                    

Part ini mengandung kekerasan, jangan ditiru ya readers-nim yang budiman.

So, kuy baca aja..

Eits, jangan lupa vote sama komentarnya ya

Eits, jangan lupa vote sama komentarnya ya

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

🍂🍂🍂











Dua hari cukup bagi Rafif untuk absen di kelasnya. Hari ini ia kembali berangkat ke sekolah, bersamaku. Menyenangkan sekali, kami tinggal satu rumah, sarapan bersama, serta pergi ke sekolah bersama. Tidak berdua, pagi ini Papa sukarela memberi tumpangan pada kami. Katanya Rafif perlu diberi hadiah karena sudah mau tinggal bersama kami.

Aku tahu, meski ini menyenangkan. Rasanya, bagi Rafif tetap lebih menyenangkan saat ia pergi bersama kakaknya. Dia memperhatikan rumahnya cukup lama, bahkan ketika mobil Papa sudah meninggalkan rumahnya sepuluh meter lebih.

Kala itu aku menarik telapak tangannya, memberikan usapan lembut. Diam-diam, takut Papa melihat gelagat anehku.

"Pa, sebentar lagi ujian semester, habis itu liburan. Aku... mau liburan ke pantai, Pa." aku membuka suara demi memecah keheningan diantara kami.

Papa menyematkan senyum, aku melihat dari kaca spion depan. "Ide bagus, sayang. Ajak Rafif juga, sudah lama Papa sama Mama juga nggak ke sana."

"Kamu suka kan, Pip?"

Rafif mengangguk cepat, "Suka."

"Janji ya, Pa. Kita ke pantai."

"Doain aja semoga Pak Direktur tidak memberikan pekerjaan yang banyak, supaya Papa bisa cuti deh. Memangnya kamu mau ke pantai mana, Mel?" tanya Papa.

"Hawai hehe." Jawabku asal, benar-benar asal dan tidak serius.

Rafif mendorong pelan bahuku, ikut terkekeh. Sementara Papa sudah berdecak sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Berarti doamu harus ditambah, semoga gaji Papa naik lima puluh persen."

"Amiin."

"Amiiiiiin." ujar Rafif panjang.

Selang delapan menit kemudian kami pun sampai di depan sekolah. Aku dan Rafif segera turun dari mobil Papa. Kami berpamitan sebentar, lalu mobil Papa melaju meninggalkan gerbang sekolah.

"Kamu beneran mau liburan ke Hawai, Mel?" Rafif bertanya begitu kami masuk ke langkah kelima.

Aku menoleh sambil menunjukkan deretan gigiku. "Nggak kok hehe, percayaan banget sih."

"Tapi kalau pun iya, kurasa Papa kamu mampu bawa kalian sekeluarga ke Hawai."

"Kamu mau kan nanti ikut liburan bareng kita?"

"Tentu dong." Rafif mengaitkan jari tangannya dengan jari tanganku.

Kami lanjut melangkah menyusuri koridor menuju kelas kami di lantai dua. Tidak ada lagi percakapan, hanya berjalan dalam diam sambil mengayunkan genggaman tangan kami.

Our Time [Completed]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant