30. Dear Diary

80 5 31
                                    


Peti kecil mirip mainan anak-anak milik Rafif ternyata berisi benda-benda baru, mungkin koleksinya. Dan yang membuatku terkejut adalah angka gembok sandi peti itu, 124214. Di sana ada satu buah syal rajut berwarna lilac, kotak musik kecil, dan sepasang cincin silver.

Aku meraih syal rajut di sana, menempelkannya dengan pipiku, merasakan keberadaan tangan Rafif. Lalu tanpa sengaja aku melihat sebuah kertas terjatuh dari syal yang tengah kugenggam.

Kertas berisi tulisan tangan Rafif. Aku membacanya dalam diam sambil menahan kedua mataku yang terus berkedut.

Happy birthday, Amel

Ini aku kasih hadiah yang sangat istimewa. Kamu nggak mungkin bisa menemukan benda-benda itu di mana pun karena aku membuatnya sendiri. Benar-benar membuatnya sendiri, kamu jangan tertawa terus mengejek ya.

Syal itu aku belajar dari Salvina. Lalu kotak musiknya aku rangkai sendiri, sebenarnya dibantu oleh Yunan sih. Dan untuk cincinnya, aku beli tetapi khusus kurancang sendiri.

Benda-benda itu memang tidak berharga, tapi semoga saja akan selalu bisa mengingatkanmu padaku.

P.S cincin itu buat pertanda kalau aku ingin menikah dan hidup sama kamu.

Mamas Pacar, Rafif D.F

Runtuh sudah semua yang bergumul di mataku. Aku menangis sambil memeluk syal rajut buatan Rafif. Membayangkan kembali masa-masa ketika dia dekat dengan Salvina, yang ternyata hanya untuk belajar merajut bersama gadis itu.

Dia menyiapkan hadiah ulang tahunku yang ke-17 tahun, memberikan yang istimewa tanpa sadar bahwa dia tidak ada di sampingku lagi.

Aku mencoba untuk mengenakan syal itu di leherku, merentangkannya panjang. Namun aku tidak sengaja melihat ada ukiran huruf di tengahnya.

A & R

Amel dan Rafif?

Lucu sekali. Andai dia di sini, aku akan langsung memeluknya. Mengucapkan banyak terima kasih dan memintanya memakaikan syal ini di leherku.

Aku menundukkan kepala, menangis tanpa suara. Sakit sekali rasanya, meskipun telah berlalu selama satu tahun ingatan tentang dia tidak bisa hilang begitu saja. Dan yang kutangisi adalah ketidaktahuanku.

Kotak musik itu mengalunkan nada simfoni klasik yang terdengar sangat romantis. Lagi dan lagi, benda kedua ini menjadi alasan mengapa aku menangis.

Tersisa dua cincin dengan diameter yang berbeda. Yang lebih besar pasti untuk dia sematkan di jarinya sendiri, dan yang kecil pasti untukku. Rasanya akan sangat menyenangkan jika kami saling memasangkannya bersama.

Aku memejamkan mata kembali. Lalu bayangan wajah laki-laki yang kurindukan muncul bagai lukisan, sangat indah. Dia berlarian di padang rumput yang hijau dengan pakaian serba putih, tersenyum manis padaku.

Rafif... tidak bisakah kamu kembali padaku?














🍂🍂🍂











Kadang cinta itu sebenarnya sering menipu kita.

Rafif D.S

Tanpa sadar aku mengangguk setelah membaca satu baris tulisan tangan Rafif di salah satu halaman novel miliknya.

"Udah ngerjain ini tugas seabrek, pas diserahin dosen botak itu bilangnya apa coba tebak, Mel?"

Our Time [Completed]Where stories live. Discover now