Cahaya matahari menerobos sela-sela dedaunan, membuatnya tampak seperti garis-garis miring yang menyorot dari atas langit ke permukaan tanah.
Camille menatap sekelilingnya.
Setelah berjalan tanpa henti sejak mereka meninggalkan pondok kecil di dalam hutan semalam, Gerard akhirnya setuju untuk berhenti sejenak.
Camille ditinggalkan di bawah pohon Ek besar, sementara pria itu pergi memeriksa hulu sungai yang berada tak jauh dari tempat mereka sekarang.
Menurut Gerard, bila ada sesuatu yang mendekat, dia akan bisa melihat tanda-tandanya dari sana.
Sesuatu tentang pergerakan arus sungai atau semacamnya.Camille memejamkan mata tatkala cahaya matahari hangat menimpa wajahnya.
Kerongkongan dan mulutnya terasa kering, dan sekujur tubuhnya nyeri.Kulit pohon tempatnya bersandar penuh retakan kasar serta berbonggol-bonggol, kendati demikian ini terasa lebih nyaman baginya dari apapun dalam dua belas jam terakhir.
Ia menghembuskan napas gemetar.
Seminggu yang lalu ia tak akan pernah membayangkan dirinya harus berlarian di alam liar demi untuk bertahan hidup.
Sebagian dari dirinya masih berharap bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk, dan ketika ia bangun segalanya akan kembali seperti semula.
Tapi rasa sakit berdenyut-denyut pada kedua kakinya menyadarkannya, bahwa ini nyata."Apa yang sedang kau lakukan?"
Camille menggeser duduknya ke posisi yang lebih nyaman saat melihat Gerard berjalan kearahnya dari kejauhan.
Dengan sempalan dahan pohon ek di tangannya, Gerard menyebarkan dedaunan kering pada permukaan tanah yang dilaluinya, kemudian melemparkan beberapa ranting kering ke atas tumpukan dedaunan itu.
"Menutupi jejak kita."
Gerard membuang dahan pohon lalu menegakkan tubuhnya.
Ia menepis-nepiskan tanah dari kedua telapak tangannya dan menghembuskan napas puas."Semoga ini bisa memberikan kita sedikit waktu, sebelum mereka berhasil melacak kita."
Pria itu membungkuk dan memungut senapan serta ransel yang tergeletak di dekat kakinya lalu berjalan menghampiri Camille.
"Mengapa?"
"Karena orang-orang yang mengejar kita, mereka mengendarai mobil, dan mungkin dengan senjata otomatis dan entah apalagi yang mereka bawa,"
Gerard menurunkan barang-barangnya di dekat kaki Camille."Sedangkan kita ..." ia merentangkan kedua belah tangannya ke sekeliling mereka berdua.
"Kita beruntung jika bisa mencapai tepi hutan sebelum gelap."
"Tidak... " Camille memejamkan matanya sambil menghirup napas dalam-dalam.
Aroma kayu dan daun pinus yang basah memenuhi hidungnya."Maksudku mengapa kau menolongku?"
Gerard menoleh padanya, mengamati gadis itu sejenak sebelum merogoh ranselnya.
"Aku tadi mengambil sedikit air ketika berada di sungai." ia bergumam.
Camille membuka mata ketika merasakan sesuatu menyentuh bibirnya.
"Minumlah, kau dehidrasi."
Gerard menekan tepi botol minum ke bibir Camille lalu memiringkannya sedikit agar gadis itu dapat meneguk isinya.
Ketika air sejuk itu melewati kerongkongannya, sel-sel di tubuh Camille seolah disegarkan kembali."Aku tak membawa obat-obatan tapi kakimu tidak terluka cukup dalam sehingga dapat memicu gangren atau sejenisnya, itu berita baik."
Gerard berbicara sambil memasukkan kembali botolnya kedalam ransel.
YOU ARE READING
Another Cinderella Story : The Missing Girl (Completed)
RomanceHidup tidak pernah sulit bagi seorang Gabriel Adams, putra satu-satunya dari pemilik Golden Oil, perusahaan minyak terbesar yang berbasis di Manhattan, serta seorang bintang football kampus yang populer. Hidupnya nyaris sempurna hingga suatu hari, k...