58. All-purpose

326 72 2
                                    

Hujan lebat menguyur kota Georgia malam itu.
Cahaya kilat membelah langit diikuti oleh suara guntur yang menggelegar bersahutan-sahutan.

Ramalan cuaca mengatakan badai berpetir akan bergerak dari Carolina Utara hingga ke wilayah Lousiana sepanjang hari.

Saat Archibald kembali dari markas militer di Interstate 5 pada malam itu, ia melihat sejumlah petugas penanggulangan bencana telah menyebar ke segenap penjuru kota.

Mereka melakukan serangkaian patroli guna memastikan warga tetap tinggal di kediaman mereka masing-masing agar tidak terjebak badai.
Serta menghentikan para pendatang yang hendak memasuki kota, untuk memutar kembali kendaraan mereka menjauhi jalur yang berbahaya.

Jadi ketika ia sampai di rumah peristirahatannya, ia cukup terkejut mendapati Mario Cortez, yang seharusnya berada di Manhattan, telah menunggu di ruang kerjanya.

Sebelum ia menemui pria itu, Miranda sempat menawarkan untuk menemaninya berbicara dengan Mario.

Ia berpikir istrinya pasti merasa cemas terhadap maksud kedatangan Mario Cortez ke rumah mereka secara mendadak dan tanpa pemberitahuan.

Terutama setelah mereka akhirnya mengetahui rencana pria tua itu terhadap Gabriel selama ini.

Namun Archibald tahu ia tak bisa melibatkan Miranda dalam pembicaraan mereka.

Tidak kali ini.

--

"Kudengar kau pergi ke tempat Deaton." Mario Cortez membuka percakapan.

Seorang pelayan masuk dengan nampan di tangannya.
Wanita itu menghidangkan teko berisi kopi panas yang menguarkan aroma yang harum, beserta beberapa piring kecil berisi kudapan dan menatanya di atas meja rendah yang berada di antara kursi yang di tempati oleh Archibald dan Mario Cortez.

Archibald tidak tahu darimana Mario memperoleh informasi tentang kepergiannya ke perbatasan Selatan untuk menemui Gabriel yang dilakukannya secara diam-diam.

Namun ia menduga Mario telah mengamati gerak-geriknya, yang mana menjadikan motif pria itu menemuinya semakin mencurigakan.

Ia bertanya-tanya dalam hati, sudah berapa lama Mario mengawasinya.

"Apa Gabriel juga berada di sana?" Mario bertanya lagi.

Berarti dia sama sekali tak tahu apapun yang terjadi di balik tembok markas militer itu, pikir Archibald.

Setidaknya ini membuktikan tak ada informan bayaran di dalam anggota batalyon Deaton, batin Archibald.

"Kenapa kau datang kemari?"  tanya Archibald, mengabaikannya.

Mario mengalihkan pandangan dan menatap jendela kaca yang tirainya terbuka.
Badai dan kilat masih mengamuk di luar sana.

"Aku tahu kau pasti berpikir aku seorang bajingan karena telah membuat Gabriel menentang keluarga kalian, setelah semua yang kalian lakukan baginya selama ini,"
"Wajar kau merasa marah."

Archibald menyipitkan mata menatapnya.
Orang ini benar-benar sudah tidak waras.
Jika tidak, bagaimana mungkin ia begitu blak-blakan.

"Kau menjejali pikiran Gabriel dengan kisah tragis di mana aku, ayah kandungnya, adalah seorang pria keji yang tega menelantarkan dia dan ibunya,"

"Lalu kau memengaruhinya untuk melawanku demi membalas dendam, memangnya kenapa aku harus marah hanya gara-gara itu, Mario?" ujarnya sarkastik.

Archibald membungkuk lalu berbicara dengan nada dingin,
"Kau ingin tahu, apa yang sungguh-sungguh membuatku marah?"
Ia menggertakkan rahangnya, lalu  menuding Mario dengan telunjuknya,

Another Cinderella Story : The Missing Girl (Completed)Where stories live. Discover now