Cinta datang bukan karena terbiasa, melainkan hadir kala hati bersiap berlabuh.
Agaknya, kiasan tersebut sedikit menghancurkan bendung ketegaran Arif dalam membahagiakan ibu seumur hidup melalui kerja keras sendiri, ketika target usia 30 telah terpatri bercita-cita kapan akan mengisi relung jiwa.
Lelah Arif menyambangi kamar, merebahkan diri setiap kali pulang dari kantor disambung berlatih di ruko tempat latihan teater berlangsung, selalu tak lebih dari pukul sepuluh lewat malam.
Tak lama, ibu datang menghampiri, mengelus bahu anak sulungnya ringan.
"Kamu mau Ibu bikinin teh, kopi, beras kencur, apa bir pletok?"
Tawa Arif menyambut tawaran ibu. "Makasih, Bu, Arif udah kenyang banget. Pengen tidur aja habis ini."
"Mandi dulu! Enak aja main tidur! Dikata nggak gerah seharian jadi budak korporat sama calon penari kuda nil?"
"Kok jadi kuda nil sih, Bu?"
Sekali waktu, Arif tak dapat mengerti isi kepala ibu, bahwa setahu si lelaki penggemar cokelat itu kuda nil tidak berbuat apapun.
"Itu tuh yang suka di pertunjukkan alun-alun." Ibu mengingat-ingat, menampar paha Arif kencang. "Eh, gobs bener gue! Itu mah kuda lumping, ya?"
"Alhamdulillah, ibuku sadar." Datar Arif menjawab. "Arif mandi dulu deh. Ibu mending tidur sekarang, besok masih harus jualan, kan?"
"Pake air anget, jangan mendidih."
"Aman, Bu."
Pintu tertutup rapat. Hela napas tulang punggung keluarga itu mengiringi caranya membuka kemeja merah beserta kaus singlet tipis yang semula melapisi tubuh, tak lupa mengalungkan handuk dan bersiul pelan.
Lekas ia membersihkan wajah dengan kapas basah yang diperciki micellar water, kemudian keluar kamar, melempar beberapa lembar pakaian kotor ke dalam bak mesin cuci di area belakang rumah. Berlanjut mandi, menyikat gigi, mencuci muka, berganti pakaian, dan mengoleskan krim pelembab malam ke sekujur wajah.
"Inget, lu semua tuh aktor berharga, kulit wajib dirawat minimal seganteng gue." - Adrian.
Menurut sajalah kau, Rif. Kalau nanti dimakan, bahaya.
"Selesai. Hmm.. gue mau ngapain lagi, ya?" Berkacak pinggang dirinya menggumam tanya.
Selagi televisi masih menayangkan acara konser dangdut, Arif memainkan ponsel, menjatuhkan bokong ke atas sofa lawas sambil mengistirahatkan tengkuk dan kaki.
Grup Tanjidor Kawinan Oji Eli
Arif
Kalian udah sampe rumah belom?Galih
Baru kelar mandi
Halah rif tinggal chat nadia doang pake basa-basi sama kita"Anak bangsat, tahu aja gue lagi bingung." Kesal Arif, namun ikut tertawa.
Revalina
Udah rif baru aja
Nih lagi mangku choco
Naon?Achanya Fira
Belom baaangg
Tapi si william udah bobokFauzi
Yo rif
Sama masih di jalan
Nadia nggak gigit kali rif
Sono maju tak gentarArif
Enaknya ngomong apa coy?
Gua nggak ada bahan!Achanya Fira
Coba gini bang
Mbak, lihat bulan di luar sana
Cuma kelihatan separo
Pasti dia malu
Soalnya lebih indah mbak daripada dia buat dilihat
KAMU SEDANG MEMBACA
NAWASENA [Telah Terbit] ✔️
Fanfiction(Buku Ke-2 AKARSANA) (Telah dibukukan oleh Redaksi Athena) . . Arif, Galih, Fauzi, Reno, William, dan Harsya kembali mengemban misi menyelamatkan seorang penyanyi opera di sebuah kelompok pertunjukan ternama, dari sebuah organisasi perbudakan hibura...