8 - Pertemuan Semi Platonis

1.4K 316 105
                                    

Membisu di tengah terpaan angin malam tentu bukan mau Reno dan kawan-kawan, apalagi kedatangan tamu baru tak diundang mampu mengusik rasa penasaran atas kabut tanya dalam bunga tidur.

Gaya kasual pemberitahu maksud bergabung cerita ini mengingatkan mereka pada sosok Leon, entah kapan terakhir kali dijumpai, terkadang sifat tak mudah ditebak itu suka dirindukan.

"Mas Ghanin?" Agak ragu Reno mengenali, namun bayangan kini cukup nyata dirasa.

"Salam kenal, Reno, senang sekali kamu masih ingat siapa saya."

Sementara Arif, Galih, dan Fauzi sibuk menajamkan intuisi, takut-takut bila pemilik panggilan 'Mas Ghanin' tersebut terlewat dari jangkauan kata baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sementara Arif, Galih, dan Fauzi sibuk menajamkan intuisi, takut-takut bila pemilik panggilan 'Mas Ghanin' tersebut terlewat dari jangkauan kata baik.

Seperti yang sudah diduga, senyum manis misterius tersungging ramah kepada mereka bertiga, seolah tak berniat menyakiti.

"Kenalkan, saya Ghanindra, kalian bisa panggil saya Mas Ghanin kayak Reno. Maaf, kalau kalian terlalu kaget, tapi kalian nggak usah khawatir.. saya nggak sejahat yang kalian kira. Oh ya, nggak usah kenalin diri, saya udah tahu siapa kalian."

"Kece..." Reno menggumam tanpa sadar. "Sejak kapan dream comes true very excellent di hidup gue?"

"Sumpah, nggak paham... Mas ini siapa? Ada perlu apa ketemu sama kita? Mas udah ngikutin kita dari kapan kalau boleh tahu?" Fauzi dirundung kebingungan, tak peduli ada Galih yang terdiam waspada.

Merasa tak sopan bila tamu tidak dilayani, Arif berinisiatif memesankan satu porsi wedang ronde untuk Ghanin. Siapa tahu, pembicaraan bakal berbuntut panjang.

"Terima kasih, Rif." Ucap Ghanin menerima mangkuk panas dari tangan Arif.

"Sama-sama. Minum bareng, Mas, silakan."

Meski pelototan tak percaya dari Galih tidak Arif hiraukan, namun sebersit khawatir memacu degup jantung Arif lebih cepat. Terbiasa bertemu pandang dengan Tante Shafira dan Leon, membuat Arif tak mudah bersikap polos.

"Kalian pasti pengen tahu, kan, kenapa kalian bisa bermimpi bersamaan tentang saya, Dian, dan Nona Nadia?"

Hampir saja Galih menelan sendok bebek stainless steel. Fauzi langsung berkeringat sebesar biji jagung di tangan. Kaki Reno gemetaran. Arif? Ingin rasa berteriak memanggil ibu dan bersembunyi di kolong tempat tidur.

"Langsung aja ya, Anak-Anak. Kalian pasti belum lupa sama kejadian penyekapan di chiller laboratorium mikroba pabrik farmasi Elsedium milik keluarga Reno. Sebenarnya waktu itu.. kalian dibuat nggak sadar diri sama Tuan Dohen, kakak Nona Nadia, selama kurang lebih sepuluh jam. Selama ketidak sadaran kalian itu, tubuh kalian dibekukan dan diprogram selama kurun waktu tiga tahun, supaya alam bawah sadar kalian bisa dikendalikan dalam pengaruh Tuan Dohen, dan itu bertujuan agar kalian nggak bisa lagi mencegah Tuan Dohen berbuat kejahatan lebih jauh."

"Kenapa saya jujur bicara begini, itu karena saya diminta Nona Nadia untuk menghentikan kekejaman Tuan Dohen terhadap kalian. Jadi, saya dan Dian bekerjasama dengan beberapa orang dari divisi program intelijen CHD Tech Corp untuk meretas pemrograman itu, dengan cara memasuki alam mimpi kalian dan menjernihkan jiwa kalian kembali utuh seperti semula."

NAWASENA [Telah Terbit] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang