39th Day

596 118 38
                                    


Tidak ada masa lalu yang kelam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tidak ada masa lalu yang kelam. Kita saja yang tidak tahu betapa di baliknya banyak hikmah pencipta sinar.

📷📷📷

Sekali, dua kali, lalu berulang-ulang terjadi, Adis menghela dan membuang napasnya perlahan. Tak sedikit pun dia lakukan itu untuk melonggarkan sesak, melainkan hanya untuk menyesap dalam-dalam segala ingatan yang selalu segar. Dibiarkannya bayang di kepala semakin jelas, dan mengisi seluruh inci organnya. Agar tak sedikit pun Adis lupa, sebab melupakan kesesakan itu hanyalah keegoisan yang akan menambah daftar kesalahannya. Dia pantas sakit, setelah banyak kesakitan yang perlu ditanggung banyak orang karenanya.

Apa Adis sedang menghukum dirinya sendiri? Jika saja hal seperti itu mampu membuat orang-orang yang selama ini bersedia ia bebani kehilangan rasa lelah dan pilu selamanya, tentu akan Adis lakukan. Namun, itu mustahil. Toh, memangnya dia siapa? Manusia spesial yang bisa menanggung semua rasa sakit orang lain dengan mengorbankan diri sendiri? Bukan, Adis tidak sebegitu istimewanya. Tuhan mungkin juga tidak akan bersedia membuat Adis menjadi orang sespesial itu, apalagi setelah hidupnya tak henti bergantung ke sana kemari.

Maka, yang kini coba Adis lakukan adalah berdiri dengan kakinya sendiri. Dengan begitu, setidaknya orang lain tidak harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Adis. Agar orang lain bisa menikmati hidupnya sendiri, mengambil keputusan atas dasar hati dan pertimbangannya sendiri, dan bukan karena Adis yang membuat mereka harus begini dan begitu hanya karena mereka memikirkan gadis itu.

Adis tidak mau ada hal seperti itu lagi.

Untuk terakhir kalinya, Adis menghela napas, sebelum akhirnya meremas tangan dan mulai menggerakkan kaki. Seperti de javu. Beberapa bulan lalu, sebelum semua fakta terungkap, dia juga berdiri di sini, di tepi jalan dekat gedung kuliahnya. Namun, berbeda dengan hari itu di mana niatnya menyeberang sendiri tidak terlaksana, kini Adis benar-benar menyongsong langkahnya. Tidak ada orang lain yang menyeberang, sebab Adis memang sengaja ingin menyeberang sendirian saja.

Remasan tangannya masih saja ada sepanjang telapak yang menapak. Sampai di tengah jalan, Adis mengerem kakinya mendadak kala bunyi klakson yang nyaring memekakan telinga. Refleks, gadis itu memejamkan matanya, sedang tubuh mungil itu berdiri kaku. Seolah sedikit saja bergeser, petaka akan meniupkan terompet penyambutan.

"Mbak, lihat kanan kiri dulu!"

Seruan dari sisi kiri membuat Adis tersadar, sedang jantungnya tak sedikit pun berubah irama. Tetap berpacu melebihi batas normalnya. Mata gadis itu menyipit, lalu perlahan terbuka sempurna. Kepalanya menoleh ke sumber suara, disambut oleh seorang pria paruh baya yang sedang duduk di atas motornya, sedang seorang bocah berseragam TK berdiri di belakang stang kemudi.

Bocah itu seusia dengannya kala dia pertama kali melihat temannya terserempet, berakhir membuatnya takut menyeberang.

"Mbak!"

Day With Yesterday [REVISI]Where stories live. Discover now