2. Janda Perawan

11.1K 1.2K 7
                                    

Siapa yang tak kenal Anggara, pria tampan yang menjadi buah bibir semua gadis di desanya. Mendapatkan Anggara mungkin sebuah keberuntungan bagi sebagian orang, tapi tidak untuk Nur. Bagaimanapun pesona pria itu, dia tak menaruh hati sedikit pun padanya. 

Dia tau diri, laki-laki tampan dan kaya memiliki standar tinggi dan kemauan yang banyak. Dia tau betul, mereka sama-sama terpaksa atas pernikahan ini.

"Kau yakin, akan menerimaku?" tanya pria itu angkuh, seakan mengeluarkan nada ancaman. Nur bukanlah gadis pada umumnya, yang memiliki nyali rendah dan akan menundukkan pandangan dengan malu-malu. Dia adalah Nur, anak satu-satunya yang diperlakukan bagaikan laki-laki oleh Ayahnya.

"Pertanyaan itu tidak cocok untukku, Mas. Tapi lebih cocok untukmu. Aku hanya wanita biasa yang tak memiliki kelebihan."

Anggara memindai Nuraini, seakan memberi penilaian penampilan gadis itu.

"Kau memang terlalu biasa bagiku, Nur. Aku terbiasa dengan gadis kota yang selalu memeperhatikan penampilan. Sedangkan kau, terlalu kuno." Anggara tersenyum remeh. Nur diam saja, tak merasa tersinggung atau pun sakit hati. Pernikahan ini hanya demi kebahagiaan Ayahnya yang ingin bermenantukan orang terpandang. Dia tak memikirkan dirinya, Ayahnya adalah segala-galanya bagi Nur.

"Aku tak mengerti, kenapa orang tua zaman sekarang masih memiliki pemikiran yang kolot. Pernikahan tanpa cinta, oh ayolah! Ini zaman digital."

"Mas bisa sampaikan itu pada Ayah Mas. Bukan padaku." Nur tampak tak begitu peduli, dia bahkan ingin mengakhiri percakapan ini, dia bosan dengan pria seperti Anggara, yang terlalu angkuh dan sombong.

"Hei!" seru Anggara mencekal lengan Nur. Nur menepis pelan, dia risih dengan kenekatan pria itu.

"Jangan terlalu angkuh, kau tak cocok dengan wajah angkuhmu, karena kau tak memiliki kelebihan apa pun." Anggara tersenyum mengejek.

"Sudahlah! Tak usah banyak bicara, dua hari lagi kita akan menikah. Aku ingin tenang, itu saja."

"Kau telah berurusan dengan Anggara? Apa kau berpikir akan tenang setelah ini? Aku laki-laki yang penuh kejutan. Kau harus tau itu."

"Baiklah, terimakasih informasinya. Aku pamit, Mas." 

Nur bangkit, meninggalkan kafe kecil itu lebih dulu, menghadapi Anggara hanya akan membuat tensinya meningkat.

Ternayata, Anggara membuktikan ucapannya, bahwa dia adalah laki-laki yang penuh kejutan. Kejutan yang amat jahat yang berhasil membuat Ayahnya meninggal karena serangan jantung.

Terhitung sudah seminggu sejak kejadian itu. Nur masih mengurung diri di kamarnya, dia belum siap menatap dunia luar, karena beredar kabar di masyarakat bahwa Anggara menceraikannya karena hamil anak laki-laki lain.

Mereka seakan menaburkan garam di lukanya yang bernanah dan berdarah. Bahkan Nur tak sanggup mengangkat wajahnya yang sudah tirus.

Bunyi ketukan pintu menyadarkan lamunannya. Sang ibu yang sudah menua masuk, dia wanita yang paling terpukul atas semua musibah ini.

"Ayo, makan! Nasi sudah Ibu hidangkan di atas meja."

"Aku belum lapar, Bu."

Ibunya menunduk, lalu bahunya terguncang.

"Sampai kapan? Apakah kau juga ingin ibu menyusul ayahmu? Agar selesai semua rasa malu dan penyesalan di hati ibu?"

"Bu," sapa Nur, dia merengkuh bahu kurus milik wanita yang melahirkannya itu. Dia terlalu egois memikirkan dirinya sendiri.

"Ayo kita makan!"

Nur memutuskan, takkan ada lagi masa lalu, dia akan mengubur Anggara dan menganggap pria itu adalah iblis yang tak punya hati.

Dia akan memulai hidup baru. Tanpa Anggara, tanpa cinta, dan tanpa pernikahan.

NURAINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang