2. Summer Festival

1.9K 159 40
                                    

Hai, aku kembali membawa Redamancy. Karena rl aku lagi hectic, jadi ga bisa mikir berat, kayak Dangerous Choice contohnya, wkwk. Makanya aku up Redamancy saja dulu. Sudah ada di draft. Draftnya juga lumayan gara-gara waktu itu aku ketagihan nulis ini🙃 Ada beberapa yang perlu direvisi sih sebelum diupload, tapi masih ga sulit karena ceritanya ringan.

Jadi, yang menunggu Dangerous Choice, harap bersabar. Aku kasih ini dulu🥰 Nanti kalau urusan sudah selesai, aku langsung up deh, tiba-tiba, biar surprise😳

—•—

Hari yang —tidak benar-benar—ditunggu telah tiba. Jujur saja, jika Yoonhee dan Ryujin tidak pergi ke cafe tempat Da In bekerja paruh waktu, jelas gadis Song tidak akan menginjakkan kaki di universitas hari ini. Tidak suka. Kendati Da In merupakan seorang katarsis, festival tetap bukan dunianya. Bukan caranya untuk bersenang-senang. Mungkin, jika berada di kelab malam masih bisa dikondisikan. Tidak dengan tempat terbuka dan terlalu banyak kerumunan seperti ini.

"Aw!" pekik Da In kala seseorang menabrak tubuhnya yang baru saja keluar dari mobil. Terhempas begitu saja hingga terantuk pintu. Sementara si pelaku masih berlari dengan tergesa. Bahkan sama sekali tidak memberi atensi pada korban yang baru saja ditabrak. Lihat, kan? Belum lima menit Da In berada di tempat ini, sudah ada saja kesialan yang menimpa. Benar-benar tidak ada satu halpun yang membuat Da In tertarik menghadiri acara seperti ini.

"Song!" seru Ryujin dari kejauhan. Melambaikan tangan selagi berlari kecil menuju Da In yang masih mematung disebelah mobilnya. Mengusap siku yang sebelumnya terbentur pintu mobil.

"Ada apa dengan wajahmu?" tanya Ryujin retorik setelah mendapati air muka masam gadis didepannya.

Sementara Da In memutar bola mata. Malas untuk sekadar mengeluarkan suara. Tidak menjawab pertanyaan Ryujin. Alih-alih menarik lengan sahabatnya agar segera menjauh dari area parkir, masuk ke dalam kemudian segera pulang setelah kedua sahabatnya merasa puas.

Sebelum menuju pada tempat acara inti digelar, Ryujin dan Da In terlebih dahulu melihat stand-stand bazar. Ditata dengan apik membentuk sebuah pameran. Begitu banyak pilihan untuk dilihat. Makanan, make up, outfit, cidera mata, dan masih banyak lagi. Hampir semua fakultas berpartisipasi untuk mengeluarkan stand terbaiknya. Sedang tujuan utama dua gadis itu tentu makanan. Jajanan tradisional hingga makanan luar. Terlalu banyak untuk dipilih.

Beberapa saat kemudian, kedatangan tiba-tiba Yoonhee dengan wajah bersungut sama sekali tidak membantu memperbaiki suasana yang sudah sedikit suram. Tidak lain tidak bukan, perseteruan dengan kakaknya yang membuat Yoonhee jadi seperti ini. Seperti yang diduga Da In dan Ryujin saat menyadari Yoonhee yang paling semangat dengan festival malah terlambat. Sekarang, tersisa Ryujin yang masih semangat untuk melewati hari festival. Mau tidak mau harus berusaha keras untuk mengembalikan suasana hati kedua sahabatnya.

Kedua tangan Ryujin sudah bertengger apik pada pundak Yoonhee dan Da In—dengan ia berada ditengah. Berjalan beriringan menuju stage tempat para bintang Universitas Valley Hills akan tampil. Panggungnya cukup besar. Bahkan tahun ini lebih besar dari tahun-tahun belakangan. Tentu penampilan The Heather adalah yang paling ditunggu.

Barisan mahasiswi sudah memenuhi bagian depan stage. Berdesakan, berlomba-lomba mendapat spot terbaik untuk menikmati penampilan para pria idola Universitas Valley Hills. Tak ayal pula para pria juga ingin melihat dari posisi terbaik—ikut berdiri berdesakan. Termasuk tiga gadis yang kerap menjadi pusat perhatian, Da In, Yoonhee dan Ryujin. Berdiri paling depan. Paling nyaman. Tidak peduli bagaimana orang-orang dibelakang mereka berebut posisi, sebab mereka terlebih dahulu sampai disana.

"Percayalah, kau pasti menyukai penampilan The Heather. Aku sudah pernah melihat secara langsung. Di studio Jaehyun, sepupuku. Gila. Aku sampai nyaris lupa aku sudah memiliki kekasih."

Ryujin berseru dengan mata berbinar-binar. Tangan Yoonhee dengan ringan melayang memukul dahi gadis itu setelah mendengar kalimat terakhir. Berniat menyadarkan. Sementara Da In masih terdiam memperhatikan beberapa orang diatas panggung. Memberikan penampilan terbaik mereka. Meski tidak begitu menyukai, tetap saja Da In dengan baik memberi apresiasi dengan bertepuk tangan atau bersorak ringan.

Hampir satu jam mereka berdiri ditempat yang sama. Bernyanyi, menari, mengalun bersama dengan kerumunan lain. Bahkan Da In nyaris lupa jika beberapa saat lalu ia segan berada disini. Nyatanya, sekarang ikut menikmati suasana bersama Ryujin dan Yoonhee.

Hingga penampilan yang paling dinanti akhirnya datang. Lima pria tampan yang baru saja menginjakkan kaki ke atas panggung. The Heather. Mendapat sambutan meriah dari para audiens. Tepuk tangan dan sorakan. Termasuk Ryujin dan Yoonhee yang masih setia berdiri di depan. Kecuali Da In yang kini kehilangan lagi senyuman diwajahnya.

"Ryu, kau bilang mengenal mereka. Kau juga kenal pria yang dibelakang itu?" tanya Da In sedikit berbisik.

Dengan segera Ryujin mengalihkan pandangan. Menuju tepat pada arah yang Da In maksud. Sepertinya kali ini The Heather akan melakukan penampilan yang sedikit berbeda dari biasa. Akustik. Melihat si drummer —yang Da In tunjuk—tidak duduk dibalik drum, alih-alih menggunakan cajon.

Ryujin mengangguk sekilas sebelum kembali menatap Da In, "ya, Jungkook. Kau tertarik dengannya? Aku bisa mengenalkan padamu. Kurasa dia sangat tepat untuk menggantikan posisi kak mantan."

Kedua alis Da In menukik. Tidak, dia menanyakan pria itu bukan untuk dikenalkan. Sebaliknya, dia tidak suka. Pria tanpa sopan santun yang menabraknya diparkiran. Berhasil membuat suasana hatinya memburuk. Bahkan kini seolah tidak lagi tertarik melihat penampilan band yang dielu-elukan mahasiswi di universitas termasuk kedua sahabatnya.

Sementara disisi lain, mendengar insinuasi Ryujin membuat Da In bernapas jengah. Lagi-lagi, hal kecil membuatnya mengingat yang tidak seharusnya—sang mantan kekasih. Sungguh, Da In benci pada kenyataan bahwa dia menjadi satu-satunya yang masih terusik akan kenyataan tragis dalam hidup. Bahkan duniapun tidak berpihak padanya. Ingin tertawa, namun mengingat lagi pasti sudah ada yang menertawakan penderitaan yang menimpa.

—•—

RedamancyWhere stories live. Discover now