1|| Name

975 126 83
                                    

Part 1 - Name

***

Cowok tinggi berwajah ceria itu tampak menghentikan motornya tepat di depan sebuah toko kue yang berada tidak jauh dari perumahan griya anggrek. Dia menepikan motor di sini setelah mengajukan diri untuk membeli beberapa jenis kue yang akan ibunya hidangkan sebagai pencuci mulut di acara arisan kompleks perumahan orchid, tempat tinggalnya saat ini.

Vino Bramantio atau yang biasa disapa Vino itu pun terlihat menyampirkan helmnya di jok motor. Kemudian mendongak sejenak untuk memastikan nama toko ini sudah benar atau belum. Padahal ia sudah beberapa kali datang ke tempat ini. Dasar aneh.

"ZafiraCake," ujarnya sambil membaca papan besar yang tertanam di sisi kanan toko besar tersebut. Vino sedikit merasa bersemangat saat melangkah masuk sambil merogoh saku celana pendeknya yang berwarna coklat. Mengambil selembar kertas yang terlipat-lipat dan juga beberapa lembar pecahan uang merah.

"Permisi," ucap Vino dengan nada yang terdengar sopan. Kedua bola matanya pun menatap lurus gadis yang duduk di tempat kasir dengan punggung bersandar pada kursi.

Sementara tatapan gadis itu terpaku pada sebuah novel di tangannya, lantas ia tertawa kecil dan tidak menyadari kedatangan si pembeli yang sudah berdiri di depan meja kasir sambil memandanginya dengan bibir yang tersenyum geli di sana.

Entah kenapa setiap kali datang untuk membeli cake, pasti selalu saja Vino bertemu gadis cantik berambut panjang itu. Membuat Vino jadi menerka-nerka bahwa gadis ini mungkin saja adalah jodohnya di masa depan. Biasa lah, jomlo karatan memang bawaannya suka halu.

Vino pun memutuskan berdeham kecil, mencoba untuk memecah fokus gadis itu dari novelnya dan mulai memerhatikan keberadaannya sebagai pelanggan.

"Permisi. Ada customers handsome di sini. Masa dicuekin aja, Neng?" ucap Vino terdengar narsis. Walau dalam hati, sebenarnya sedang sibuk memikirkan bagaimana caranya mengajak gadis ini berkenalan. Bukannya Vino merasa gengsi atau malu, hanya saja gadis ini agak ... jutek menurutnya.

Gadis itu mengalihkan pandangannya dengan alis naik sebelah. "Lo mau beli apa sih?"

Vino merapatkan bibir. Masih menatap gadis itu yang baru saja melontarkan pertanyaan dengan ketus dan kini sudah memasang tampang jutek padanya. Ah, senyuman manisnya menghilang. Vino jadi mengerucutkan bibir, lantas maju dan meletakkan secarik kertas berisi daftar pesanan sang bunda di atas meja kasir.

Tapi sebelum gadis tersebut meraih kertas dari Vino, pemuda itu menariknya mundur. Membuat si gadis jadi geram dengan tingkahnya.

"Omong-omong, gue udah beberapa kali datang ke sini. Pasti lo udah hapal muka ganteng gue kan?" tanya Vino masih narsis dan sok akrab. Kemudian memberanikan diri menjulurkan tangan, hendak berjabat tangan pada gadis di depannya tersebut. Meski dalam hati sudah tau akan ditolak mentah-mentah, setidaknya Vino berani berjuang kan?

"Biar akrab, kenalan dulu lah. Nama gue Vino Bramantio. Khusus buat lo, panggil sayang aja," ucapnya sambil menggerakkan alis naik turun.

Gadis itu hanya menatap Vino jijik. Tidak merespon dan melengos, membuat Vino meringis, lantas mengusap dadanya sambil menyabarkan diri.

"Just kidding, hahaha." Vino tertawa garing dengan rasa malu yang sudah ditelan. Dia beralih pada secarik kertas yang sedari tadi ia genggam. "Ini pesanan nyokap gue. Ambilin ya," ucap Vino lagi. Tersenyum, walau hanya berselang dua detik ia jadi mengumpat karena reaksi si gadis.

"Ck, kumpul sendiri deh. Ngerepotin banget," ujarnya datar. "Pintu etalasenya juga ke arah elo. Manja banget," sambungnya yang sudah malas, bahkan kini tidak ada keinginan lagi untuk berdiri dari posisinya dan melayani pemuda di depannya ini.

Bitter As a Medicine [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang