2. Mirkwood Forest

181 27 8
                                    

Adar: Father
Naneth: Mother
Meleth-nin: My love
Hir-nin: Prince
Hiril-nin: Princess
Alla: Salam

Jangan lupa vote sebelum membaca

— S E C O N D C H A N G E—



Wajah gadis bermanik lautan sedang bertekuk masam. Alisnya mengerut hampir menyatu saat melihat pakaian yang dibawa oleh pelayan istana tersebut. Sebuah tunik indah berwarna putih disandingi dengan jubah berwarna hitam. Pakaian tersebut memanglah indah dan istimewa tapi sang gadis tidak dapat memakai pakaian seperti itu. Sedari tadi ia hanya diam memandangi tunik bangsawan tersebut. Dirinya mendesah pelan kemudian membawa pakaian tersebut keluar dari kamar. Ia menghampiri beberapa pelayan untuk sekedar menanyakan jarum dan benang. Annariel pikir benda tersebut sangat mudah untuk ditemukan. Nyatanya tidak. Ia semakin kesal dengan jawaban para elf, jika benang yang mereka pakai terbuat dari bahan istimewa. Layaknya matahari terbit, gadis itu tersenyum senang saat mendapatkan benang dari seorang pria bersurai emas.

Annariel kembali mencari para pelayan untuk menanyakan sebuah benda tajam. Mereka hanya bergidik lalu meninggalkan sang gadis sendirian dengan raut bingung. Akhirnya ia menyerah. Gadis itu lebih memilih berjalan-jalan di sekitar Rivendell. Alih-alih berbalik arah karena takut tersesat, gadis itu tetap melangkahkan tungkainya dengan sesuka hati. Saat berada di jembatan dengan pepohonan yang rimbun, Annariel melihat gadis bersurai hitam dengan gradasi ungu. Gadis itu tengah mengasah pedang dengan sesuatu yang ia lihat sebagai daun. Annariel tidak mengerti, kenapa barang-barang yang ia lihat di dunia ini selalu tidak masuk akal.

Sebuah ide gila terlintas dari pikirannya. Pedang yang sedang diasah oleh gadis peri itu terlihat tajam dan berkilau. Pedang itu bisa membantunya guna memotong tunik yang sedang ia bawa. Annariel berjalan pelan menghampiri gadis itu. Telapak kakinya sedikit memar karena ia lupa memakai alas. Dengan cepat jemarinya dapat merebut pedang tersebut. Annariel sempat menatap takjub sebelum tangannya merasakan aliran listrik yang keluar dari pedang. Nyeri bukan main hingga Anna mengeluarkan air mata. Ia tidak menangis, hanya saja gadis itu terlalu responsif.

Sang pemilik pedang menatap gadis itu dengan tajam. Memungut kembali miliknya lalu bertatap arah dengan gadis bermanik lautan.

"Beruntung dirimu tidak mati."

Ia hendak meninggalkan Annariel, namun lengannya dicegah oleh sang gadis. Wajah khas aristokrat yang ia miliki membuat Annariel bergidik ngeri. Dengan cepat Annariel melepaskan genggaman pada lengan sang gadis elf.

"Maaf jika aku mengagetkanmu." Annariel menelan air liurnya dengan berat. Ia mengangkat tunik serta jubah pemberian Elrond ke hadapan sang gais bermanik amethyst. "Apa boleh, aku minta pertolonganmu untuk memotong tunik beserta jubah menjadi beberapa bagian?"

Gadis dengan garis telinga runcing itu menatap datar dirinya. Angin yang berhembus membuat surai panjang berhias kilau sedikit melayang. Cahaya matahari yang menembus dari celah pepohonan menerpa malu-malu wajah sempurna itu. Pedang perak miliknya telah teracung tinggi. Menyayatkannya kepada tunik Annariel sehingga terbelah menjadi dua. Sang gadis bersurai malam hanya dapat membelakan kedua mata. Bibir sedikit terbuka karena reflek. Tungkainya bergetar kala tidak dapat menopang berat badannya.

Anna memikirkan bagaimana jadinya, jika bukan tunik melainkan kepalanya yang tersayat. Ia mengeluarkan jarum juga tambahan benang dari dalam saku. Menarik tangan sang gadis elf dengan cepat lalu menyuruhnya untuk duduk. Annariel menjahit kain tersebut dengan teliti. Jari jemarinya sungguh lihai ketika menusuk serta melilitkan benang dari satu kain ke kain yang lain.

Second ChanceWhere stories live. Discover now