11. The Smaug

76 9 3
                                    

Adar: Father
Naneth: Mother
Meleth-nin: My love
Hir-nin: Prince
Hiril-nin: Princess
Alla: Salam

Jangan lupa vote sebelum membaca

MAAF SEKALIIII AKU SANGAT TELAT UPDATE. Aku akan up dengan cepat, bisa malam ini atau mungkin besok. Terima kasih telat menunggu ❤️

— S E C O N D  C H A N G E—




Annariel mengambil sebuah perkamen yang ia ambil dari perdagangan. Tidak termasuk pencurian karena mereka sendiri yang memberinya saat melihat wajah memelas sang gadis. Dalam hati, gadis itu benar-benar tertawa karena mereka sudah terkena serangan licik. Entah pikiran apa yang menguasai dirinya. Tiba-tiba saja Annariel ingin membuat sebuah rencana yang tidak terduga. Ia membuat strategi penyerangan.

"Aku butuh sesuatu. Sebuah senjata, logam namun padat dan tahan panas. Apa kau punya yang seperti itu, Bard?" Annariel memandang sang pria dengan penasaran.

Bard menggeleng. "Tidak ada yang seperti itu di Lake Town, My Lady."

"Kalau begitu apa keahlianmu?" Kali ini gadis itu mengalihkan pandangannya dari beberapa perkamen. Matanya mengelilingi kota dan atensinya jatuh kepada patung emas besar. Itu pasti patung orang yang berkuasa di Lake Town, pikirnya.

Annariel tanpa sadar melangkahkan kaki menuju patung. Bard pun mengikuti wanita itu tanpa sadar. Kening sang pria mengernyit kala tujuan Annariel adalah patung Walikota. Mereka berhenti tepat di depan perahu kecil. Annariel merendahkan tubuhnya. Tangan gadis itu masuk ke dalam air seperti mencari-cari sesuatu di bawah sana. Gadis itu bingung, namun ia mempunyai firasat yang kuat dengan apa yang ia lakukan saat ini.

"Keahlianku adalah-"

"-memanah." Disusul dengan Annariel yang berhasil mengeluarkan sebuah anak panah hitam dari dalam air.

"How? Bagaimana kau dapat mengetahui legenda panah hitam? Dan panah itu.. benar-benar panah hitam."

Annariel linglung. Ia juga tak tahu menahu, dan apa sebabnya ia mencari sesuatu di dalam air danau tersebut. "A-aku tidak tahu. Sungguh!"

Bard menganga tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Gadis ini misterius. Manusia tapi terasa bukan manusia. Gadis ini bukan elf dan sebangsanya.

Siapa dia?

Setelah selesai dengan urusan strategi juga panah hitam. Rungunya menangkap sebuah getaran suara. Keningnya mengerut lalu kembali ke rumah Bard untuk menemui yang lain. Obsidian laut sang gadis menangkap sebuah makhluk yang tidak pernah ia lihat dengan seorang gadis yang terduduk di atasnya. Kedua mata mereka beradu pandang. Meninggalkan jejak genangan di pelupuk mata. Claire mendekat ke arahnya namun Annariel malah memudurkan langkah. Annariel terlalu takut untuk bersitatap dengan Claire. Ia merasa tidak pantas untuk menatap gadis bermata ungu di hadapannya. Ia juga merasa gagal karena tidak bisa melindungi gadis itu dari bahaya dan malah dia sendiri yang masuk dalam jurang bahaya.

Sedangkan Claire tengah berusaha menahan air matanya dengan mati-matian. Tangannya terkepal kuat. Ia tidak tahan kala obsidian biru itu tidak menatapnya. Claire sangat kalut. Ia tidak mau kehilangan teman pertama serta orang yang ia anggap keluarga. Walau sikap Annariel yang cenderung menyebalkan, tetap saja tidak mengubah rasa empati dan simpati yang berkumpul dalam jiwa gadis di hadapannya. Claire menatap seberapa lelahnya wajah Annariel.

"An.."

Claire membulatkan tekad. Ia mendekati sang gadis dengan wajah sendu. Musim dingin yang melekat kini terlepas begitu saja berganti dengan musim gugur. Temperatur aman dengan setitik cahaya di sana. Annariel masih menunduk. Claire menyisakan jarak cukup jauh di antara mereka.

Second ChanceWhere stories live. Discover now