09

5.2K 450 11
                                    

Pernikahan mereka dilaksanakan sangat tertutup. Ini adalah kemauan Bright. Yang hadir hanya keluarga serta teman dekat mereka. Bahkan Nevvy tidak tau perihal pernikahan ini.

Selama dalam perjalan menuju kediaman mereka berdua tidak ada satupun yang berbicara. Hanya terdengar suara nafas Bright yang seperti menahan amarah yang luar biasa. Dan Win hanya bisa menunduk.

Sampailah di kediaman mereka berdua. Rumah minimalis, bercat putih, dan juga terdapat taman bunga yang sangat indah. Bright membuka pintu mobilnya dan langsung menutupnya dengan kencang membuat Win yang masih berada di dalam tersentak kaget.

Win menutup matanya saat suara dentuman keras itu masuk ke telinganya.

Pintu rumah terbuka. Belum sempat Win menutupnya suara Bright tiba-tiba terdengar "bisakah kau menghilang dari hadapanku saat ini? Aku muak"

Win terdiam. Hatinya sakit mendengar kalimat Bright yang ia ucapkan untuknya. Belum genap sehari Bright sudah muak melihatnya. Bagaimana hari-hari selanjutnya?

Setelah Bright mengucapkan kalimat itu, ia langsung pergi meninggalkan Win yang berdiri mematung di depan pintu rumahnya. Genggaman Win yang berada di ganggang pintu menguat, menyalurkan rasa sakit hatinya yang ia terima oleh Bright di hari pertama pernikahan mereka.

Pintu rumahnya pun ia tutup dan melangkah menuju kamarnya. Belum sampai kakinya berada di anak tangga, Bright yang berada di atas sana tiba-tiba bersuara "kau tidur di kamar sebelah. Aku tidak mau berada sekamar denganmu. Kau dengar itu?"

Win yang berada di bawah hanya diam menanggapi kalimat Bright barusan. Setelah melihat Bright masuk ke kamarnya, iapun melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga di hadapannya.

Sesampainya di lantai dua, Win langsung menuju ke kamarnya yang berada di samping kamar Bright.

***

Hari menjelang malam, Win segera turun dari kamarnya untuk menyediakan makan malam untuk mereka berdua.

Sejam kemudian makanan yang Win masak telah di tata rapi di meja makan. Ia melihat jam yang berada di ruang tengah sudah menunjukkan pukul 6 lewat 40 menit. Sebelum melangkah untuk mengambil piring yang berada di pantry, Win mengalihkan pandangannya ke arah Bright yang tengah menutup pintu kamarnya.

Bright menuruni anak tangga tanpa menghiraukan Win yang berdiri mematung di depan meja makan. Terlihat sangat rapi dengan setelan jeans serta kemeja hitam nampak sangat pas pada tubuhnya.

"p..phi Bright" panggilnya terbata-bata.

Bright tidak merespon. Panggilan Win seperti angin lalu.

Win menghela nafas melihat Bright yang pergi tanpa melihatnya sedikitpun.

Apa phi Bright begitu membenciku?

***
Bright sedang menunggu seseorang keluar dari pintu kedatangan. Hampir 30 menit Bright berdiri menunggu orang itu keluar akhirnya yang di tunggu-tunggu menampilkan batang hidungnya. Orang itu melambaikan tangan ke arah Bright.

"yo bro. Long time no see. Ku dengar-dengar kau sudah menikah" ucap laki-laki itu sambil merangkul leher Bright.

"bisakah kau tidak membahas soal itu Gun"

Pria itu adalah Gun. Sahabat Bright semasa SMA bahkan mereka satu kampus saat kuliah. Akan tetapi Gun setelah lulus kuliah melanjutkan study-nya ke Amerika.

"sepertinya istrimu bukan tipe idaman mu yah?" godanya

"berhentilah mengoceh. Masukkan cepat kopermu itu" perintah Bright.

***
"jadi kau dijodohkan sama anak Tian Opas Iamkajorn?" tanya Gun yang kini tengah menyantap makan malamnya.

Bright mengangguk

Gun hanya ber-Oh ria. Bright melihat reaksi sahabatnya itu memicingkan matanya hingga Gun yang ditatap merasa aneh. Apa ada yang salah?

"kenapa kau menatapku seperti itu?"

"apa tidak ada reaksi lain selain oh bodoh mu itu?"

"kau ingin aku bereaksi seperti apa? Kau ingin aku salto, kayang, roll depan, atau roll belakang?" tanya Gun santai.

"aku serius Gun"

"aku juga serius bapak Bright Vachirawit Chivaaree yang terhormat. Aku rasa aku tidak perlu beraksi lebih saat mengetahuimu menikah dengan anak keluarga Opas"

"kau taukan anak paman Tian. Dia.." belum sempat Bright melanjutkan bicaranya, Gun terlebih dulu memotongnya

"seorang pria. Aku tau itu. Terus ada yang salah?" jawabnya santai

"kau tau aku ini straight. Aku bukan gay. Kau sama saja ibuku tidak mendukungku"

"Bright dengar, menurutku rasa cinta itu tidak memandang gender. Cinta itu perasaan. Perasaan yang kau rasakan dari hatimu sendiri. Jangan pernah kau berfikir jika kau menikah dengan sejenis kau sudah mengklaim dirimu sebagai gay" jelasnya

"tapi aku tidak mencintainya dan tidak akan pernah mencintainya"

"kita tidak tau masa depan nanti. Hari ini kau mengatakannya tidak mencintainya tapi ingat seiring berjalannya waktu kau akan mencintainya. Aku menjamin itu"

"namanya Win Metawin kan?" lanjut Gun. Bright hanya berdehem menanggapi pertanyaan Gun.

Setelah mereka makan malam, Bright mengantar sahabatnya itu pulang beristirahat ke apartemennya. Dalam perjalanan Gun tidak henti-hentinya mengoceh tidak jelas membuat kepala Bright rasanya ingin pecah.

Jiwa mereka bagaikan bumi dan langin. Satu dengan kepribadian kaku, cuek, bahkan sangat dingin mengalahkan dinginnya kutub utara. Yang satunya dengan kepribadian yang sungguh absurd, cerewet, aneh bin ajaib. Oleh karena perbedaan kepribadian mereka membuat persahabatannya awet sampai sekarang.

Sesampainya di apartemen Gun, Bright ikut turun mengikuti Gun dari belakang sambil membawa kopernya. Gun yang melihat sahabatnya itu mengikutnya dari belakang berhenti seketika

"pulanglah. Aku ingin istirahat. Terima kasih atas jemputannya" jelas Gun yang tengah menekan kode sandi apartemennya.

Bright tidak beranjak dari tempatnya. Saat suara pintu apartemen Gun terbuka ia langsung saja menginjakkan kakinya masuk tanpa meminta izin kepada sang punya.

"hei kau ngapain masuk. Pulanglah aku ingin beristirahat" usir Gun. Bright tidak menanggapi yang ada ia masuk ke dalam kamar sahabatnya itu dan merebahkan dirinya ke tempat tidur.

"aku mau menginap disini. Aku tidak menerima penolakan"

"kau gila. Istrimu sendirian di rumah dan kau tidur di kamarku. Tidak, kau pulanglah"

"ya sudah aku tidur disini, kau tidur di rumahku"


Please, Look at me for just a momentWhere stories live. Discover now