ketemu mantan

84 0 1
                                    

"Ana ...." Terdengar suara perempuan memanggil saat aku hendak keluar gerbang masjid usai tarawih. Aku menoleh, ahh ... Ratna rupanya. Sahabat SD-ku.

"Ada apa?" tanyaku. Aku cukup terkejut. Ratna yang berdiri di hadapanku banyak berubah. Tidak seperti dulu, memiliki tubuh langsing, juga wajah yang cantik. Tapi kini, selain tubuhnya gemuk, wajahnya pun kusam. Apakah ini namanya bukti kebahagiaan setelah menikah?

"Ke mana aja? Sombong sekarang nggak pernah main?" tanyanya menyadarkan lamunanku. Memang, selain jarang datang berkunjung ke rumahnya, aku pun tidak menghadiri pernikahannya. Buat apa? Hanya menambah luka!

Seperti biasa, pertanyaan seperti itu selalu terarah padaku jika berada di di kampung. Pasalnya aku termasuk orang yang jarang betah di rumah. Lebih senang bekerja merantau.

"Iya ... aku di rumah aja. Nggak ke mana-mana." Aku berusaha mengulum senyum di hadapannya.

"Besok ke rumah, ya. Anakku ulang tahun. Ibu juga kangen sama kamu!" serunya dengan wajah berbinar. Yah bagaimana tidak, kami sudah berteman sejak masuk sekolah dasar. Jika dulu aku sering datang ke rumahnya meski sekadar numpang nonton televisi, atau belajar bersama. Namun, sejak aku menikah hingga kini sendiri lagi, hampir tidak pernah bertegur sapa. Yah, bisa dibilang empat tahun tidak ada obrolan yang terjadi. Dan kini, ia sudah sibuk dengan kehidupannya mengurusi seorang anak.

"Insya Allah," ucapku. Kami pun pulang ke rumah masing-masing setelah aku mengucap janji akan menghadiri pesta ulang tahun anaknya.

**

Aku menggeliat menatap jam di dinding. Pukul sepuluh pagi. Ratna bilang jika pesta ulang tahun anaknya akan dimulai setelah Asar sampai waktu berbuka puasa tiba. Jadi aku bisa ada kesempatan untuk membelikan kado.

Rumah temanku banyak perubahan. Jika dulu sederhana, kini sudah berubah mewah padahal ayahnya bekerja sebagai ojek pangkalan.

"Eh tamu istimewa udah datang!" serunya dengan binar bahagia menyambut kedatanganku.

"Mana, Alif?" tanyaku sambil menyerahkan kado padanya. Ratna tersenyum dan mempersilakan aku masuk.

Ruang tamu tampak ramai dengan banyaknya tamu yang didominasi anak kecil. Di depan kue ulang tahun tampak seorang lelaki bertubuh tambun menggendong seorang anak kecil. Aku bisa menebak jika anak kecil yang ada dalam gendongan lelaki itu anak Ratna, karena wajahnya memiliki kemiripan, dan lelaki yang mengenakan kemeja merah adalah suaminya. Ahh ... lelaki itu tidak banyak berubah memang. Desir rindu menyerang dada. Membuatnya kembali berdebar.

"Alif ... sini Tante gendong!" seruku tanpa canggung dan mengambil Alif dari gendongan lelaki itu. Tanpa mengelak, bocah kecil itu menurut dan tidak rewel saat kugendong.

"Kok anteng, ya. Biasanya anakku suka rewel dan nolak kalo digendong sama orang yang baru dikenal!" seru Ratna dan memandang heran.

"Masa, sih?" tanyaku heran. Ratna mengangguk. Dia pun mempersilakan aku duduk dengan Alif di pangkuan, tak lama ibu Ratna mendekat. Aku meraih tangannya dan menciumnya ta'zim. Wanita berusia enam puluh tahun itu menyerbuku dengan berbagai pertanyaan. Terutama dengan perihal rumah tanggaku yang berakhir di meja perceraian.

Tak banyak kata yang bisa aku rangkai untuk menjawab semua pertanyaan. Setiap pertanyaan hanya dijawab dengan oh, ya, dan sekadar senyuman. Lelah.

Suamimu di Atas Ranjangku (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now