Two!

993 87 10
                                    

"Regina, maaf." Aku mengguncang tubuh Regina. Regina ngambek karena aku telah merusak dress-nya. Aku masih bingung bagaimana dress itu bisa robek, mungkin saat aku keserempet motor kemarin. He. He.

"Karena kau telah merusak dress itu. Kita terpaksa harus ke mall!" Teriak Regina marah bercampur excited. Wajah ngambeknya sudah hilang ketika mengucapkan kata 'mall'.

"Baiklah, terserah kau saja." Aku memutar bola mataku lalu kembali fokus pada pelajaran Mr. Sean, fisika. Aku bukan orang yang suka belanja, tapi aku suka belanja buku. Tunggu dulu, aku bukan nerd seperti yang kalian pikir, aku bukan membeli buku pelajaran melainkan buku genre humor favorit-ku.

"Naya, aku tidak mengerti soal nomor 7." Ucap Bradley sambil nengok ke belakang. Betapa sialnya aku harus duduk di belakang Bradley karena telat.

"Kau bisa tanya Regina, dia pintar." Aku tidak mengalihkan pandanganku dari buku, aku malas melihat wajah Bradley. Regina menatapku jengkel, Regina sama denganku, bodoh dalam fisika.

"Tidak usah, aku sudah mengerti." Bradley kembali duduk ke posisi semula.

"Sialan." Umpat Regina sambil meremas buku fisikanya. Aku hanya terkekeh dan kembali fokus ke pelajaran, mungkin Naya sedang rajin.

-

"Konser itu berapa hari lagi?" Tanyaku memecah keheningan didalam taxi. Aku dan Regina dalam perjalanan ke mall, seperti permintaan Regina.

"3 hari lagi. Astaga, aku tidak sabar." Regina mengacak rambutnya sendiri. Aku ikut mengacak rambutnya dengan gemas.

"Aku juga tidak sabar." Ucapku pelan sambil memainkan rambut Regina.

"Huh? Benarkah? Apa yang membuatmu tidak sabar? Ingin bertemu Luke? Calum? Ashton? Jangan bilang kalau Michael." Regina menanyaiku dengan bertubi-tubi kata.

"Aku hanya ingin melihat kemampuan mereka." Balasku sambil mengangkat kedua alisku naik-turun.

"Mereka hebat. Titik." Regina melotot kepadaku. Aku tertawa melihat wajahnya.

"Kita sudah sampai." Supir taxi itu memberhentikan taxi-nya.

-

"Tidak, aku tidak mau, Rey." Aku menolak kemauan Regina yaitu memakai dress super ketat berwarna kuning itu. Regina mengerucutkan bibirnya sambil terus mencari dress yang cocok. Aku duduk melihati Regina yang sedang fokus dengan dress yang ada dipandangannya.

"Naya, ini bagus, kan?" Regina mengangkat dress bermotif bunga berwarna hitam dan putih, terkesan anggun. Aku mengangguk lalu mendekatinya.

"Sudah, ini saja. Aku bete lama-lama disini. Mending kita ke McD." Aku menarik tangan Regina menuju kasir. Regina lagi-lagi cemberut karena aku merusak jam belanjanya. Setelah membayar, kami pun berjalan ke McD karena perutku yang sudah berteriak minta makan.

"Yang ada dipikiranku hanya Michael." Ucap Regina sambil menyeruput orange juice-nya.

"Yang ada dipikiranku hanyalah burger." Aku mencium burger yang sedang kumakan. Regina tersenyum masam. Aku malah asik makan.

"Pantas wajahmu seperti burger." Ledek Regina kepadaku. Aku melempar satu kentang goreng ke wajahnya. Dia malah tertawa lalu memakan kentang itu.

"Apa yang akan kau lakukan setelah bertemu Michael?" Tanyaku, mata Regina membulat. Aku ikut membulatkan mataku, mengikuti ekspresinya yang konyol itu.

"Aku akan sekarat." Jawabnya sambil menutup wajahnya. Dia ini. Aku melempar kentang goreng lagi ke rambutnya. Dan lagi-lagi dia memakannya.

"Apa yang kau lakukan jika Michael sudah punya pacar?" Kali ini, mata Regina sangat-sangat bulat. Dia menatapku dengan tajam, lalu mukanya berubah menjadi merengek.

"Aku akan mati." Ucapnya sambil merengek. Aku tertawa sambil meminum coca-cola milikku. Sialan, aku tersedak.

"Haha! Makanya kau jangan bermain-main denganku." Teriak Regina sambil bergoyang-goyang seperti orang gila. Semua orang di McD tertuju ke arahnya. Regina langsung diam. Aku dan dia terkekeh malu. Aku pun kembali makan diganggu oleh tangan Regina yang terus memotek burgerku.

-

"Naya! Ini temanmu datang!" Terdengar suara Mom yang berteriak. Aku langsung bangun dari kasurku, pasti Regina.

"Re---"

"Hai Naya." Ucap orang yang berdiri di depan pintu itu memotong ucapanku.

"Bradley, what are you doing?" Aku menatapnya malas. Sangat malas.

"Aku hanya lewat, lalu melihat ibu-mu. Dan dalam detik itu, aku ingat denganmu dan ingin bertemu denganmu." Bradley menjelaskan sambil nyengir-nyengir seperti orang jatuh cinta. Aku menarik nafas panjang. Apa hari ini bisa lebih buruk lagi?

"Baiklah, kau sudah melihatku. Kau bisa pulang sekarang." Aku memegang gagang pintu, bersiap untuk membanting pintu itu.

"Yaaah, ayolah berjalan-jalan denganku." Bradley memohon-mohon.

"Tidak bisa, aku harus membantu Mom." Aku menolak. Aku tidak akan mau menemaninya berjalan-jalan.

"Mom baik-baik saja, kau boleh pergi." Teriak Mom dari dapur. Sialan... Kenapa dia memihak Bradley dibanding anaknya sendiri?

"Yes, ayo!" Bradley menarik tanganku dan aku tidak sempat menghindar dari tangannya.

"Aku akan mengajakmu ke tempat yang menyenangkan." Ucapnya sambil tersenyum lebar. Aku hanya mengangguk.

~~~~~

Hey!

Absurd? Banget.
Pendek gasih? Pendek ya?
Cie Naya, cie Bradley
Next chapter, Bradley-Naya moment hwhw

Vote yaaa! Comment juga~

fans ➸ lrh [completed]Where stories live. Discover now