Raul

1.1K 125 15
                                    

Sekarang pukul setengah sepuluh malam. Cahaya masuk ke kamarnya untuk belajar setelah menghampiri ayahnya untuk meminta pendapat tentang tawaran Guntur dan berbincang ringan sebentar.

Ditemani lagu-lagu milik One Ok Rock yang mengalun dari ponselnya, Cahaya membuka buku LKS sejarahnya. Membaca soal-soal yang sudah ia isi. Sambil membaca dalam hati, mulutnya bergerak mengikuti lirik lagu dari ponselnya. Senyum Cahaya mengembang mendengar suara vokalis band One Ok Rock itu—Taka. Entah kenapa mendengar suaranya, dapat membuat Cahaya senyum-senyum sendiri. 

Selain suara Taka, suara yang dapat membuat Cahaya tersenyum adalah suara Guntur. Senyum Cahaya kian lebar saat mengingat Guntur menyanyikan lagu yang direkam oleh cowok itu lalu dikirimkan padanya. Saking sukanya, Cahaya sampai mengulang-ulang lagu itu berkali-kali. 

Cahaya suka suaranya walaupun tidak merdu-merdu amat. Cahaya suka—

Ah, sial! Kenapa sekarang ia malah memikirkan Guntur?! Lupakan! lupakan! 

Cahaya memukul-mukul kepalanya, mengusir sosok Guntur yang hadir di sana. Cahaya mengeraskan volume ponselnya. Suara Taka semakin keras memenuhi indra pendengarannya. Ia melanjutkan bacaannya yang tertunda. Berhasil. Ia berhasil mengusir bayangan Guntur di kepalanya.

Sedang asik membaca sambil mendendangkan lagu, tiba-tiba lagu dari ponselnya mati. Cahaya terlonjak kaget. Ia menoleh ke samping—di mana ponsel itu berada, dan menemukan ayahnya yang tengah memandangnya dengan raut kesal.

"Apaan, Yah?"

"Kamu Ayah panggilin nggak nyaut-nyaut."

"Oh, nggak denger. Emang ada apaan?"

"Ada Guntur di depan."

"Ha?"

"Ada Guntur di depan," ulang ayahnya.

Kening Cahaya mengerut. Ada apa gerangan cowok itu kemari? 

Bahu Cahaya didorong oleh ayahnya. Pria itu menyuruh Cahaya cepat menghampiri Guntur. Cahaya menurut. Ia bangkit, lalu melangkahkan kakinya menuju ruang tamu.

Guntur duduk di sofa, ia melihat ke pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang tengah. Tatapannya langsung berserobok dengan Cahaya yang keluar dari sana. 

Cowok berseragam basket itu tersenyum dan melambaikan tangannya. "Hei," sapanya.

"Hei juga," balas Cahaya, tak lupa tersenyum dan melambaikan tangannya. "Ada apa, Tur? Malem-malem begini," lanjutnya.

Guntur tertawa. "Abis main basket, kebetulan ngelewatin rumah kamu. Jadi sekalian aja. Gimana tawaran aku, kamu terima nggak?"

"Terima," jawab Cahaya sambil mengangguk.

Mata Guntur berbinar senang. "Seriusan?" tanyanya memastikan dan Cahaya mengangguk mantap.

"Yes! Makasih ya, Ca!"

"Sama-sama, Tur."

"Oh iya, Ca. Karena mau ulangan tengah semester, semua ekskul kan diliburkan, termasuk basket. Jadi, kamu mulai  berperan aktif sebagai manajernya setelah ulangan selesai, ya."

"Oke siap." Cahaya membentuk sikap hormat yang dibalas acungan jempol oleh Guntur.

Mereka sama-sama tersenyum. Cahaya dapat melihat kegembiraan dan kegelaan di wajah tampan Guntur. Cahaya menundukkan kepalanya, tak ingin lama-lama menatap senyum Guntur yang menawan. 

"Ca, kalo gitu aku pulang, ya. Udah malem juga," pamit Guntur.

Cahaya mendongakkan kepalanya padanya lalu mengangguk. 

Setelah Patah Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang