Lovasket

87 8 0
                                    

Pertandingan basket antara SMA Fanua dengan SMA Bintang Purnama adalah lusa. Sore ini adalah hari terakhir anak-anak basket yang akan bertanding latihan. Besok mereka harus istirahat untuk mempersiapkan diri di hari-H.

Sebagai manajer, Cahaya tentu saja mendampingi tim latihan. Cahaya menonton mereka latihan di tempat biasa ia menonton, didampingi sekardus air mineral dan beberapa tisu. Ia juga sambil mencatat apa saja yang harus ia periksa di lapangan sebelum hari pertandingan.

Sekolah mereka adalah tuan rumahnya. Maka lapangan yang akan jadi arena bertanding tidak boleh ada kekurangan atau kerusakan baik di ring basketnya atau di bola basketnya sendiri. Tadi sebelum anak-anak mulai latihan, Cahaya sudah memeriksa bola basket mereka. Aman, tidak ada yang cacat. Untuk ring, Cahaya belum memeriksa secara langsung. Namun, pembina ekskul basket mereka berkata padanya bahwa untuk bagian lapangan termasuk ring basket tidak ada kerusakan.

Cahaya yakin semuanya aman. Apa yang tim perlukan darinya sudah ia persiapkan. Semoga tim basket sekolahnya menang di pertandingan lusa.

Cahaya mengamati orang-orang yang sedang berlatih dengan serius di lapangan. Tatapannya jatuh pada Raul yang sedang serius mengamati bola basket yang akhirnya sampai padanya. Cowok itu, juga Guntur adalah pemain cadangan, tetapi mereka tetap berlatih setiap anak-anak basket latihan.

Akhirnya latihan yang cukup melelahkan itu selesai. Tim diperbolehkan pulang setelah pelatih mereka memberikan nasihat dan peringatan terkait pertandingan lusa. Pak Ragil, pelatih tim basket mengatakan bahwa kondisi lapangan bisa dikatakan aman, jadi Cahaya bisa fokus mempersiapkan yang lain. Mungkin memperingatkan anggota tim untuk menjaga kesehatan supaya kondisi badan baik ketika bertanding.

Anak-anak basket beserta pelatih pulang, hanya satu yang tinggal di lapangan bersama Cahaya. Siapa lagi kalau bukan Raul.

"Semangat, semangat!" Tiba-tiba Raul berseru sambil bertepuk tangan. Mengagetkan Cahaya yang sedang mengetik sesuatu di ponselnya.

"Hem, hem." Raul tersenyum lebar pada Cahaya yang menyipitkan matanya. Diangkatnya bola basket di dekat kakinya. "Lagi ngetik apa, Ca? Serius banget keliatannya."

"Eeem, apa-apa yang perlu aku siapin pas pertandingan."

"Nggak beda jauh kok kayak pas latihan. Masa nggak sadar? Kamu cuma perlu ngerekam pertandingannya. Kita punya tripod sama kamera, kamu cuma perlu mastiin kameranya ngerekam dengan baik dari awal sampe selesai pertandingan. Ya, kan? Sisanya ya kayak biasa. Siapin minum, dan lain-lain." Raul melempar bola basket di tangannya ke ring setelah selesai mengatakan itu semua.

Cahaya mengangguk-angguk. Benar apa yang dikatakan Raul. "Bener, bener."

"Sekarang, sini, ikut aku main basket," ajak Raul.

"Nggak, ah."

"Sini, Ca. Gimana sih, masa sampe saat ini kamu masih jadi penonton aja. Minimal bisa lah main basket dikit-dikit."

"Ya, biarin."

Raul mengangkat bola basketnya ke atas kepala dan melakukan gerakan seolah akan melempar bola itu ke arah Cahaya. Ia tertawa saat Cahaya berteriak karena mengira betulan akan dilempar.

"Ya, kali aku sejahat itu sama cewek kesayanganku." Raul mengatakan itu pada Cahaya yang wajahnya memerah karena panik. Kini wajah Cahaya semakin merah karena mendengar Raul berkata 'kesayanganku'.

"Udah, sana kamu main sendiri aja!" kata Cahaya dengan nada pura-pura jutek. Aslinya ia deg-degan karena perkataan Raul tadi.

Raul, bukannya menuruti perkataan Cahaya, ia malah duduk di hadapan cewek itu sambil memeluk bola basketnya. Ditatapnya Cahaya dengan senyum tersungging di bibir. Yang ditatap malah buang muka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Setelah Patah Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang