25

5.1K 227 34
                                    

Alena yang mendengar suara lembut dari seberang seketika mulai merasa tenang, air matanya yang jatuh perlahan sedikit surut dan tidak jatuh banyak seperti tadi. Alena berjalan ke jendela dan memandang halaman yang ditumbuhi berbagai macam bunga.

Bahkan ada beberapa bunga yang tidak ia sukai tumbuh di sana, semua bunga diperintahkan ditanam oleh suaminya dan Alena hanya akan menikmati pemandangan itu ketika ia bosan atau mengalami masalah saja.

"Tolong aku selidiki kematian anakku beberapa tahun lalu, Kak! Apakah memang ia dikubur di sana atau ada skema lain di dalam semua ini." Alena akhirnya berbicara setelah lama diam.

Di telepon juga tidak ada suara yang menyahuti, seolah diam adalah sebuah hal wajar dan patut dilakukan.

"Kenapa baru sekarang Alena? Kenapa baru sekarang kau menaruh curiga? Apa sebegitu besar cinta dan kepercayaan yang kau berikan padanya hingga masalah anakmu kau juga tidak bertanya padanya."

Pertanyaan panjang dari orang di seberang membuat Alena terdiam, apa yang dikatakan oleh pria itu berputar-putar di dalam kepalanya.

Apakah salah kalau dia percaya? Apakah salah dia menuruti dan mendengarkan apa yang dikatakan suaminya? Satu demi satu peristiwa masa lalu memasuki otaknya hingga Alena terduduk lemas.

Jelas sudah inti dari pertanyaan pria di seberang adalah kebenaran yang ingin ia cari jawabannya. Alena menangis dengan suara teredam dan hanya menyisakan isakkan lembut ke luar dari bibirnya.

"Dari awal Kakak sudah curiga padanya akan tetapi kau menghalangi kami, mencegah kami untuk mencari tahu tentang apa yang terjadi. Beruntung Erfan menemukan putrimu tanpa sengaja dan akhirnya mencurigai identitas gadis itu hingga melakukan penyelidikan mendalam."

"Alena, putrimu meski dibesarkan dengan kasih sayang oleh wanita itu dia hidup dengan kemiskinan. Dia hidup dengan penderitaan dan dia dilecehkan baru-baru ini. Suamimu, pria yang kau beri kepercayaan memberikan putri kalian pada wanita yang ia cintai, wanita yang sudah ia cap sebagai ibu dari anak-anaknya di masa depan."

"Banyak cara yang kami lakukan agar kami bisa melepaskan putrimu dari penderitaan yang dialaminya hingga takdir membantu kami dan akhirnya kami bisa menuntun dirinya bertemu Renata di jalan itu. Kau pikir apa ini kebetulan? Tidak Alena, kami yang mengatur ini semua agar dia bisa bertemu Renata dan berjumpa denganmu."

Pria itu berbicara panjang lebar, dia hanya ingin membuka mata Alena walau hal ini menyakitkan tapi sebuah pengkhianatan adalah pengkhianatan.

Alena di sisi lain tidak kuasa mendengar lagi, ponsel yang tadinya berada didekat telinga telah jatuh ke lantai dan Alena berlari kencang ke arah Alena ditempatkan. Renata yang masih berada di dalam ruangan terkejut bukan main saat melihat kedatangan Alena yang terburu-buru.

"Kak kenapa?" Dengan heran Renata bertanya sembari berdiri dari posisi duduknya.

Alena tidak menjawab apa yang ditanyakan Renata sebagai gantinya Alena mendekat ke arah Angela dan membelai pipi itu dengan penuh kasih sayang dan cinta. Putri yang ia pikir sudah meninggal, putri yang ia rindukan siang dan malam ternyata masih hidup dan malah menjalani hari-hari suram.

Alena menangis terisak-isak kala memikirkan pengkhianatan dan kebohongan demi kebohongan yang dilakukan suaminya hanya demi kekasih hatinya yang ia putuskan. Alena terduduk di lantai dengan tangan memegang erat Angela penuh kasih sayang.

Setelah lama menangis Alena berdiri kembali, ia mencium kening dan pipi Angela sebelum pergi kembali seolah ia tidak melihat keberadaan Renata di  ruang itu. Alena kembali berjalan ke kamarnya dan ingin menghubungi anak laki-lakinya yang selama ini juga mulai menaruh curiga.

"Albert, kau benar Sayang! Adikmu memang masih hidup. Adikmu di rumah kita sekarang dalam keadaan sakit dan trauma. Ayahmu berbohong pada Ibu, dia membohongi Ibu demi kekasihnya."

Tangis Alena semakin pecah saat mengingat penderitaan yang ia lewati selama bertahun-tahun ini hanya untuk membahagiakan orang lain. Alena menderita kehancuran dan hatinya terluka begitu dalam.

"Tunggu sebentar, Bu!" Albert berbisik.

Terdengar suara meminta izin dan langkah kaki seolah berjalan menuju suatu tempat sebelum kemudian suara Albert kembali terdengar.

"Apa yang terjadi dengannya, Bu! Apakah dia baik-baik saja?" Albert bertanya dengan nada khawatir yang kentara.

Alena menceritakan apa yang terjadi hari ini secara mendetail pada Albert hingga apa yang dikatakan oleh pamannya. Di seberang Albert terdengar geram dan marah, suara gigi yang saling bertabrakan akibat rasa marah sering terdengar sebelum helaan nafas untuk mencoba menenangkan diri juga mengikuti setelahnya.

"Ibu tunggu di rumah sebentar ya, aku akan pulang dan membawa Ibu serta adikku pergi dari rumah sialan itu." Albert benar-benar sudah tidak tahan lagi.

Brother I Hate YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora