81. Ranti (6 Bulan Lalu)

79 20 3
                                    

Melihatnya lagi setelah sebulan tidak bertemu rasanya aneh. Meski aku berhasil melemparkan senyum padanya, sebenarnya di dalam benakku ada rasa aneh yang menjalar. Apalagi saat ia membalas senyumku. Jantungku mendadak berdegup kencang seperti ingin mengajakku berlari menghampirinya. Aku langsung bisa mengenali sosoknya yang gagah dari jauh. Postur tubuhnya yang jangkung dan penampilan luar biasanya setiap kali memakai jas membuatku mudah mengenalinya. Ia kini berdiri tegap sambil menatapku. Mata biru gelapnya memancarkan gelombang aneh yang membuatku sedikit merinding saat mencoba balas menatap wajah tampannya.

Devon Regner.

Aku tidak pernah lupa saat pertama kali aku bertemu dengannya. Sikapnya yang kekanak-kanakan di balik auranya yang angkuh dan narsis membuatku merasa harus mencurahkan segala perhatianku padanya. Setiap kali ia berulah, di saat bersamaan aku merasakan jiwanya yang kesepian sehingga aku hanya bisa bersabar menghadapinya. Sikapnya yang seringkali sembrono dan semaunya sendiri membuatku tidak berhenti menguatirkannya. Ditambah lagi sikap Ibuk yang sangat menyayanginya membuatku tidak bisa berkutik saat ia tiba-tiba datang berkunjung di hari liburnya bekerja demi untuk menghabiskan waktu bersama Ibuk dan tentu saja pada akhirnya denganku juga karena aku harus menemani Ibuk. Kadang mereka memasak bersama, kadang pergi piknik ke kebun raya yang sepi karena orang-orang lebih suka pergi berbelanja ke mall. Setiap kali aku menegur Devon karena terlalu sering datang ke rumahku, Ibuk ganti menegurku karena merasa kedatangan Devon sama sekali tidak membuat beliau keberatan. Sebaliknya beliau malah merasa senang karena rumah jadi lebih ramai dan beliau jadi seperti punya anak laki-laki.

Maka aku pun menyerah. Hari liburku beberapa bulan belakangan malah seperti bukan hari libur karena aku masih harus bertemu dengan Devon yang sering tiba-tiba datang. Meski ia lebih sering mengobrol dengan Ibuk, tak jarang aku terpaksa harus meladeninya juga mengobrol. Saat makan siang atau makan malam, aku juga yang terpaksa harus meladeninya karena Ibuk begitu fokus menatapku dengan penuh arti jika aku membiarkan Devon mengambil makanan atau minumannya sendiri.

Sikap Devon yang kian overprotective padaku akhir-akhir ini membuatku merasa cemas. Sebenarnya ia tidak selalu begitu, tetapi saat aku dan dia berada di lokasi yang sama dengan Brendan, maka ia berubah seperti singa jantan yang tidak mengijinkan siapapun masuk ke wilayah kekuasaannya. Brendan dianggap seperti singa jantan lain yang ingin merebut kekuasaan darinya.

Sejak kecelakaan Brendan jatuh dari kuda tiga bulan yang lalu, aku merasa berada dalam dua pilihan yang sangat berat karena harus memilih antara Devon dan Brendan. Brendan mengalami retak tulang yang cukup serius di rusuk kanan, patah tulang tangan kanan, dan kaki kanannya sehingga praktis ia membutuhkan seseorang untuk mengurusnya. Ketidakmampuannya mengurus diri sendiri membuatnya mengalami mental breakdown yang serius sehingga ia mulai berhenti bicara, berhenti makan, dan terus menolak bantuan orang lain karena mengalami shock, ditambah lagi wakil agensi Brendan yang sampai berlutut memohon padaku untuk membantu memulihkan mental Brendan, akhirnya aku turun tangan mencoba membujuk Brendan agar kembali bersemangat untuk sembuh.

Aku sendiri tidak menduga karena sebenarnya aku cukup pesimis apakah kehadiranku akan membuat sebuah kemajuan terhadap kondisi Brendan. Tetapi Alhamdulillah dengan ijin Allah aku berhasil mengajak Brendan untuk kembali bersemangat. Tetapi di lain pihak, hal itu membuat Brendan menjadi sangat bergantung padaku. Hal itu berarti berdampak pada keseharianku bersama Devon.

Aku tidak bisa melupakan saat untuk kali pertama aku dan Devon menjenguk Brendan di Rumah Sakit. Brendan seperti orang yang berbeda. Tidak ada lagi senyuman hangatnya yang secerah matahari. Sorot mata ramahnya kini menatap kosong tanpa jiwa. Brendan mogok bicara dan hanya diam menatap langit.

Aku dan Devon melihat sendiri salah satu Tante dari Brendan sekuat tenaga berusaha sabar membujuk Brendan agar mau makan tetapi semua usahanya sia-sia. Bahkan merespon saat namanya dipanggil saja tidak.

Reading RainbowWhere stories live. Discover now