5. Ranti (2 Tahun Lalu)

115 15 0
                                    

     Rumah mewah dengan desain modern minimalis ala arsitektur Jepang modern terpampang di depanku. Dari penampilan rumah ini aku jadi maklum mengapa Devon Regner mampu membayar dengan harga tinggi untuk orang yang mau menjadi manajernya. Devon rupanya selalu memberikan yang terbaik untuk dirinya. Material bangunan rumah ini semuanya serba yang terbaik. Dan sepertinya Devon adalah fans berat warna putih. Seluruh cat tembok rumah ini berwarna putih. Hal itu semakin memberi kesan luas pada rumah tersebut. Sebuah kolam ikan koi yang luas mulai samping sampai belakang rumah ala taman di Jepang berhasil menarik perhatianku karena mempunyai jembatan bambu di tengahnya. Aku membayangkan pasti seru memberi makan ikan-ikan koi dari atas jembatan bambu itu.

   Aku melangkah menuju teras depan dan memencet tombol bel bulat berwarna putih di dekat pintu depan. Aku mendengar bunyi bel samar-samar. Lalu tidak lama kemudian pintu depan yang tinggi dan nampak berat itu terbuka.

     Sesosok wanita berumur sekitar enam puluh tahunan berwajah ramah muncul. Pakaian daster batik bermotif mega mendung warna biru dan jilbab bermodel simpel berwarna biru muda nampak pas sekali beliau kenakan. Bibirnya tersenyum menghiasi wajahnya yang bulat. Matanya yang berkilat ramah menatapku dengan antusias.

   "Non Ranti, ya?" tanya wanita ramah itu memecah keheningan di antara kami.

   "Iya, benar. Saya ada janji dengan Devon, emm...," tanggapku bingung mau memanggil beliau dengan panggilan apa.

    "Bik Nah. Panggil saja saya Bik Nah, Non." sahut Bik Nah dengan senyum mengembang. Nampak kecantikan masa muda di balik senyum Bik Nah yang ramah. Aku langsung menyukai Bik Nah. Sikapnya terkesan sangat tulus. Keramahannya bukan sekedar basa-basi. Aku yakin beliau memang punya pribadi yang hangat dan bersahabat.

     "Baik, Bik Nah. Apakah Devon ada?" tanyaku tanpa basa-basi.

     "Ada. Lagi di taman belakang. Ayo saya antarkan ke sana, Non." ajak Bik Nah bersemangat. Sepertinya Devon sudah memberitahu beliau bahwa aku adalah manajer barunya.

     Aku mengikuti Bik Nah dengan langkah mantap. Aku harus bersikap percaya diri di depan Devon Regner. Aku tidak mau membuat Devon mengira bisa seenaknya terhadapku seperti yang ia lakukan pada manajer-manajernya terdahulu.

     Sepanjang perjalanan menuju taman belakang, aku terpesona pada interior rumah modern dengan warna dominan putih ini. Ada lemari kaca besar yang berisi aneka piala penghargaan Devon. Lalu ada foto siluet Devon ukuran raksasa di ruang tengah. Hal ini menggambarkan sosok Devon Regner yang narsis. Ada satu lagi lemari kaca besar yang berisi aneka mainan action figure koleksi Devon yang ditata dengan rapi. Semua hal itu memperlihatkan  bahwa Devon memang masih mempunyai sifat kekanak-kanakan yang cukup tinggi. Dan hal ini mungkin yang menjadi penyebab kepribadiannya yang bandel, semaunya sendiri, dan sulit diatur.

     Aku melewati sebuah pintu kaca lebar yang menjadi pembatas antara rumah utama dengan taman belakang yang tak kalah indah dan artistik dengan taman di depan rumah. Rupanya Devon Regner adalah sosok yang mencintai tanaman dan alam. Taman belakang rumahnya sangat indah dan terlihat sangat terawat. Ada bungalow kecil di dekat kolam ikan koi dan aneka tanaman yang ditata dengan artistik menghiasi seluruh pojok pagar pembatas dengan rumah tetangga sebelah. Di bagian tengah taman ada meja panjang dengan beberapa kursi yang sepertinya Devon gunakan saat mengundang tamu untuk melaksanakan barbeque bersama. Tak jauh dari sana ada sebuah kolam renang cukup besar dengan beberapa alat kebugaran terpampang di pinggirnya.

     "Itu, Non. Mas Devon ada di dekat kolam ikan. Langsung ke sana saja, ya? Bik Nah kuatir air di dapur sudah keburu mendidih." ujar Bik Nah sambil melewatiku dengan langkah terburu-buru.

     Aku melongo sendirian beberapa saat setelah Bik Nah meninggalkanku tiba-tiba. Lalu aku menghela napas panjang sebelum melangkah ke arah Devon Regner yang nampaknya sedang asyik memberi makan ikan-ikan koinya. Sampai tidak menyadari kehadiranku.

     Baiklah... Berarti aku harus langsung berhadapan dengan cowok bandel itu langsung tanpa perantara. Pikirku.

     Aku melangkah dengan mantap menuju Devon. Setelah lebih dekat, aku melihat sosok tinggi Devon sedang berdiri membelakangiku. Aku yakin dia mendengar ucapan Bik Nah tadi. Tapi cowok bandel ini rupanya sengaja tidak memalingkan wajahnya padaku. Benar-benar cowok menyebalkan akut.

     "Permisi, Devon." panggilku dengan nada datar. Aku sengaja membuat nada bicaraku tidak terlalu antusias. Meski aku sebenarnya sangat mengharapkan pekerjaan menjadi manajernya. Tetap saja aku tidak ingin menimbulkan kesan bahwa aku sangat mengharapkan pekerjaan itu. Aku tidak ingin Devon menjadi besar kepala dan merasa bisa meremehkan aku.

     "Devon...," panggilku untuk kedua kalinya dengan suara lebih lantang karena tidak ingin suaraku kalah dengan suara percikan air mancur di kolam.

Kali ini Devon bereaksi. Ia mendongak sedikit lalu memutar badannya menghadap ke arahku. Baru kali ini aku berdiri sedemikian dekat dengan Devon. Biasanya aku hanya pernah melihatnya dari jauh saat pernah menjadi asisten sutradara dimana filmnya dibintangi oleh Devon.

"Sudah datang rupanya." ujar Devon dengan suaranya yang sangat enak didengarkan. Berat tetapi jelas dan merdu.

"Ya. Saya selalu berusaha tepat waktu." sahutku berusaha terlihat santai.

Devon tersenyum perlahan. Kemudian angin sepoi meniupkan hembusan ramahnya pada Devon sehingga beberapa helai rambut Devon nampak bergerak mengikuti angin.

Melihat hal itu di depan mataku langsung, seketika itu juga aku langsung kehilangan kata-kata.

Reading RainbowWhere stories live. Discover now