18. Devon (2 Tahun Lalu)

86 15 2
                                    

     Pagi ini cuaca bagus sekali. Beberapa burung pipit nampak terbang dan hinggap di satu dahan pohon ke dahan pohon lain dengan lincah. Sinar matahari tidak terlalu terang, tetapi cukup hangat saat jatuh di kulit. Angin bertiup sepoi-sepoi membuat suasana nyaman.

     Seperti yang sudah aku rencanakan, pagi ini aku sengaja tidak bersiap-siap. Tentu saja hal itu karena aku ingin membuat manajerku kesal. Aku sengaja duduk santai di sofa putih empukku sambil membaca majalah.

     Benar saja. Tak lama kemudian, aku mendengar bunyi bel rumahku dibunyikan.

     Itu pasti Boss.

     Aku yakin itu pasti dia karena Boss sepertinya tipe yang sangat tepat waktu.

     "Pagi, Devon."

     Suara Boss yang menyapaku terdengar cukup ramah. Hmm... Itu di luar dugaanku. Aku pikir Boss bakal mengomel begitu melihatku masih bermalas-malasan.

     "Jadi kelihatannya kamu memang sengaja belum bersiap-siap supaya aku bisa memarahimu?" tanya Boss dengan nada santai dan mengamatiku dengan sorot mata tidak berminat.

     Aku menaruh majalahku di sofa dengan malas. Kali ini aku akan coba menantangnya.

     "Iya. Saya ingin tahu seperti apa cara Boss membuat saya bisa berdiri dari sofa ini," tantangku bandel.

     Boss mendengus tertawa. Ia menertawakan tantanganku yang kupikir bakal membuatnya kehabisan kesabaran. Setelah tertawa sejenak, ia mengambil ponsel dari dalam tas ranselnya dengan santai. Lalu ia memencet beberapa tombol. Rupanya ia menelpon seseorang.

     "Siapa yang Boss telepon?" tanyaku penasaran dengan sikap santai Boss yang menurutku mencurigakan.

     "Pengacaramu. Aku ingin dia bersiap-siap mendampingimu di pengadilan karena jika kali ini kamu mangkir dari acara, kamu bisa dituntut secara hukum," jawab Boss santai.

     WHAT?!

     Aku langsung beranjak berdiri dari sofa dan merebut ponsel dari tangan Boss yang ternyata beneran sedang menelpon pengacaraku. Aku curiga jangan-jangan Boss sudah punya nomor orang-orang penting di sekelilingku yang mungkin bisa membantunya selama menjadi manajerku. Etos kerja cepat dan detail Boss ini mau tidak mau membuatku mengakui bahwa pengalaman dan kemampuan Boss memang luar biasa.

     Aku memutuskan panggilan telpon Boss pada pengacaraku sebelum ia menerimanya. Lalu sambil mendengus kesal, aku menyodorkan kembali ponsel menyebalkan yang diterima oleh Boss dengan ekspresi dan senyum penuh kemenangan.

     Misiku untuk membuat Boss kesal pagi ini telah buyar. Malah hal itu menjadi seperti bumerang yang membuatku kelihatan konyol di depannya. Entah mengapa wanita yang satu ini selalu mempunyai cara untuk membuatku terpaksa harus menurut padanya.

     Menyebalkan.

     Aku akhirnya melangkah dengan ogah-ogahan menuju kamarku untuk berganti pakaian. Lalu tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku menerima panggilan itu karena itu dari mbak Gita yang mengurus kontak kerjaku di agensi.

     "Halo?"

     "Haloooo, Devon sayang. Kamu sedang bersiap-siap ya?" sambut suara cempreng mbak Gita.

     "Iya, gitu deh. Ada apa, mbak?" tanggapku singkat.

     "Ada kabar mencengangkan. Fantastis! Bombastis! Spektakuler! Kamu pasti tahu Oom Baron Suryanaga, kaaaaan?" tanya mbak Gita antusias dan dramatis seperti biasa.

     "Yeah." tanggapku tidak antusias.

     "Kamu tahu, Devon sayang! Barusan tiba-tiba Oom Baron menelpon agensi kita. Dan kamu tahu apa yang dia katakan?" tanya mbak Gita sok misterius.

     "Apa?" tanggapku mulai penasaran.

     "Oom Baron sedang memulai proyek film baru dan ingin kamu ikut casting sebagai pemeran utama! Aaaaaaa! Is it wonderful?!" cerocos mbak Gita heboh.

     Apa?

     Oom Baron kembali membuat film?

     Darahku berdesir karena antusiasme. Film-film karya Oom Baron tidak pernah gagal. Semua selalu sukses menembus pasar internasional. Ide cerita yang unik dan cinematografi yang artistik adalah poin penting dalam semua film karya Oom Baron. Beliau termasuk sutradara yang sangat perfeksionis. Sehingga semua hal berada di bawah kendalinya. Mulai memilih aktor dan aktris, sampai pada pakaian yang dikenakan para pemeran filmnya, semua harus hasil pilihannya. Oom Baron tidak mudah menentukan pemeran film. Beliau bahkan bisa menjalani proses casting berminggu-minggu demi mencari aktor dan aktris yang pas dengan filmnya. Jika kali ini Oom Baron sendiri yang menelpon agensi dan memintaku untuk ikut casting, itu berarti Oom Baron melihatku sebagai salah satu kandidat kuat yang pas untuk film barunya. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Apalagi ini akan menjadi film pertama Oom Baron setelah lima tahun tidak merilis karya karena ingin fokus pada hal lain.

     "Mbak akan memberitahu semua detailnya pada Ranti. Nanti biar Ranti yang mengurus semuanya. Oke, Devon sayang?" sambung mbak Gita dengan suara cempreng khas yang selalu berhasil membuyarkan lamunanku.

     "Oke."

     "Semoga sukses, yaaaa." pamit mbak Gita lalu memutuskan pembicaraan.

     Aku merasa bersemangat. Akhirnya ada film baru yang menarik. Karena selama ini selalu yang datang adalah tawaran main film bergenre horor yang skenarionya aneh. Kadang juga datang tawaran untuk film dengan genre romantis. Tapi skenarionya seringkali terlalu lebay dan tidak realistis. Sehingga aku selalu menolak untuk menjadi salah satu pemerannya.

     Karena mood-ku sedang baik, aku bergegas berganti pakaian lalu segera keluar kamar menuju ruang tengah tempat dimana Boss duduk menunggu.

     Saat aku sampai di ruang tengah, aku mendapati Boss nampak sibuk mencatat sesuatu. Mungkin mbak Gita baru saja selesai menelponnya untuk mengabarkan rencanaku ikut casting film Oom Baron Suryanaga. Ia pasti sibuk mengatur jadwalku agar tidak ada yang terbengkalai. Sinar matahari yang masuk dari arah pintu kaca memberi efek dramatis pada penampilan Boss. Ia nampak seperti sedang tenggelam dalam dunianya sendiri. Kerudung marunnya nampak sangat cocok untuk warna kulit wajahnya yang kuning langsat. Kali ini aku perhatikan Boss kembali tidak memakai make up berlebih. Mungkin style sehari-hari Boss memang begitu. Padahal semua mantan manajerku yang wanita selalu full make up karena tahu bakal sering masuk infotainment dan bertemu banyak wartawan media karena mereka adalah manajer seorang Devon Regner.

     Aku melangkah ke depan Boss dengan santai sambil melihat sebenarnya apa yang sedang Boss catat.

    Melihat bayanganku di dekat kakinya membuat Boss berhenti mencatat lalu mendongak padaku saat tahu aku datang. Ia memeriksa penampilanku sejenak, lalu beranjak berdiri dari duduknya. Ia memasukkan buku catatannya lalu menghampiriku. Tanpa banyak bicara, Boss langsung berdiri di depanku cukup dekat sampai aku bisa mencium aroma bunga dari tubuhnya. Lalu ia meraih krah kemejaku yang rupanya tertekuk karena aku tadi agak buru-buru.

     Anehnya aku diam saja dan membiarkan Boss menyempurnakan penampilanku.

     Boss merapikan krahku tanpa canggung. Nampaknya ia dulu juga sering melakukannya saat menjadi manajer artis lain. Dalam posisi ini aku akhirnya bisa mengamati wajah Boss dari dekat.

     Ternyata Boss sebenarnya mempunyai wajah yang cukup menarik. Menurutku matanya yang berkilat cerdas adalah daya tarik utama pada wajahnya. Kulit wajahnya juga terawat. Aku melihat ada tahi lalat kecil di bawah mata kirinya yang menurutku menambah kesan manis pada wajah khas wanita Jawa miliknya. Bulu matanya juga tebal dan lentik meski tidak memakai maskara.

    "Oke. Ayo berangkat." ujar Boss acuh tak acuh setelah selesai merapikan krah bajuku. Ia langsung balik badan dan melangkah menuju ke pintu depan tanpa menungguku seperti biasanya.

     Aku berdiri terpaku di tempatku. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa jantungku berdetak lebih cepat.

Reading RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang