| 8 | Tak bernilai ◡̈

72 31 11
                                    

Happy reading guys'-'

°°°



"Fisikku sakit, hatiku terluka dan semua perjuanganku tak ada artinya."



°°°


Dengan senyum mengembang yang tak kunjung pudar, Rossa membawa berbagai belanjaannya tadi siang dari bagasi mobil, di bantu dengan supir nya.

Rossa merasa bahagia karena selain dapat berbelanja ria, ia juga merasa sangat senang karena Ayahnya sejak 2 hari yang lalu pergi untuk bekerja diluar kota, yang katanya akan memakan waktu 1 Bulan. Dengan begitu, Rossa tidak akan dimarahi karena gagal dalam menjadi perwakilan peserta lomba olimpiade matematika.

Sambil bersenandung kecil, Rossa membuka pintu utama rumahnya. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti, karena didepannya kini ada sosok yang tidak mau, sangat tidak mau Rossa temui. Lihat? Betapa terobsesinya Jafran agar Rossa dapat menjadi yang utama dalam hal apapun, bahkan Jafran rela pulang dari Nusa Tenggara Barat tempat ia bekerja.

Melihat orang yang dinantikannya telah datang, Jafran langsung berjalan dengan penuh amarah kearah Rossa.

Plakk

Jafran menampar keras pipi anaknya itu dengan sekuat tenaga. Bayangkan saja sebesar apa tenaga seorang laki-laki dewasa. Rasa sakit, perih beradu menjadi satu. Wajah Rossa bahkan sampai terhempas kekanan. Rossa memegang bekas tamparan Jafran dipipinya, air mata Rossa luruh seketika. Fisiknya sakit dan hatinya terluka.

"Anak bodoh! Buang-buang uang Ayah saja! Les sana-sini juga gak bikin kamu pinter Rossa! Apa otak kamu hanya sebesar semut hah?!" Jafran kembali melayangkan tamparan kepipi sebelah kanan Rossa, sehingga kedua pipi Rossa sekarang sakit.

Sambil terisak, Rossa menengadahkan wajahnya, melihat wajah Ayahnya yang sedang menatap tajam kearahnya, "maap Ayah, Rossa gak bisa wujudin kemauan Ayah."

"Apa? Maap?" Jafran terkekeh sinis, lalu menarik keras rambut Rossa tanpa ampun, "maap saja gak bisa buat kamu jadi yang utama Rossa! Apa susahnya hah kamu menjadi perwakilan dari sekolahmu hah? Siapa yang sudah mengalahkan kamu? Anak udik itu?"

"Hiks, ma-ap Ayah, iya Naya yang udah ngalahin Rossa," lirih Rossa sambil meringis pelan karena jambakan Jafran yang tak kunjung lepas.

"Gak malu kamu kalah sama orang miskin kaya dia hah? Mau ditaruh dimana derajat kita, kalo kamu aja masih kalah sama orang udik seperti dia!" Jafran melepas jambakan terhadap Rossa.

"Tapi Yah, Rossa juga udah berjuang buat ngalahin Naya Yah," ujar Rossa.

"Berjuang selama 2 tahun dan kamu masih kalah, juara pararel dari kelas 10 sampai sekarang adalah Naya! Berjuang apa maksud kamu hah?! Memang anak tidak berguna!" Jafran menarik keras tangan Rossa, membawa Rossa ke toilet rumahnya. Tidak, Rossa sangat tidak mau, Rossa tahu apa yang akan dilakukan Ayahnya, sebuah hukuman.

"Le-pas Ayah, Rossa janji bakal kalahin Naya," cicit Rossa, sambil berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Jafran.

"Janji kamu basi Rossa! Percuma kamu janji kalo kamu gak mau kasih bukti! Untuk sekarang Ayah sudah tidak mau mengampuni kamu lagi!"

Brakkk

Jafran membuka keras pintu toilet, membuat Rossa terbentur ke dinding toilet. Jafran melepaskan sabuk yang sedang dipakainya.
Melihat itu, Rossa dibuat ketakutan. Rossa berjalan mundur, mencoba untuk menghindari Jafran.

BUMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang