Prolog : Zora Anindithya

144K 12.6K 1K
                                    

"ZORA, BANGUN KAMU ATAU MAMI SIRAM KAMU SEKARANG!!" Teriakan seorang wanita paruh baya menggelegar dikamar seorang gadis yang masih asik dengan mimpinya itu.

Walaupun sudah memasuki kepala empat, wanita paruh baya itu masih terlihat cantik dan awet muda, ditambah dengan riasan sederhana serta pakaian modisnya membuatnya semakin terlihat seperti bukan wanita yang sudah memiliki dua anak remaja.

"Apa sih mi, masih pagi juga," balas Zora dengan suara seraknya sembari menarik selimutnya sampai menutupi kepalanya.

Zora Anindithya─seorang gadis cantik berumur 17 tahun yang baru saja menginjakkan kakinya dikelas 3 SMA. Anak ke-2 serta putri satu-satunya wanita paruh baya tadi.

"Ini udah jam 11 siang dan kamu bilang masih pagi?! Ayo bangun, mandi sekarang, terus beliin mami tepung terigu sama telur, mami mau buat kue sekarang, cepetan Zoraaa ..." rengek wanita cantik itu sambil terus-terusan menarik kaki Zora dari balik selimut.

"Apa sih mi, tinggal suruh si babu aja," balasnya kembali dengan suara seraknya sembari menarik kakinya dengan kesal.

"Kakak kamu lagi ikut seminar, ga kayak kamu seharian tidur aja. Mau jadi apa nanti kamu besar hah?!" ucap mami Zora sambil berkacak pinggang.

Zico Arkana─anak pertamanya sekaligus putra satu-satunya. Kembaran Zora yang hanya berbeda 10 menit dari gadis itu.

Melihat putri kesayangannya tidak merespon dan malah kembali tidur, mata wanita paruh baya itu langsung melotot lebar dan kembali berteriak dengan kesal, "Zoraaaa ... !!!"

"Kalau kamu ga bangun sekarang, jangan harap mami kasih kamu uang jajan selama sebulan," ancamnya membuat Zora mau tidak mau harus bangun, melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dengan mata yang masih terpejam.

"Ck, Iya-iya ish, ini udah bangun kok," decaknya dengan kesal.

***

Motor sport bewarna hitam legam melaju santai di tengah-tengah jalan raya yang terlihat lumayan ramai.

Sang pengendara yang terlihat mengenakan hoodie bewarna hitam serta helm full facenya terlihat begitu pas ketika menunggangi kuda hitam tersebut.

Zora mengendarai motor sport kesayangannya menuju supermarket sembari menggerutu kesal.

Selain karena terik matahari yang seakan-akan ingin membakar kulitnya, perasaanya yang tidak enak sejak tadi juga membuat moodnya menjadi semakin turun sejak ia meninggalkan rumah.

Zora mengerucutkan bibirnya. Kalau saja bukan karena uang jajannya yang terancam, mungkin saat ini ia masih bergulung nyaman dibawah selimut.

"Mami sih, bukannya pake gomart aja tadi, ngeselin banget," keluhnya kesal.

Zora menggerutu sepanjang jalan, menyesali keberadaan ibunya yang memaksanya membeli belanjaan di hari libur seperti ini.

Sangking sibuknya menggerutu, gadis itu bahkan tidak menyadari kalau sejak tadi, sudah ada sebuah sedan hitam mewah melaju kencang menuju ke arahnya.

Orang-orang disekitar bahkan tidak menyadari hal itu, terutama Zora. Dalam persekian detik mobil itu sudah tepat berada dibelakang Zora, siap menumbur gadis itu.

Brak!

Saat itu juga kecelakaan tak dapat di elakan, tubuh Zora terpental ke belakang menghantam atap mobil sedan mewah itu, sebelum akhirnya jatuh ke tanah.

Menimbulkan bunyi yang benar-benar kuat ketika tubuh gadis itu menghantam atap mobil hingga penyok.

Hal itu hanya terjadi dalam persekian detik, membuat orang-orang terdiam shock, tetapi sedetik kemudian semuanya langsung dengan cepat mengerubuni tubuh Zora yang mulai tergenang dengan darah.

Mobil itu tampak berhenti sejenak, kemudian tanpa rasa kemanusiaan, ia kembali melaju kencang. Membuat orang-orang langsung mengejarnya, walaupun pada akhirnya hasilnya hanyalah sia-sia.

Zora shock, ia masih mencoba mencerna semua hal yang baru saja terjadi padanya. Sekujur tubuhnya benar-benar sakit tidak dapat digerakkan.

Suara orang-orang disekitarnya yang meminta memanggil ambulance terasa berdenging kencang ditelingannya.

Matanya terasa berkunang-kunang, hal terakhir yang ia lihat hanyalah plat mobil yang menabraknya. Sebelum akhirnya matanya benar-benar tertutup sempurna.

***

Suara elektrokardiogram terdengar nyaring di sebuah ruangan yang sangat sunyi. Disana, seorang gadis terbaring kaku di atas ranjang rumah sakit.

Beberapa saat kemudian, jari gadis tersebut mulai bergerak, diikuti mata yang mulai terbuka. Wangi obat-obatan langsung menusuk indera penciuman gadis itu.

Zora mulai sadar, matanya mengerjap pelan mencoba menyesuaikan matanya yang silau karena cahaya lampu.

"Sudah sadar?" tanya seorang pria yang baru saja masuk bersama dengan seorang wanita paruh baya dibelakangnya dari balik pintu.

Zora mengalihkan pandangannya menatap seorang pria dengan jas putih serta stetoskop yang melingkar dilehernya.

"Bagaimana perasaanmu? Apa ada yang sakit? Katakan bagian mana yang sakit?" Tanya dokter itu secara beruntun.

Zora menggeleng pelan, walaupun sebenarnya kepalanya sedikit sakit. "Minum," ucap Zora. Tenggorokannya benar-benar serak sekarang.

Dokter itu kemudian bergegas mengambilkannya minum, lalu membantu Zora untuk duduk. Setelah dirasa cukup ia mengembalikan gelas tersebut kepada sang dokter.

"Sudah lebih baik?" Zora mengangguk kecil kemudian mengalihkan perhatiannya kepada wanita paruh baya tadi.

"Maaf, anda siapa ya? Bisa tolong panggilkan keluarga saya?" pinta Zora, membuat wanita itu langsung mengernyit heran. "Maksud nona?"

"Ah ... Nona jangan pura-pura amnesia deh," kemudian cekikikan tidak jelas.

Zora menatapnya aneh. Keningnya mengkerut pertanda ia sedang kebingungan.

Hei! Apa-apaan ini, ia tidak sedang bercanda, ia memang tidak mengenal wanita didepannya.

"Bibi maaf, saya benar-benar tidak mengenal anda," sambil tersenyum canggung.

Sontak saja hal itu membuat wanita paruh baya itu berhenti cekikikan, kemudian mendekatkan dirinya pada Zora dan bertanya, "Nona benar-benar tidak ingat saya?"

Zora menggeleng pelan.

"Nona saya bi Nur, pengasuh nona sejak kecil, nona tidak ingat?" Ia menepuk dadanya beberapa kali berusaha meyakinkan gadis itu.

Zora kembali menggeleng.

Hei sejak kapan ia punya pengasuh?

Wanita paruh baya tersebut sontak membulatkan matanya lebar dan menoleh ke arah dokter tadi, "Apa terjadi sesuatu?! Tolong periksa kembali nona Qiandra!"

"Hah? Qiandra?!"

─────────────────────────

Disarankan untuk langsung lompat kepart 6 karena part 1-5 nya sangat membosankan.

16 April 2021
chxcocia

Seventeen but Fifteen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang