03. Back to School

75.1K 11.5K 423
                                    

Tak! Tak! Tak!

Bunyi sepatu yang berasal dari seorang gadis yang tengah berlarian itu terdengar menggema di sepanjang lorong yang ia lewati.

Peluh keringat terlihat menetes dari wajah mungil gadis itu, membuat gadis itu terlihat sexy dan menggemaskan dalam satu waktu.

Gadis itu terlihat berhenti tepat didepan sebuah pintu ruangan bewarna coklat kayu.

X IPA 5

Hanya dengan bermodalkan nama kelas yang terpampang di buku Qiandra, Zora mencari kelasnya sendiri.

Zora mengatur nafasnya sebentar, ia lalu membuka tudung hoodie birunya, kemudian menatap jam dipergelangan tangan kirinya. Pukul tujuh kurang 5 menit.

Hampir telat, jika ia tidak berlari sepanjang jalan.

Ini semua karena keluarga Alskarain sialan itu!

Zora tidak tau bagaimana hubungan keluarga itu dengan Qiandra sebelumnya, tapi ia sangat yakin bahwa hubungan mereka sangat sangat tidak baik.

Alias, Anjlok!

Dimulai sejak ia menginjakkan kakinya dimansion keluarga Alskarain kemarin hingga kini, ia harus berlari secepat mungkin agar ia tidak terlambat sekolah.

Pagi-pagi sekali, Bi Nur membangunkannya dengan alasan ia akan melewati angkot terakhir menuju sekolah. Dan ya, ia melewatkan angkot dan harus berangkat dengan taksi.

Tapi untung saja ia naik taksi menuju kesini. Dimasa lalu, ia tidak pernah naik angkot sekalipun. Walaupun ia tidak kaya, orang tuanya tidak memperbolehkannya naik angkot.

Katanya sih, takut terjadi sesuatu padanya. Jadi kalau tidak naik motor, ya dia berangkat sekolah dengan menumpang pada Zico.

Ini jelas gila! Keluarga Qiandra benar-benar kaya, saudara-saudaranya yang lain naik mobil mewah munuju sekolah, tapi hanya Qiandra yang naik angkot.

Hubungan mereka jelas tidak baik-baik saja. Lihat saja besok, ia akan mencuri salah satu mobil yang terpakir dimansion itu nanti.

Zora mengusap keringat di sekitar wajahnya, kemudian merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

Ia lalu menghembuskan nafas lelah kemudian menaikkan sudut bibirnya, ia tersenyum manis, sebelum akhirnya mengetuk pintu dihadapannya.

Tok! Tok! Tok! Ceklek!

Byur!

Seember air jatuh dari atas pintu membasahi seluruh pakaiannya. Suara tawa menggema memenuhi kelas itu.

Zora terdiam. Mulutnya sedikit terbuka tidak percaya. Ia mengerjap mencoba mencerna hal yang baru saja terjadi beberapa detik yang lalu.

"Eh? Sorry Ra, kelas kita harus steril, lo kan kotor jadi udah sepantasnya lo mandi dulu sebelum masuk kelas ini," sahut seorang gadis yang duduk diatas meja guru, tepat beberapa meter dari hadapannya. Ia tertawa kecil merendahkan Zora.

Mendengar itu, Zora menutup matanya, ia mencoba menahan emosinya yang mulai naik. Tangannya terlihat mengepal erat, ia mengulum bibirnya marah.

Tawa renyah anak-anak kelas itu terasa berdenging nyata dikepalanya.

Seumur hidupnya, Zora tidak pernah diperlakukan seperti ini. Walaupun ia terbilang nakal, ia masih punya banyak teman yang selalu berada di sisinya.

Ini sekolah internasional, bisa-bisanya ada pembullyan disini. Bukankah seharusnya sekolah internasional itu lebih tegas? Ia yang hanya bersekolah di sekolah nasional saja tidak pernah terjadi pembullyan, atau mungkin ... ia saja yang tidak pernah menyadarinya?

Seventeen but Fifteen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang