[4] MINSUNG: Rain and You

596 81 6
                                    

Minho kayuh lebih cepat sepeda ontelnya. Satu tangannya yang bebas sengaja diletakkan di atas dahi untuk menghalau rintik-rintik kecil yang mulai jatuh membawa teman. Hujan di pukul lima sore, benar-benar menyebalkan karena Minho tidak membawa jas untuk melindungi tubuh dan juga tasnya.

Sesi belajar tambahan baru saja selesai dan sekarang seharusnya dia bisa menikmati pemandangan sore jalanan dengan santai tanpa harus berperang melawan derasnya hujan.

Alhasil dia terpaksa menghentikan sepedanya di deretan toko yang sudah tutup. Hela napas frustasi Minho keluarkan, pasalnya sang Mama tadi sempat berpesan kalau beliau akan memasak masakan kesukaan Minho setelah Minho sampai ke rumah. Sayang langit seakan enggan inginkan Minho pulang lebih awal.

"Ini kapan berhentinya sihhh?!" Tanya bocah yang baru duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar tersebut. Mata bulatnya pandangi kubangan-kubangan yang mulai tercipta di tengah jalan seolah dia bisa membunuh benda mati itu dengan tatapannya.

Satu menit, lima menit, bahkan sampai dua puluh menit kemudian hujan enggan berhenti jatuh membasahi bumi, justru semakin menjadi-jadi disertai angin kencang dan beberapa bunyi gemuruh. Minho sampai harus mundur merapat pada tembok toko untuk menghindari air yang mulai nakal menyentuh tubuhnya.

"Hnggg.."

Bunyi dengung aneh mengalihkan perhatian Minho. Baru saja dirinya hendak berteriak takut-takut dengung aneh itu berasal dari hantu yang muncul di sore hari. Untungnya praduga Minho salah total.

Ketika pandangannya dialihkan ke kiri, yang dia temukan malah seorang bocah dengan atasan berwarna kuning cerah berlengan pendek dan celana panjang hitam sedang meringkuk sembari menutupi kedua telinganya. Ah, mungkin anak itu takut dengan bunyi gemuruh, begitu tebak Minho.

"Hey! Kamu baik-baik saja?" Tanya Minho sembari mendatangi bocah tersebut. Dia sengaja berjongkok di depan anak itu agar bisa melihat wajah sang oknum yang sempat membuat Minho nyaris jantungan.

Pertanyaan Minho bersambut walaupun tidak dengan jawaban, anak itu tetap mendongak tampilkan wajahnya yang terlihat merah efek menangis. Sepasang pipinya gemuk sekali, mirip seperti tupai sedang menyimpan makanan dan hidungnya kecil dengan rona merah lucu dipucuknya.

Benar-benar menggemaskan seperti boneka. Terlebih saat Minho tatapi mata bulat inosen di depannya lamat-lamat, Minho merasa seperti tengah menyelami kolam yang begitu jernih.

"Apa kamu takut bunyi guntur?"

Bocah itu mengangguk dan Minho mengulas senyum tipis sembari menepuk pundak si bocah manis seolah memberi kode bahwa semua akan baik-baik saja.

"Siapa namamu?"

Kali ini tidak ada respon. Si bocah dengan pipi gemuk tidak segera menjawab, malah terlihat kebingungan seakan sedang dihadapkan oleh soal-soal ujian. Bibir pinknya mengatup dan terbuka seolah hendak menyeru sesuatu tapi tidak ada sepatah kata yang meluncur dari sana. Itu ciptakan kerut kebingungan dari Minho.

"Ada apa?" Tanya Minho lagi. Otaknya yang cerdas mulai memunculkan spekulasi-spekulasi tentang hal-hal apa saja yang mungkin menjadi penyebab bocah manis itu tidak segera menjawab pertanyaan dari Minho.

"Maaf sebelumnya, apa kamu... tidak bisa bicara?"

Alih-alih tersinggung, bocah manis itu justru tersenyum lebar menampilkan deretan gigi rapihnya yang juga mirip tupai dengan dua gigi atas di tengah yang sedikit lebih panjang dibanding gigi yang lainnya. Kemudian Dua anggukan Minho terima.

"Ah, jadi.. bagaimana ya.. Mungkin kamu bisa menuliskan namamu disini." Ujarnya sambil menyodorkan telapaknya yang kecil ke hadapan si bocah manis.

strawberry shortcake | skz ✔️Where stories live. Discover now