Sarah Memory Part 10

157 23 0
                                    

Ruang Kesehatan Arena, 24 Desember, 02.30 WIB

Eristan terbaring di sebuah kamar, tempat dengan mayoritas berwarna putih termasuk dinding dan lantai, terdapat pula beragam peralatan pertolongan pertama kedokteran. Ruangan dengan ukuran tidak terlalu besar namun tampak luas karena hanya Eristan yang terbaring di sana.

Disebuah bangku panjang yang berdepanan langsung dengan ranjang Eristan, Hansamu duduk dengan keadaan gelisah disamping nenek yang mencoba menenangkannya.

Sudah 60 menit Eristan tak sadarkan diri diruangan ini, dan selama itu juga aku masih berdiri disamping ranjangnya.

Beberapa saat lalu ada seorang dokter yang datang untuk memeriksanya, tak ada luka fisik yang parah, Eristan hanya kelelahan dan akan segera sadar. Setelahnya dokter langsung pergi, ia mendapat perintah tugas kerumah sakit pusat untuk melakukan perawatan kepada semua anggota Theo Roid yang terluka cukup parah.

Aku mengigat semua kejadian di Arena, terutama saat aku melempar bambu tersebut, Eristan menghilang saat dirinya mendapat serangan, namun sebenarnya Eristan tak pernah menghilang. Aku sangat yakin jika dia menghindar, dan hanya saja dia menghindarinya sangat cepat. Mataku, terlalu lambat untuk mengkuti gerakannya.

Itu bukanlah sesuatu yang manusia normal dapat lakukan, jika begitu siapa anak ini sebenarnya?

Saat aku menatap anak itu dengan tajam, sebelum sepasang mata terbuka secara perlahan.

"Siapa kau?" ucapnya saat mata kami melakukan kontak mata untuk kedua kalinya.

Suara Eristan terdengar lembut tak berdaya, sangat berbeda dengan aksinya bar-barnya di Arena.

"Siapa?" Eristan kembali mengulangi pertanyaannya.

Ah aku terlalu banyak memikirkannya.

"Nama ku-"

"Eristan!" Seseorang berteriak, melompat dari bangku sebelum menjadikan pundakku pijakan dan terbang hingga jatuh di atas perut Eristan.

Eristan tampak kaget, ekspresinya tidak dapat menyembunyikan rasa sakit yang ia terima diperutnya.

"Apa kau tidak apa-apa?" tanya Hansamu penasaran.

"Iya. Jika itu sebelum kau menimpaku."

"Syukurlah. Kau terlalu memaksakan diri, aku minta maaf."

Eristan menepuk-nepuk kepala hansamu untuk menenangkan, "Sudah-sudah, ini bukan hanya kesalahanmu."

"Ah iyah, ibu ini yang membawamu kesini. Dan juga dia sangat kuat-"

Aku mengenggam baju disekitar lehernya dan mengangkatnya seperti anak kucing. Hansamu yang terkejutpun terangkat hingga berhadapan denganku.

Sudah sangat lama aku tidak mendapat perilaku kurang ajar seperti itu, terlebih lagi dari seorang bocah cengeng. Jika dia orang dewasa maka aku sudah memukul kepalanya hingga bisa membedakan mana yang benar dan yang salah. Dan untuk anak ini....

aku menatapnya dengan tajam, Aku menaikan alisku untuk lebih menunjukan sisi intimidasi.

"Kau, Hansamu Yamato kan?"

Hansamu mengangguk cepat.

"Anak muda, apa kau pernah di ajarkan sopan santun untuk tidak melangkahi ataupun menginjak orang lain?"

"Aku minta maaf Bu."

Bu?!

"Aku khawatir, karena rencanaku temanku jadi terluka parah."

Eris Project: The Lost MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang