Sarah Memory Part 4

487 49 8
                                    

Aku mencoba melarikan diri.

Pahlawan tidak melakukan apapun untuk menghentikanku. Apa mungkin dia sudah kehabisan kata-kata?

Pahlawan terlihat menghela nafas dalam-dalam. Sebuah senyum pahit terlihat di wajahnya, meski tanpa ekspresi penyesalan.

Maafkan aku pahlawan. Aku tidak punya pilihan.

Aku menekan rasa perih yang terpancar dari perutku saat keluar ruangan.

Ini adalah pertama kalinya aku bertemu dan pertama kalinya juga aku menentang seorang pahlawan.

Aku yang keluar dari ruangan, berjalan cepat keluar sekolah.

Aku terus berjalan, meski tanpa tujuan.

***

Pusat pertumbuhan utama wilayah pembangunan ke III, Palembang, terletak diselatan dari pulau Sumatera. Sekolah kesatria, rumah dari calon kesatria negara yang di pimpin seorang laki laki yang sangat terkenal dengan julukan sang pahlawan negara, Erfan Padjinaro, berdiri di pusat kota.

Yang ada di dalam kota ini adalah berbagai fasilitas sentral ekonomi, pendidikan, berbagai kantor administratif dan fasilitas-fasilitas yang penting lainnya tersebar dari pusat kota. Sebuah kota yang layak untuk di sebut sebagai kota besar diIndonesia.

Meskipun tidak semaju ibukota namun Palembang telah berkembang secara pesat dan menjadi kota yang besar. Semua itu tidak lepas dari peran pemerintah yang berharap besar dengan potensi sumber daya alam dan manusia, baik di dalam ataupun sekitar kota Palembang.

Di dalam kota yang cukup ramai itu aku berjalan.

Jika tidak bertemu dengan Pahlawan sebelumnya, pasti aku sudah bersenang-senang dikota untuk melepas penat yang aku pendam selama masa tugasku. Ini adalah pertama kalinya aku mengunjungi Palembang. Mencicipi makanan khasnya ataupun sekedar berjalan-jalan dengan riang gembira mungkin akan bagus. Tapi ini berbeda, penolakan yang kulakukan telah meruntuhkan seluruh keinginanku itu.

Di satu sisi aku sangat marah dan kecewa dengan diriku sendiri. Meninggalkan seorang sekelas pahlawan dan melarikan diri ke pusat kota adalah hal paling bodoh dalam hidupku.

Aku adalah seorang yang loyal dalam TNI, bukan semacam seorang pecundang yang dapat melarikan diri seenaknya saja.

Namun di sisi lain aku bersyukur karena dapat menyelamatkan mimpiku.

Aku menghirup dan mengeluarkan nafas dalam-dalam menggunakan paru-paruku.

Hah~ aku benar benar dilema sekarang.

Aku mengambil nafas dan mengeluarkannya berkali-kali. Menendangi beberapa krikil yang aku temui sepanjang langkahku. 

Sebuah kerikil yang kutendang meluncur cukup jauh hingga mengenai kaki seorang pejalan kaki, seorang nenek dengan keranjang belanjaan di tangannya menengok setelah mendapati sebuah batu mengenai kakinya.

"Ah Nek, maaf."

Dengan cepat langsung berlari kearahnya, berhenti dan kembali meminta maaf. Melihatku dia membalas dengan senyuman manisnya.

"Tidak apa, tidak apa. Nenek hanya sedikit terkejut."

Nenek itu tersenyum sebuah senyum yang sangat lembut, benar-benar pemandangan yang sudah lama tidak kulihat selama pekerjaanku di luar Indonesia.

Sambil tersenyum dia mengambil sesuatu dari dalam keranjang belanjaan.

"Dari wajah kakak, sepertinya kakak dalam masalah. Ini mungkin tidak seberapa, tapi ambil lah."

Eris Project: The Lost MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang