[TAHAP REVISI BERKALA]
"Pulau apa ini?" - Nami.
"A--aku ters--serang penyakit 'tidak-bisa-pergi-ke-pulau-aneh' saat ini!" - Usopp.
"Hei! Apa ada restoran Yakiniku di sini?" - Luffy.
"Boneka kayu?" - Zoro.
"Siapa wanita cantik yang ada di sana?" - S...
Sebelumnya saya ingatkan ONE PIECE bukan milik saya
Tetapi karakter reader murni pemikiran saya
Selamat membaca~
Disclaimer : Eiichiro Oda
•
•
•
A/N : Sebelumnya mohon maaf karena ada beberapa bagian yang ku ubah dan tidak sesuai dengan alur cerita anime aslinya 🙏 Terimakasih atas pengertiannya 💜✨
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
(Y/n) pov
Aku hanya bisa terdiam di tempat. Menatap isi brangkas tersebut dengan guratan murka di wajah. Aku menggeram di setiap hembusan napas yang ku keluarkan, dengan otak yang sibuk mempertanyakan di manakah keberadaan peralatan seni ku jika bukan di tempat kumuh ini.
"Karena tempat ini masuk ke dalam peta, Komandan menduga kalau kalian akan muncul di sini. Jadi sekarang kalian tak akan bisa kabur." Sang pemimpin dari pasukan Angkatan Laut itu tampak berbaik hati memberikan penjelasan.
Oh, jadi sedari awal semua ini memang sudah direncanakan oleh Komandan sialan itu, ya?
"Hm, tak ku sangka dia pria yang pintar." Robin menggumam begitu pelan.
"Berani sekali..."
Aku memberi penekanan di setiap kata. Dapat ku rasakan bahwa atensi mereka semua telah sepenuhnya mengarah padaku.
"Celaka, dia akan mengamuk." Zoro memundurkan langkah kakinya menjauh dari ku. Mungkin bagi sang pendekar, aku kalau sudah marah persis seperti jelmaan iblis yang ada di neraka level paling tinggi.
"BERANI SEKALI KALIAN MENIPU KU!"
Aku tanpa aba-aba langsung menghajar sebagian dari pasukan Angkatan Laut itu dengan sangat brutal.
Sudah berulang kali aku memberi peringatan keras. Jangan pernah mengusik apapun yang berhubungan dengan seni ku. Jika aku menjadi liar, kalian sendiri yang akan terkena dampaknya.
"Cepat hubungkan aku dengan Komandan biadab itu. Kalau tidak, aku akan mengoyak seluruh organ tubuh mu dan menjadikan mu sebagai mainan tak berguna." Aku mulai menarik kasar kerah baju seragam milik sang pemimpin dari mereka dengan sorot mata mengintimidasi, tak lupa disertai seulas senyum lebar yang terlihat begitu mengerikan di mata siapapun.
Ia berhasil dibuat menggigil setengah mati saat berpandangan lurus tepat pada pupil mata ku yang telah mengecil dari ukuran semula. Dengan tangan yang gemetar hebat, ia mengambil sebuah Baby Den Den Mushi dari saku celananya. Kemudian menyerahkan siput itu padaku.