The Blind

5 0 0
                                    

THE BLIND (Si Buta)

"Dia datang lagi. Sudah, berikan saja lima dinar ini, supaya si Bartimeus ini lekas pergi."

Itu adalah kata – kata yang sering kudengar saat aku berkelana ke restoran milik Yohanna dari Tarsus. Pada awalnya mereka mengasihaniku, memberikan makanan dan minuman terbaik. Lama – lama, mereka hanya memberiku makanan sisa. Lalu uang kasihan. Tanpa salam dan sambutan.

Namun aku mengerti.

Hidupku yang sekarang hanya menjadi beban saja. Aku dulu adalah seorang pelukis dan pemahat terkenal, sering dicari orang untuk mengabadikan hidup mereka. Semenjak mataku terkena penyakit, penglihatanku mulai berkurang. Mungkin penyakit itu disebabkan oleh tinta yang berulang kali terciprat menuju mata. Aku tidak tahu. Tabib kota tidak bisa menyembuhkanku. Obat – obatan herbal pun tidak berguna. Akhirnya aku tahu bahwa aku harus mengalami kebutaan. Tongkat yang biasa kugunakan untuk mengukur dan memahat, kini kugunakan untuk membantu berjalan.

Mata pencaharianku pun menghilang. Aku benar – benar tidak tahu apa yang bisa kulakukan, selain meminta pengasihan atau balas budi dari orang – orang yang dulu kubantu. Sudah dua tahun sejak mataku buta, dan hidup dari belas kasihan orang – orang. Pada awalnya mereka simpati padaku, namun sama seperti Yohanna dari Tarsus, lama kelamaan mereka menganggapku beban. Dan aku tidak ada bedanya dari seorang pengemis.

Apakah aku tidak punya keluarga? Sanak saudara? Sahabat? Tentu saja ada. Sudah berulang kali aku berpikir untuk pulang dari Kota Yerikho ini menuju kampung halamanku di Aram. Namun, apa gunanya? Keluargaku juga akan menganggapku sebagai benalu. Aku sudah tidak bisa berbuat apa – apa lagi, bagaimana caraku menyambung hidup? Aku akan menjadi beban di keluargaku, dan tidak bisa menghasilkan uang.

Seandainya saja hidup ini tidak bergantung pada uang...

Cring, cring, cring. Bunyi uang terdengar di lantai. Aku segera mencari uang yang dilempar oleh Yohanna. Hanya ada tiga keping dinar. Aku terus mencari, karena tadi dia mengatakan akan memberikan lima keping. Tiba – tiba kepalaku terantuk kayu meja. Alhasil keping – keping dinar yang kupegang pun berserakan lagi di atas lantai. Kudengar Yohanna pun menggerutu karena ulahku.

Namun seseorang memegang tanganku. Aku bisa merasakan ia tersenyum.

"Ini, tuan, tiga dinar yang kaujatuhkan. Kutambahkan satu keping."

"Terima kasih, terima kasih, anak muda. Terima kasih."

Pemuda itu pun membantuku berdiri dan mencarikan tongkatku. Sekali lagi aku berterima kasih. Ia lalu kembali ke tempatnya, dan melanjutkan perbincangan. Rupanya ia memiliki seorang teman di hadapannya.

"Tahukah kau kemarin, aku baru saja berkelana dari daerah Yudea, dan di sana ada seorang nabi yang dapat mengenyahkan roh jahat!"

"Kau jangan main – main dengan ucapanmu, nanti roh jahat itu yang bersemayam dalam dirimu."

"Tentu saja, kawan, untuk apa aku berbohong? Roh jahat itu bersemayam dalam sosok seorang anak kecil, dan ia sudah melakukan semua yang jahat kepada dirinya. Ia dibuat bisu, tuli, kadang mulutnya berbusa, lalu menggoncang – goncangkannya dan membantingnya ke tanah. Bahkan ia sudah sering hendak membawanya ke perapian."

"Luar biasa. Dan nabi ini lalu mengusir roh jahat ini?"

"Iya, Pada saat ia mengusirnya, tubuh anak itu tergoncang – goncang lalu pingsan. Kami menganggap anak ini sudah mati. Namun ternyata nabi itu mengambil tangannya dan menuntunnya berdiri. Ia masih hidup! Terpujilah Allah!"

"Terpujilah Allah. Roh jahat itu sudah keluar? Tunggu dulu, apakah ini orang yang sama dengan kisah yang seorang pemimpin agama yang berkhotbah di tepi danau Galilea lalu memberi makan para pengikutnya dengan memecah roti dan ikan?"

"Betul, betul. Ia selalu melakukan mukjizat di manapun ia berada, dan menyembuhkan segala penyakit. Orang banyak selalu mengerubunginya saat ini, dan mengikutinya ke manapun ia berjalan, karena ia juga sering memberitakan rahasia Kerajaan Allah."

Menyembuhkan segala penyakit? Benarkah itu? Aku segera mencari sumber suara, memegang lengannya.

"Tuan, benarkah yang tuan katakan itu? Nabi ini bisa menyembuhkan segala penyakit?"

"Benar, bapak. Ia senang melakukan mukjizat. Ia selalu berkata bahwa ia berasal dari sorga dan kuasa itu berasal dari Bapa."

"Siapakah namanya?"

"Namanya adalah..."

Tiba – tiba sekelilingku menjadi bising. Kudengar orang tiba – tiba berseru dalam kepanikan, dan deru langkah terdengar di mana – mana. Sumber keributan ternyata berasal dari jalan luar. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Dua pemuda di sampingku juga bergegas. Sebelum mereka beranjak, aku masih sempat menarik lengan salah satunya.

"Ada apa?"

"Berbahagialah, tuan, sepertinya orang yang kusebut tadi sedang melintas di tempat ini. Kami mohon diri!"

Pemuda itu pun tidak terdengar lagi. Namun aku tidak peduli. Orang itu, nabi itu, ada di tempat ini? Sedang melintas di jalan ini? Ah, aku tidak bisa melihat. Namun aku bisa mendengarnya. Sorak – sorai mulai terdengar. Riuh rendah, seperti sedang mengelu – elukan seorang raja.

Apa yang bisa kulakukan? Aku ingin disembuhkan. Tidak ada acara lain selain pergi keluar dan berseru. Di tengah suara bising seperti ini yang bisa kulakukan adalah berseru sekeras mungkin, mudah – mudahan sang nabi bisa mendengar permohonanku minta tolong.

Dan aku mendengarnya. Aku mendengarnya dengan jelas. Ia berada di tengah – tengah kerumunan dan sedang dielu – elukan orang banyak. Kata – kata itu aku ulang agar ia mendengarku.

"Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku."

Dengan kencang aku berseru. Beberapa orang mulai menegurku dan mendesakku, meminta agar aku diam. Namun, sudah kepalang tanggung. Semakin keras aku berseru.

"Anak Daud, kasihanilah aku."

Lalu aku merasakan kerumunan itu terdiam. Sebuah jalan seperti terbuka kepadaku. Aku tidak melihatnya, namun aku merasakan sebuah sosok yang hangat sedang berdiri di hadapanku. Seorang dari samping mengatakan padaku agar menguatkan diri, karena sang nabi sedang memanggilku. Panggilan itu berkata seperti ini.

"Apa yang kaukehendaki supaya aku berbuat bagimu?"

"Guru, supaya aku dapat melihat."

"Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau."

Pada saat itu juga aku merasakan beban di mataku tertanggalkan. Sosok pertama yang kulihat adalah Sang Anak Daud yang berdiri di hadapanku. Sosoknya terlihat lemah lembut dan penuh cinta kasih. Ia tersenyum padaku. Tangan dan kakiku gemetar, tidak percaya akan berkat yang telah aku terima saat ini. Pada saat aku mengumpulkan kekuatan untuk berterima kasih, sang nabi telah dikerubungi oleh kerumunan massa dan kembali bergerak, meninggalkan aku yang tersungkur di jalan.

Aku terdiam, merasakan setiap warna dan cahaya yang merasuk menuju mata. Kini aku dapat melihat. Kini aku dapat melanjutkan hidup. Namun, apa artinya sekarang? Apakah tujuan hidupku hanya mengejar uang belaka? Lalu aku teringat sesuatu. Pemuda di restoran tadi mengatakan bahwa sang nabi juga mengabarkan rahasia Kerajaan Allah. Apakah itu?

Aku ingin mengetahuinya.

Aku ingin mengetahuinya dan menjadi pengikut-Nya. Sepertinya aku telah menemukan tujuan hidupku yang baru. Kutinggalkan semua keinginan duniawi di tempat ini. Aku akan menjadi murid-Nya.

Your Cloudiest Day is My Brightest DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang