10 - Forgive Me & Chocolate Bucket

21 4 0
                                    

Tekan tanda bintang sebelah kiri bawah ya sebelum baca...

****

Di sekolah. Regan memulai aktivitas pagi harinya seperti biasa. Hal pertama yang ia lakukan adalah memeriksa lokernya. Ia menemukan kotak bekal biru muda lengkap dengan sebuah memo yang menempel di atasnya. Regan memutar bola matanya. Kemudian, membaca tulisan tangan itu.

Alend minta maaf... Regan maafin ya ⇀‸↼‶

Regan menarik sudut bibirnya. Minta maaf? Regan meremas kertas itu untuk kesekian kalinya dan mengarahkan ke tempat sampah. Bersama dengan kotak bekal itu. Sembari membuang nafasnya kasar.

"Lo bisa nggak ngehargai usahanya?" Regan berbalik menatap sepasang mata hitam di belakangnya.

Regan tak peduli. Ia lebih memilih mengurusi buku-bukunya dibanding harus mengurusi orang itu.

"Setidaknya gak perlu lo buang, Regan." Pasha memungut kotak bekal di bawahnya.

"Bukan urusan lo dan nggak usah sok ikut campur. Lo harus tau batasan bicara sama gue Pasha." Regan membanting keras lokernya. Beruntung masih pagi jadi masih sepi.

"Gue nggak akan ngomong gini kalo lo peduli dan ngehargai perasaan Alend." Pasha menatap serius Regan.

"Berapa harga Alend?"

"Damn and shit boy!" Pasha tak akan membiarkan orang yang dicintainya. Terluka karena laki-laki tak punya hati seperti Regan. Kesabaran Pasha sudah sampai ambang batas.

"Belum puas lo buat dia berpenampilan nerd di sekolah, menutup semua identitasnya? Di buli habis-habisan, belum puas lo hah? Dia kaya gitu demi lo, Regan! Demi lo sialan!" Pasha meninggikan suaranya. Memberi tatapan tak bersahabat pada Regan.

"Kalau gitu, lo aja yang peduli sama dia." Regan memberi seringaian tipis.

Mata Pasha menatap ke arah lantai. Ia tersenyum, perkataannya melirih. "Andai.... andai gue ada di posisi lo."

"Oh, sorry. Gue lupa, lo nggak akan ngelakuin itu karena Alend sendiri nggak memandang ke arah lo sedikitpun," bisik Regan. Berlalu pergi. Meninggalkan Pasha yang mengepalkan tangannya.

Pasha menarik lengan Regan dan meraih kerah baju pemuda itu.

"Regan!" hardik Pasha. Hampir melayangkan pukulannya. Tapi, berhenti.

"Lo lupa?! Lo sendiri yang buat Alend jadi bahan taruhan. Kalau sampai Alend tahu, entah apa yang terjadi. Dia bakalan benci sama lo."

Regan menyunggingkan senyum. Pasha melepaskan genggamannya. Ia hampir tersulut emosi. Hasratnya ingin memukul Regan hingga babak belur saat itu. Melupakan fakta bahwa mereka memiliki aliran darah yang sama.

"Ya...apa yang lo bilang bener, gue harap Recha berhasil buat Alend jatuh cinta sama dia. Biar Alend bisa ngelupain cowok bajingan kaya lo!"

Regan mengeraskan rahangnya, karena kata-kata Pasha.

"Oke! Kita liat, siapa yang berhasil. Dan, siap-siap atas kehancuran lo untuk yang kesekian kalinya, Pasha," ketus Regan.

"Gak akan. Demi Alend gue bakal lakuin apapun, sekalipun gue harus jatuh sejatuh-jatuhnya."

Regan melangkahkan kakinya kasar meninggalkan Pasha. Pertengkaran yang masih tak ada habisnya. Hanya gara-gara Alend pemicunya. Regan muak. Saudaranya sangat mencintai tunangannya. Regan tak habis pikir.

*****

"Wei! Ngelamun aja lu neng."

Alend terkejut langsung memegang dadanya. Alrescha tadi menepuk bahunya keras, membuat pikirannya kembali ke keadaan semula. Pemuda itu selalu tahu dimana tempatnya berada. Sekalipun ia ada di taman yang jauh dari kelas.

"Gak sopan."

"Nih, mini buket bunga beserta cokelat-cokelat lezat di dalamnya. Khusus di rangkai buat Alend." Alrescha menyerahkan mini buket bunga itu di pangkuan Alend. Senyum lelaki itu tak pernah pudar ketika berada di sekitar Alend. Ia tahu Alrescha adalah sosok yang amat ceria ketika bertemu dengan seorang gadis.

Itulah alasan Alend. Tak pernah tergiur untuk membalas senyuman palsu itu.

"Buket kelima... gue capek ditanyain darimana dan kenapa gue selalu buang buket bunga dan cokelat"

"Gampang, lo tinggal terima buket ini, terus lo makan cokelatnya serta jadian sama gue"

Alend memberi tatapan judesnya. "Dih, ngayal lo?"

"Yakan ekspektasi dulu baru realita." Alrescha tersenyum.

Alend berdiri dari duduknya. Alrescha tahu Alend akan menuju ke tempat sampah terdekat untuk membuang barang-barang pemberiannya barusan. Alrescha mencari cara untuk mencegah Alend melakukannya.

"Kalo lo terima itu, gue janji itu adalah barang terakhir yang bakal gue kasih ke elo. Tapi, kalo lo buang jangan harap gue bakal berhenti"

Alend mendengar perkataan Alrescha. Ia memutar balikan tubuhnya. Ia menatap sebuket bunga ditangannya. Kemudian, menimang-nimang perkataan pemuda itu. Alend membuang nafasnya pelan.

"Iyain biar cepet." Alend berlalu pergi, tak jadi membuang buket bunga dan cokelat itu.

Alrescha tertawa kegirangan. "Yas! Berhasil!"

- REVOTASI -

REVOTASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang