26 - Makin Lo Ketus, Makin Jatuh Hati Gue

26 4 0
                                    

Masih terlalu pagi untuk waktu datang ke sekolah. Tapi, Alend sudah rapi dengan balutan seragamnya dan sudah menjadi penghuni pertama yang datang ke sekolah. Ia merasa tenang ketika berjalan di taman dengan tumbuhan warna-warni, tempat pertama saat hendak memasuki gedung ini. Sungguh udara pagi yang menyegarkan.

Bunga-bunga kuncup itu terlihat perlahan bermekaran. Alend benar-benar menyaksikannya. Wajah cantiknya membentuk sebuah senyuman. Ia membungkuk lalu memetik salah satu bunga yang sudah mekar sempurna. Di hirupnya wangi bunga merah keunguan itu. Sembari bernyanyi kecil, saling bersautan dengan cicitan burung-burung pagi.

Alend melenggang dan lewat begitu saja ketika sampai di lorong loker. Tak lagi berhenti untuk menaruh sesuatu di salah satu loker di sana. Langkahnya memelan. Alend menghembuskan nafas panjang. Lalu menoleh ke arah loker Regan sekejap.

"Mungkin bekal itu nggak lagi ada. Karena, selagi ada selalu ditiadakan."

Alend tersenyum simpul. Hatinya terhenyut sakit. Mengingat Regan yang selalu menyakiti hati dan pikirannya.

Kepala Alend menoleh ke loker warna biru tua yang baru saja ia lewati. Tangannya menempelkan sesuatu di sana.

"Belum datang?" gumamnya. Kepalanya celingak-celinguk.

Alend melihat kesana kemari kelas masih kosong. Para sekuriti mungkin lagi bersiap atau masih tidur. Wajar saja ini masih sangat pagi. Dan, entahlah hari ini ia ingin sekali datang lebih pagi.

Setelah menaruh tas ranselnya. Ia pergi ke perpustakaan untuk mengambil sebuah buku bacaan.

Kaki rampingnya menaiki tangga perpustakaan perlahan. Matanya terpaku sesaat. Sebuah sepatu terlihat di satu tangga atasnya. Alend pun mendangak.

Laki-laki itu menatapnya. Alend tahu siapa dia. Hanya saja ia tak tahu siapa namanya. Dia adalah salah satu teman Alrescha, yang juga member SE Team. Kalau di pikir-pikir wajahnya sama semua.

Sama-sama tampan. Eit! Alend tak boleh terpana. Alend gadis yang kekeh!

"Lo bisa lewat sana," celetuknya.

"Lo yang baru naik, ngapa ngusir gue?"

Alend memilih menggeser tubuhnya. Dan, menaiki tangga yang masih tersisa untuk bisa ia lewati.

"Ya Allah, Al. Say hai kek apa kek, main nyelonong aje lu," oceh Jevan.

*****

Hal pertama yang Regan kunjungi ketika sampai di sekolah adalah lokernya. Lagi-lagi wajahnya mengerut. Lokernya tak ada apa-apa alias kosong. Ia merasa sedikit ganjil. Ck! Regan segera menepis perasaan itu. Seharusnya, ia senang karena Alend tak lagi mengganggu kehidupannya.

Regan menutup kasar lokernya. Kakinya berjalan menuju ke lantai atas dimana kelasnya berada. Atensinya menoleh ke sebuah loker yang menarik perhatiannya. Regan mendekati loker milik Alrescha. Tangannya terulur mengambil sebuah kertas yang tertempel di sana.

Semangat belajarnya, Alrescha!! ᕦʕ •-•ʔᕤ

Rahang Regan mengeras. Ia tahu betul dan sangat mengenal tulisan ini. Huruf yang ada di memo ini adalah hasil jari-jemari Alend. Tangannya meremat kertas itu. Lalu membuangnya begitu saja. Ia memandangi loker Alrescha dengan tatapan datarnya.

"Dasarnya emang cassanova!"

"Siapapun pasti lo goda, sekalipun itu tunangan orang. Gue gak peduli," sarkasnya .

"Gan!" panggil Jevan.

"Tumben dateng pagi."

"Jam tangan gue ketinggalan di laci perpus. Jadi ya, gue ambil," jelasnya.

"Kebetulan, gue salipan sama Alend tadi." Jevan memasang jam tangannya.

"Alend?" Jevan mengangguk.

"Pagi banget udah ketemu, sekalinya ketemu juteknya Subhanallah. Gue aja gak di sapa, just say 'lo bisa lewat sana'."

Regan kembali mendongak ketika melihat Alend menuruni anakan tangga dengan beberapa buku pelajaran di tangannya. Terlihat Alend yang menghindari tatapannya.

Regan hendak memanggilnya."Al—"

"ALEND!" panggil Alrescha. Otomatis Alend menoleh ke sumber suara. Ia berbalik ke belakang. Tidak ada siapapun. Tiba-tiba, sebuah telapak tangan menutup kedua matanya. Alend mencoba melepas tangan itu.

"Tebak gue siapa?" ujarnya.

"Pertanyaan lo gak seseru soal kimia," balas Alend.

"Kek bocil tau ga lo?" Alend memutar bola matanya.

"Hehe. Gue emang bocil, kaya lo udah dewasa aja"

Alrescha tersenyum dengan deretan gigi rapihnya. Lalu mengayunkan tangannya mempersilahkan Alend jalan lebih dulu memasuki kelas.

"Silahkan masuk putri"

"Gue Alend, bukan Putri."

"Tapi, lo putri di hati gue. Eaaa," sahutnya.

"Lo bukan pangeran," tukas Alend.

"Iya deh Lend....gue emang serba bukan." Bahu Alrescha merendah.

"Tapi, Raja"

Wajah Alrescha kembali bersinar. "Ahahahai makasih"

"Raja nya cassanova"

"Duh, Al. semakin lo ketus, makin jatuh ati gue." Alrescha mengelus dadanya.

*****

Tak jauh dari keberadaan mereka. Seseorang memperhatikan interaksi keduanya. Ia memilih pergi. Entah kenapa dadanya terasa sesak, ketika selalu melihat kegiatan mereka setiap hari.

"Regan gak bakal pernah tertarik sama Alend"

"Gak akan."

Regan menjauh dari tempat itu.

- REVOTASI -

REVOTASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang