feeling 1.

107 61 71
                                    

"Mustahil jika tidak ada rasa yang muncul di antara persahabatan ini. Entah Dia , Kamu atau malah Aku?"

"Heh, kalian ngapain?"Ucap Fatimah yang muncul dari gerbang sekolah bersama Haikal.

"Nggk, nggk, nggk ada apa-apa"Sahutku sambil menenteng totebag kembali. Aku segera menjulurkan lidahku kepada Daffa dan Rafif.

"Yaudah yuk, balik"Ucap Fatimah pelan.

Aku tersenyum sambil mengangguk, Rafif dan Daffa nampak kesakitan, lalu berjalan bersebelahan denganku.

Di rumah sederhana milik Haikal, tempat yang cukup luas untuk tempat yang di sebut dapur. Aku dan Fatimah memasak Ramen dengan daging dan jamur enoki. Sementara para laki-laki sibuk bermain PS di Ruang tengah..

Ahmad Agung , Kakak Haikal yang per-1, keluar dari Toilet dapur dengan pakaian serba hitam dan Handuk ungu menggantung di kepalanya. Kak Agung perlahan membuka kulkas dua pintu berwarna abu-abu. Lalu mengeluarkan sebotol air mineral. Berjalan santai di antara kami.

"Haikal mana?" Tanya kak Agung sambil meneguk air putih beberapa kali lalu menutup botol minum dan memasukkannya lagi ke dalam kulkas.

"Di Ruang tengah kak, Ps-an sama anak2"Ucapku sambil mengaduk mie.

Kak Agung tersenyum miring sambil mengangguk lalu menghilang di balik pintu dapur.

Mie sudah siap di sajikan.Aku membawa Panci besar berisi Ramen Khas indonesia ini Dengan Kain lap seadanya untuk mengangkatnya. Aku cukup kesulitan untuk membawanya. Tapi tak di sangka aku bisa.

Sambil berjalan cepat "Awas minggirr, Panasss!!" Ucapku sambil melangkahi kaki Daffa yang menghalangi. Segera kuletakkan di meja yang ada di depan mereka.

"Suha, awas, awas, minggir, yahh kalah. Gara-gara Suha nihh ga seru!!!" Ucap Rafif sambil menyuruhku minggir karena menghalangi Tv lalu dengan segera menepuk jidat dan melihatku sinis.

Aku memplototinya tajam. Lalu Rafif tersenyum sungkan. "Ampun nyai"sambungnya sambil tersenyum.

"Gih makan dulu, ntar Ps-an lagi" Ucapku sambil membagikan piring yang di bawa Fatimah.

Akhirnya Haikal mematikan Ps dan kami saling duduk berhadap-hadapan melingkari meja kaca berwarna hitam. Saudara kandung Haikal, Kak Ahmad Agung dan Kak Ahmad Rizki pun ikut nimbrung.

"Woahhhhh" Daffa melotot kepedesan.

"Woahhhhh gilaa enak banget" ucap Rafif sambil menangis kepedasan.

"Yakin, ini butuh masak lagi" Kak rizki menyahut.

"Woahhh, tambah, mau tambah" Kak agung menyahut.

"Enak kan, yang masak Fatimah tuh" Ucapku kegirangan sambil makan ramen dengan garpu hingga mataku memerah.

"Eh apaan!!! Ngada-ngada, orang yang masak cuma lo doang, gue yang liatin"Ucapnya dengan nada polos

"Udah-udah nggk usah berantem. Btw, kalian kayaknya udah cocok jadi ibu rumah tangga, cuzz besok ke KUA, nikah"Ucap Haikal sambil menyendok Ramen dari panci. Semua menatap Haikal, heran dengan perkataannya yang sedikit Ambigu.

"Lo mau nikahin Fatimah sama Suhaa?" Tanya Daffa penasaran. Yang lain pun begitu, termasuk aku.

"Mau di poligami?? pada mau??" Gurau Rafif sambil tertawa.

Aku dan Fatimah langsung mengernyitkan dahi seketika, lalu menatap Haikal.

"Ih, maksud gue ke KUA sendiri, nikah tapi gatau sama siapa"Jawab Haikal sambil tertawa serak.

"Ah bisa aja lo" Sahut Daffa pelan.

"Haikal tuh sama Fatimah udah cocok banget, sama-sama Good looking. Sekelas pula. Kalo bisa nikah antara temen kenapa enggak? Ya nggk? Pada setuju kan??" Ucap Kak Rizki sambil berdehem-dehem lalu tersenyum girang.

"Hemm ehemm,.... cuz kal, keburu di sikat yang lain" Ucap Kak Agung smbil tersenyum tipis.

"Sikaattt Kal"Sambung Daffa sambil tertawa.

"Fatimah, mau? Gih kalo mau langsung ke KUA...huahahahaaa" ucap Rafif terpingkal pingkal.

Fatimah hanya tersipu malu, pipinya merah merona. Sambil sesekali menyenggol tanganku. Haikal menatap Fatimah tersenyum lalu pandangannya berbalik menuju ke arahku.

Begitukah rasanya bahagia menjadi cantik? Beginikah rasanya menjadi orang yang terlalu biasa?. Beginikah rasanya perbedaan?Sudahlah!. Aku tidak ingin terlalu memikirkannya.

"Haikal, liat haikal, diem-diem makannya paling banyak, sampe piringnya mau di telen" Ucap Daffa sambil menunjuk Haikal, setelah melihat Haikal menempelkan piring ke mulutnya untuk menyruput kuah yang tersisa. Semua reflek tertawa lalu melanjutkan makan.

Haikal tersenyum malu, lalu beranjak berdiri menuju ke kamarnya dan kembali membawa sebuah Tas yang lumayan besar.

"Ni Kalian ambil sendiri, ambil secukupnya. Dan yang terpenting, ambil barang yang menurut kalian paling menarik dan paling berharga" Ucap Haikal sambil memperlihatkan isi tas yang dia bawa ada totebag, kaos, dan gantungan kunci, buah tangan dari kota Jogja.

Kebanyakan dari mereka para cowok mengambil kaos dan gantungan kunci. Sementara aku dan Fatimah mengambil Totebag. Aku melihat samar medali milik Haikal, di dalam totebag yang aku pilih.

"Woahhh selamat Haikal...." Ucapku sambil menarik medali itu dan aku tunjukan ke semuanya. Medali bertuliskan Juara 1 Olimpiade Matematika.

Semua menatap ke arahku,dan bergembira bersama. Seketika Haikal menjadi pusat perhatian kami.

Suasana ruang tengah menjadi sangat-sangat ramai dan ricuh, hingga kami semua asik berbincang dan lupa waktu, bahkan tidak sempat untuk belajar kelompok bersama. Padahal minggu depan sudah mulai Ujian Akhir semester. Tapi hari ini kami bersikap Bodo Amat Seolah kami semua ini adalah pengangguran.

"Thank's ya kal"semua mengucap hal yang sama dan beranjak pulang ke rumah masing-masing.

Aku hanya tersisa di sini, ikut membereskan beberapa piring kotor yang masih tersisa. Kak Agung dan Kak Rizki telah pergi ke Alam bawah sadar mereka.

Sementara Orang tua dan adik bungsu Haikal masih berada di Surakarta untuk mengunjungi Neneknya yang sakit.

Setelah semua beres aku segera meraih Totebag hitamku di atas meja makan, di saat yang sama, Haikal muncul lalu memojokkanku ke tembok dengan tangan kirinya. Aku seolah membeku, tidak bisa bergerak. Hidungnya menempel tepat di hidungku, bibirnya seolah-olah mendekat.

Aku tertegun. Tak kusangka Haikal akan seperti ini. Dia menatapku tajam, pandangan matanya sungguh indah. Dia melonggarkan badannya, lalu mundur 1 langkah, mentap kebawah. Dengan cepat dia meraih sesuatu dengan tangan kanannya.

"Ini buat kamu. 2 minggu yang lalu, aku udah bilang. Aku bakal menangin lomba ini. Keinginanku bakal aku sebutin besok . Kamu harus siap ngabulin permintaanku" Ucap Haikal sambil membalikkan badan dan menghilang dari balik pintu dapur.

Dug....dug....dug,

Jantungku seperti bom yang sedang meledak. Rasa Apa ini??. Sungguh aneh, aku takut. Ada kekawatiran dalam diriku yang selama ini aku hindari. Kenapa jadi seperti ini?

2 Minggu yang lalu

"Semangat Haikal, lo pasti bisa menang lomba ini. Kalo menang. Sebutin satu keinginan yang paling lo inginin dari gue nanti bakal gue kabulin. Tapi jangan minta gue nemenin makan seblak lagi kayak tahun lalu. Gilak, waktu itu gue langsung absen sekolah seminggu"Ucapku sambil sedikit tertawa canggung. Ku elus perlahan punggung tegap Haikal yang sesenggukan karena menangis, tiba-tiba dia menatapku sambil tersenyum.

"Thank's Suhaa, karena karena udah mau jadi pendengar setia gue. Dan terimakasih untuk selalu ada setiap gue ada masalah"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
#justwriteit

21 Mei 21

ADD STORY [REVISI]Where stories live. Discover now