↪Ineffable 4

2.5K 647 87
                                    

"Maaf, Moran-san, kamarnya hanya tersisa satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf, Moran-san, kamarnya hanya tersisa satu."

Saat ini dunia pasti tengah mengujinya, Moran yakin sekali.

Seakan tidak puas membuat dirinya menahan diri hingga satu jam lamanya, bertingkah seperti tidak ada yang terjadi setelah gadis itu membuat sesuatu dalam diri Moran terbangun. Kini Moran kembali dihadapkan dengan situasi sulit.

Jauh lebih sulit dari belajar sniper. Jauh lebih sulit dari menentukan wanita mana yang harus ia pilih untuk menghabiskan malam bersamanya. Kalau boleh jujur, Moran merasa sedikit menyesali keputusan yang ia ambil beberapa saat lalu. Jika saja bukan karena waktu yang mepet, Moran pasti lebih memilih menghabiskan uangnya untuk memuaskan nafsu makan nona bangsawan disampingnya kini.

"Hmm."

[Name] terlihat menimbang-nimbang. Jemari kecilnya itu menyentuh dagu, menciptakan sebuah pose khas kala gadis itu berfikir keras. Sang pelayan penginapan melirik Moran, memberikan sebuah kerlingan menggoda untuk sang pria. Secara terang-terangan mengundang sang mantan colonel untuk menghangatkan ranjangnya.

"Kalau begitu kami akan cari penginapan lai-"

"Kami ambil!"

Jawaban yang tidak terduga. Lagi-lagi Moran dibuat terkejut dengan pernyataan tidak terduga yang dikeluarkan oleh sang gadis. Bukankah para nona bangsawan itu sangat selektif dalam memilih pria yang akan tidur bersama mereka? Sudah jelas para bangsawan tidak akan sudi tidur diatas kasur yang sempit, apalagi jika bersama rakyat jelata.

Oh, Moran lupa kalau gadis disampingnya ini bukan nona bangsawan biasa.

Dan pada akhirnya disinilah Moran berada. Berdiri tegap sembari mengamati pemandangan diluar jendela. Iris matanya menatap lurus ke depan sana, kearah sebuah jembatan yang mulai dipenuhi kabut. Air mengalir pelan, begitu tenang walau telah membuat nyawa seorang manusia melayang.

"Cantik, ya."

Suara lembut mengalun, menyapa indera pendengaran dengan begitu sopan. Iris obsidiannya bergulir kesamping, menatap sang gadis dengan balutan gaun biasa. Tentu saja gaun itu dibeli dengan uang Moran setelah mendapati bahwa gaun tidur yang dikenakan oleh gadis itu sudah kotor dan berlumpur lantaran kabur dari kejaran para penjaga.

Kali ini tudung yang menutupi tubuhnya telah dilepas, membuat wajah cantik itu terekspos begitu jelas. Semilir angin kembali menerbangkan helaian surai indah sang gadis, disertai guyuran cahaya bulan purnama. Moran kembali menebak, mungkinkah nona bangsawan ini adalah perwujudan dari dewi selena?

Sebab dia begitu cantik ketika bersanding dengan purnama.

"Iya, cantik."

Siapa yang kau sebut cantik, Moran? Pemandangan bulan purnama yang ada didepan mata atau justru sang nona?

Ah, gawat, gadis ini benar-benar tidak baik untuk jantung Moran. Seluruh bagian dari tubuh [Name] tidak pernah gagal dalam hal membuat nafsu duniawi sang pria datang.

Ini tidak baik, Moran harus segera mendatangi pelayan cantik tanpa busana yang tengah menunggunya di kamar sana.

"Aku akan pergi dulu-"

Secara tiba-tiba gadis itu berbalik, tanpa dosa melepas gaun yang ia kenakan. Moran nyaris saja terjungkal kebelakang kalau saja ia tidak menahan diri dengan memegang pinggiran jendela. Dadanya bergemuruh ketika menatap punggung mulus sang gadis, disertai korset menyesakan yang berada dipinggangnya.

"Apa yang kau lakukan, nona?!"

Moran panik. Demi tuhan, sebenarnya dirinya dimata [Name] itu apa? Anak kecil yang akan bersikap polos dan biasa saja ketika disuguhi pemandangan seindah ini? Jelas tidak! Moran adalah laki-laki dewasa.

Laki-laki dewasa yang senang akan lekuk tubuh wanita.

"Kenapa? Aku hanya ingin meminta tolong padamu untuk melepas tali korsetku. Tanganku tidak sampai."

Jernihkan fikiranmu, Moran.

Faktanya [Name] terbiasa dibantu saat tengah berganti pakaian. Para pelayan yang membantunya memang mayoritas adalah perempuan, namun ada juga laki-laki yang sering menggantikan para pelayan perempuan yang tengah sibuk. Dia adalah seorang pelayan tua yang sudah bertahun-tahun mengabdi dikeluarga [Name]. Sejak kecil bersama sang nona hingga menganggap [Name] seperti anaknya sendiri.

[Name] tahu bahwa pria yang membantunya sekarang ini jelas bukan pelayan tua yang ia anggap sebagai ayah. Sudah jelas Moran adalah pria lajang yang sering bermain dengan para wanita. Namun, apalah daya tangan [Name] tidak sampai untuk melepas tali korslet yang ada dibelakang sana. Sejenak [Name] mengumpati desain tali yang menyulitkan ini.

Kenapa tidak diletakan di depan saja coba?

"Cih, dasar otak selangkangan."

Tertohok. Seketika Moran dibuat tidak bisa berkata-kata oleh kalimat sarkas sang nona. Tidak pernah Moran dapati kalimat sepedas itu, apalagi kalimat itu keluar dari bibir nona bangsawan tanpa etika yang sialnya memiliki wajah cantik.

Ini tidak adil.

Hening menguasai suasana, suara gesekan tali dan badan korset memenuhi ruangan. Iris obsidian Moran tidak lepas dari punggung mulus yang mulai terlihat tiap kali tali korset itu terlepas. Lagi-lagi Moran dibuat sulit menarik nafas oleh sang nona bangsawan dihadapannya kini.

Sepertinya perkataan sarkas sang nona itu memang benar.

"Moran-san."

"Hm?"

Moran berusaha santai. Masih tetap bungkam sembari melepas tali korset itu dengan seksama. Ketika menatap betapa sesaknya korset itu, fikiran Moran teralihkan. Mengenakan benda seperti ini hanya untuk terlihat cantik pasti begitu menyiksa. Belum lagi gaun serta perhiasan yang meski dipakai untuk memperindah penampilan. Tidak heran jika gadis ini merasa muak menjadi seorang bangsawan.

"Aku ingin menjadi rakyat biasa saja."

Gerakan Moran terhenti, kini iris matanya menatap sang gadis yang tengah menoleh kearahnya. Bibir tipis itu kembali mengulas senyum, disertai mata yang menyipit manis.

"Berlarian dan mencoba makanan hingga perut penuh, menikmati festival dan tidur dengan pakaian seadanya."

Secara tiba-tiba listrik padam, disusul puluhan lampion diterbangkan untuk menandakan berakhirnya festival. Cahaya orange yang terpancar dari lampion membuat wajah sang gadis makin terlihat jauh lebih indah, dipadu dengan sinar bulan yang menerangi keduanya.

Tawa pelan mengudara dari bibir indah sang nona.

"Kabur bersamamu itu sangat menyenangkan, Moran-san."

Di jendela itu, Moran mendapati sosok yang jauh lebih indah dari bidadari yang ada disurga.















































Di jendela itu, Moran mendapati sosok yang jauh lebih indah dari bidadari yang ada disurga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[A/N]

Moran kalau bucin pinternya ilang, ya🗿

 INEFFABLE | S. MoranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang