Intrik

21 10 6
                                    

Berdiri di depan cermin, sekali lagi Ayu perhatikan penampilannya. Rambut sudah diikat rapi menyerupai ekor kuda. Wajah manisnya tampak bercahaya meski tanpa polesan make up.

Memutar badan, Ayu raih tas sekolahnya di atas meja belajar. Pagi ini Ayu terlihat tidak begitu bersemangat pergi ke sekolah. Seolah ada beban berat menghimpit pundaknya.

Dan hal itu tidak luput di perhatikan oleh sang ayah saat asyik menyeruput kopi begitu Ayu duduk di ruang makan.

"Pagi!" sapa Ayu, setelahnya menerima sepiring nasi goreng dari ibunya. Malas-malasan Ayu memakan sarapannya, dan berakhir hanya mengaduk-aduk tanpa berniat menghabiskan.

"Ayu!"

"Ya ...."

Menghentikan sejenak kegiatannya mengaduk makanan, Ayu dongakkan kepala menghadap sang ayah yang menatap penuh selidik.

"Kenapa tidak dimakan?!"

"Hmm ... ini dimakan, kok."

Ditegur sepert itu, nyali Ayu langsung menciut. Ibu yang mendengar pun tidak berani menyela, tetap melanjutkan makan dalam hening.

"Ya sudah, cepat habiskan. Setelah itu ayah antar ke sekolah."

Tidak lagi bersuara, hanya anggukan kepala Ayu berikan sebagai jawaban.

***

Kuis dadakan minggu lalu masih menyisakan perasaan kesal di hati anak-anak kelas 1F---kelas Ayu. Kelas yang terkenal karena penghuninya banyak tingkah itu tiba-tiba menjadi sangat ribut.

Mereka tidak terima karena nilai yang diperoleh sungguh di bawah rata-rata, kecuali beberapa siswa tentunya. Sudah begitu, salah satu dari mereka ada yang terpaksa tidak bisa mengikuti kuis karena ketahuan menyontek.

Kejadian itu bahkan harus diusut sampai ruang guru BK. Aryo namanya, siswa yang menurut pengakuan Bu Intan ketahuan menyontek jawaban Hera.

Bagaimana mungkin? Padahal semua orang juga tahu kalau Hera dan Aryo sebelas dua belas dalam hal kapasitas otaknya. Jadi, untuk apa Aryo menyusahkan diri sendiri kalau hasilnya nol besar. Bukankah lebih baik kalau dirinya mengintip jawaban Seno, pemilik peringkat nomor dua di kelas? Secara bangkunya pun tepat di depan meja Aryo.

Aryo sebagai tersangka utama, awalnya cukup kaget karena tuduhan yang sama sekali tidak berdasar---menurutnya.

Dirinya bahkan berani bertaruh akan lari keliling lapangan tanpa celana kalau benar terbukti bersalah. Yang langsung mendapat delikan tajam dari guru BK.

"Ssstt ... Ayu," panggil Lala si agen gosip lambe-lambean di kelas saat jam istirahat.

"Kenapa?" masih dengan ekspresi datar, Ayu balik bertanya.

"Udah tau belum, Aryo dihukum tidak boleh mengikuti kuis Bu Intan gara-gara ketahuan nyontek?" ucapnya bisik-bisik.

Padahal tanpa bisik-bisik pun semua orang sudah tahu. Ayu adalah pengecualian. Karena Ayu yang pintar sangat jarang terlihat bergosip. Jadi, sebagai agen gosip terkini, Lala wajib memberitahu Ayu.

"Emang penting?"

Sebuah tepukan ringan Lala layangkan pada pundak Ayu. Gemas dengan sikap temannya yang katanya pandai itu. Tetapi memiliki sifat minus, ugh.

"Kagak penting!"

"Oh, yaudah."

"Kok, gitu doang, sih?" Lala mencebik gara-gara mendengar jawaban Ayu. Kakinya ikut menghentak ke lantai sampai badannya ikut bergerak-gerak seperti cacing berdisko.

"Mungkin emang Aryo lagi kena sial aja, La. Udah, deh, orangnya aja santai, kok. Tuh lihat, anaknya masih bisa ketawa begitu." Ayu menunjuk ke arah Aryo melalui isyarat mata.

Merasa diperhatikan, Aryo memberikan cengiran khasnya pada Ayu juga Lala. Tidak tahu saja kalau dirinya sedang jadi bahan perbincangan hangat di antara mereka.

Gadis berponi itu diam, tidak tahu harus berkata apa lagi. Walaupun begitu, di dalam hatinya Lala meyakini bahwa kejadian yang menimpa Aryo adalah sebuah bentuk kesengajaan dari seseorang.

Dunia AyuWhere stories live. Discover now