Ketegangan

15 8 18
                                    

Di lain tempat, seorang gadis berseragam putih abu-abu berjalan tergesa memasuki kelasnya. Di sepanjang perjalanan menuju kelas, Laras beberapa kali hampir menabrak orang yang berjalan berlawanan arah dengannya.

Hati yang panas seolah terbakar api, menjadikan pikiran Laras tidak fokus. Matanya memerah menahan tanggul yang siap jebol, kalau saja Laras tidak ingat dirinya masih di sekolah.

"Kok balik lagi, Ras? Katanya mau susulin Bayu ke kantin?"

Wina dibuat heran oleh kedatangan Laras.

Belum lagi rasa terkejutnya hilang, ia sudah disuguhi pemandangan Laras yang menelungkupkan kepalanya di atas meja. Lantas, menjadikan kedua tangan yang dilipat sebagai penopang kepala.

Bahu Laras bergetar disertai sebuah isakan lirih dari bibirnya. Wina pun iba dibuatnya.

Setahu Wina, tadi Laras tampak baik-baik saja waktu pamit ke kantin. Tidak juga ada tanda-tanda gadis itu sedang mempunyai masalah. Kalaupun iya, Laras sudah pasti akan bercerita padanya.

Mengusap pelan punggung Laras, kepala Wina menoleh ke kanan dan ke kiri. Berharap semoga tidak ada teman kelasnya yang melihat. Takut dikira sedang melakukan hal yang tidak-tidak.

"Ras, kamu kenapa?" bisik Wina lirih tepat di telinga Wina. "Jangan nangis, malu diliatin anak-anak. Nanti luntur, ah, cantiknya."

Sedikit bercanda, Wina berusaha membujuk gadis pemilik rambut hitam sebahu agar berhenti menangis.

"Apaan, sih, gak lucu tau."

Menegakkan punggung, lalu bersandar pada kursi. Laras mengusap pelan bekas air matanya dengan tangan.

Perlahan Laras mulai tenang, matanya tidak lagi terlihat akan mengeluarkan air mata. Namun, bekas itu masih ada.

"Astaga jelek sekali wajahmu, Ras?!" Wina berteriak dengan wajah terkejut yang dibuat-dibuat. Namun, tak urung mengeluarkan tisu yang ia ambil dari tas dan menyodorkan pada Laras. "Nih, lap dulu. Dasar anak ingusan."

"Bodo."

Sebuah lemparan bekas tisu berbentuk bola-bola mendarat mulus di wajah Wina.

"Jorok banget, sih, Ras."

"Suka-suka aku, lah."

"Yee, nyolot aja terus. Sensi amat, Ras. Ada apa, sih, ayo cerita."

Laras menarik napasnya cukup panjang dan mengembuskan dengan cepat. Rasa sesak di hati muncul begitu saja saat teringat kejadian di kantin tadi.

Awalnya gadis itu berniat menyusul Bayu, setelah lebih dari sepuluh menit cowok yang ia mintai tolong membeli camilan tak kunjung datang. Sebentar lagi sudah masuk jam istirahat, pasti ramai. Begitulah kira-kira yang ada dalam pikirannya.

Begitu sampai di kantin, mata bulat jernih Laras memandang terkejut seseorang yang menjadi tujuannya datang ke kantin. Di depan sana, Bayu sedang asyik menggoda seorang gadis---Ayu.

Dari tempatnya berdiri, dan karena suasana kantin yang belum ramai. Laras bisa mendengar cukup jelas ketegangan di antara keduanya.

Miris hati Laras mendengar kata-kata rayuan terlontar dari mulut Bayu. Bagaimana Bayu memandang Ayu dengan sorot penuh pemujaan.

Laras meremas kuat roknya, hingga buku jarinya memutih. Untung saja posisi berdirinya menghadap lurus ke punggung Bayu. Jadi, Bayu tidak akan tahu kalau Laras mencuri dengar percakapan mereka.

Jujur Laras cemburu, juga kesal secara bersamaan. Laras tidak begitu mengenal Ayu, tetapi Bayu adalah temannya. Dan ia tidak rela melihat Bayu yang terus berbicara, tetapi hanya ditanggapi dingin oleh gadis itu. Sombong sekali.

"Oh, jadi begitu ceritanya." Wina mengangguk paham, bersimpati pada hati Laras yang tidak berbalas.

"Kamu kenapa gak bilang jujur aja, sih, pada Bayu. Bilang gitu kalau kamu suka sama dia." Wina sedikit menyayangkan sikap Laras karena tidak berani berterus terang pada Bayu.

"Tidak semudah itu, Wina ...." Laras membuang napas pasrah.

Dalam urusan virus merah jambu, Wina memang bukan ahlinya. Meski begitu, dirinya cukup tahu dan dapat menebak percikan-percikan tersirat yang muncul ketika Laras berada di dekat Bayu. Semua teman di kelas mereka pun tahu akan hal itu. Bayu saja yang bodoh karena tidak peka.

"Ya, terus kamu maunya gimana sekarang? Pasrah gitu aja tanpa ada usaha?" tanyanya tidak sabar.

"Kalau jujur, terus Bayu marah gimana? Aku takut dan gak mau kalau pertemanan kami hancur gara-gara aku yang bilang suka."

Wina cukup tahu bagaimana pertemanan antara Bayu dan Laras. Memang benar keduanya sudah berteman cukup lama, sejak mereka duduk di bangku SMP.

"Kalau aku ogah makan hati, Ras. Lebih baik jujur berakhir ditolak daripada diam tanpa bertindak," kata-kata pedas Wina sukses menyindir Laras.

Tangan terangkat, menggaruk kepala yang tidak gatal. Sakit kepala Wina lama-lama menghadapi keras kepalanya Laras. Pasal cinta saja kenapa harus seribet ini, sih?

"Kata orang cinta itu harus diucapkan, jangan dipendam. Dan kalau sayang, buktikan. Halah, cinta tai kucing," gerutu Wina, entah ditujukan pada siapa.

"Siapa yang jatuh cinta?" tanya Bayu tiba-tiba, penasaran mendengar sepotong percakapan di antara mereka berdua. Memandang bergantian ke arah Wina dan Laras penuh tanya.

Mereka yang ditatap sedemikian rupa oleh Bayu, tampak terkejut karena objek yang sedang mereka bicarakan sudah berdiri di samping Wina.

Menggigit bibir bagian dalam, Laras berusaha merapal doa semoga tidak ada satu pun dari ucapannya yang didengar oleh Bayu. Ya, semoga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dunia AyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang