1. Crown Prince

2.4K 188 23
                                    

Sang pangeran mahkota kini sedang mendudukkan diri nya di taman belakang istana. Menatap jauh ke arah telaga luas yang terpampang layak nya danau.

Hening.

Ia hanya menikmati tiupan angin yang menyapa kulit putih bersih nya.

Ini adalah tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan.
Bagaimana dia tumbuh besar di sini, tempat ini seolah saksi pertumbuhan nya.

"Ibu, Ayah," lirih nya, namun ada seulas senyum di bibir nya.

Mata nya kembali menerawang jauh.



"Pangeran Giordan sudah cukup main hujan nya nanti pangeran sakit."

Suara itu membuat Pangeran menoleh ke sumber suara.
Sang ibu dengan wajah kesal nya yang bahkan tak dapat mengurangi kecantikan nya.

Salah satu pelayan ibu nya langsung mengambil nya.
Menggendong Giordan lalu menyampirkan handuk untuk menghangatkan nya , lalu memberikan Giordan ke gendongan sang ibu.

"Anak nakal, kata yang mulia raja anak ibu kabur hmm dari kelas sastra?"

"Jio bosan ibu."

"Nakal, untung saja kamu lucu nak, untung saja ibu menyayangi iblis kecil ini. Jadi ibu tak sanggup memarahi mu."

"Apa ayah akan marah?"

"Menurut Jio?"

"Marah! Ayah galak," ada sebersit kilatan rasa takut di mata Pangeran muda itu.

"Jio harus mandi dulu, pelayan ibu sudah menyiapkan air hangat untuk Jio, setelah itu ayah ingin jio menemui nya di ruang kerja beliau."

"Jio takut ibu."

"Tidak apa apa sayang, Jio harus minta maaf ya? Jio salah."

Dengan pasrah anak itu mengangguk.

Jio tau sang ibu ratu pasti akan tetap membela nya apapun yang terjadi.

"Jangan terlalu keras pada Jio dia hanyalah anak berumur 5 tahun yang mulia, wajar saja jika pangeran mahkota masih ingin bermain."

"Na? Waktu seumuran Jio aku bahkan sudah menghafal 1 buku sastra dengan tebal halaman lebih dari 500. Jangan terlalu memanjakan nya Nana di masa depan tugas nya tidak sedikit, ada negara di bahu nya yang harus ia pimpin."

Itulah yang sayup sayup Giordan dengar dari luar pintu ruang kerja ayah nya.
Sejenak Jio menunduk, ayah dan ibu nya harus bertengkar karena nya.

"Ayah jio masuk."

Jio membuka pintu ruang kerja Ayah nya lalu beringsut duduk di samping ibu nya. Seolah ingin meminta perlindungan.

"Pangeran mahkota, katakan kesalahan apa yang pangeran perbuat?"

Kalau sudah begini Jio menjadi makin takut, sedikit tidak nya dia mengerti.
Ayah nya berbicara sebagai raja sekarang bukan sebagai ayah.

"Maaf yang mulia," hanya itu yang bisa Jio katakan.

"Pangeran melakukan kesalahan apa?" Ulang  sang Raja lagi.

"Jio pergi bermain hujan dan membolos pelajaran sastra."

"Bagus, ini hukuman untuk pangeran."

Sang raja memberikan satu buku sastra tebal,

"Hafalkan 30 halaman, lalu datanglah ke ruangan ayah besok pagi."

Mata Jio membola tidak percaya. Hey itu mustahil. Lagi pula apa guna nya menghafal sastra kuno di abad ke 21 ini? Namun Jio jelas tak punya pilihan selain mengiyakan perintah ayah nya.

"B-baik ayah."

"Bagus, bawa ini kembalilah ke kamar dan belajar."

Jio mengambil buku tebal tersebut kaki kecil nya melangkah menuju ke kamar diikuti oleh 2 pengawal pribadi nya.

"Jen?"

Sang raja menoleh mendengar istri nya memanggil nya dengan nada putus asa.

"Kenapa ratu ku?"

"Bagaimana bisa Jio menghafal semua nya dengan waktu satu malam."

"Aku hanya mencoba membuat anak itu memahami konsekuensi perbuatan nya hari ini Nana, jika dia salah dia harus di hukum dan jika dia berhasil akan ada hadiah untuk nya."

Sang ratu hanya menghela nafas. Suami nya begitu keras kepala.

......

Keesokan pagi nya sang pangeran mahkota menuju ruang kerja ayah nya sekitar pukul sembilan. Dia begadang dan benar benar hanya tidur 3 jam demi menghafalkan semua isi sastra lama itu.

"Selamat pagi yang mulia raja, pangeran mahkota memberi salam."

"Apakah pangeran sudah menghafal yang ayah tugaskan?"

Giordan mengangguk mantap.

"Silahkan uji hamba yang mulia."

Sang raja tersenyum kemudian menyuruh anak nya mulai menyebutkan kalimat kalimat sastra tersebut dari halaman satu sampai 30.
Sementara dia masih memeriksa beberapa dokumen dari pejabat provinsi.

"Sudah selesai yang mulia," ucap Jio saat menyelesaikan kalimat terakhir nya.

Sang Raja tersenyum bangga. Anak nya terbukti jenius hanya saja dia malas.

"Bagus. Sebagai imbalan apa yang akan pangeran minta pada ayah?"

"Apa boleh?" Tanya Jio ragu.

"Tentu saja Nak."

Giordan tersenyum, sejenak memikirkan apa kira nya yang akan ia minta.

"Bolehkah aku memetik bunga tulip kuning di rumah kaca mendiang nenek? Apakah ayah akan mengijinkan nya?"

"Untuk apa?"

"Dini hari tadi rasa nya aku mendengar langkah kaki ibu datang memindahkan ku dari meja belajar ke tempat tidur lalu menyelimuti ku, bukan kah ibu Ratu sangat suka bunga tulip kuning? Boleh kah? Aku hanya akan memetik nya secukupnya."

Sang Raja tersenyum tulus memperhatikan buah hati satu satu nya lekat.

"Tentu saja boleh, tetapi Giordan boleh ayah bertanya?"

"Ya?"

"Apakah Giordan tidak bahagia hidup di istana?"

Giordan menunduk mencoba mencari jawaban terbaik sekiranya agar sang ayah tidak kecewa.

"Terkadang aku merasa begitu, tapi ayah bilang ini memang takdir ku, sama seperti ayah aku akan belajar karena nanti beban ku bukan buku buku itu lagi, melainkan seluruh negeri ini."

Jeno tersenyum memeluk sang putra.
Dia tak menyangka anak 5 tahun itu bisa menjawab pertanyaan nya dengan begitu bijak nya.





"Yang mulia Pangeran mahkota? Penobatan nya satu jam lagi."

Suara pengawal pribadi nya kini melenyapkan lamunan Giordan yang ternyata sudah sangat jauh.




To be continue.

Our Little PrinceNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ