6.Family

577 55 0
                                    

"Pangeran? Semua baik?"

Jio menoleh ke arah sang Ibu yang sedari tadi menyesap teh nya.

"Semua baik ibu, tak perlu mengkhawatirkan apapun."

"Ayah mu sering pulang larut akhir akhir ini, apa ada masalah di pemerintahan?"

"Tidak ibu sayang, hanya banyak pekerjaan. Jio pun sama. Pulang larut karena pekerjaan terlalu banyak. Jadi tak ada yang perlu yang mulia ratu khawatirkan."

Giordan merasa sangat bersalah dalam hati membohongi sang Ibu. Namun ini sudah menjadi kesepakatan nya dengan sang Ayah. Kesehatan sang Ratu akhir akhir ini menurun.
Sehingga harus rehat sementara dari urusan pemerintahan.

Sementara di tempat lain Raja Jeno sedang mengunjungi pelosok wilayah, betapa perih hati nya melihat semua orang kelaparan, tak punya rumah yang layak. Anak anak menangis menjerit seolah mengatakan betapa sakitnya mereka dijatuhi kemalangan.

Jeno berani bersumpah akan ia babat habis semua pelaku penggelapan sumbangan untuk orang orang ini.

"Yang mulia, sudah saat nya pulang."

Jeno yang melihat matahari juga sudah mulai tenggelam segera mengangguk.
Sampai di Istana keadaan sudah gelap jam antik di aula kerajaan sudah menunjukkan pukul delapan malam.

"Selamat datang yang mulia,"

"Permaisuriku? Kenapa tidak menunggu di kamar saja?"

"Saya hanya sangat bosan seminggu ini terkurung."

Jeno tersenyum mendengar alasan yang dibuat oleh Sang Ratu.

"Maka dari itu cepatlah pulih, Nanti kita bisa bepergian berdua."

"Tidak kah anda lihat? Saya baik baik saja yang mulia."

"Anda tidak bisa membohongi saya permaisuri, dokter selalu melaporkan keadaan anda setiap hari."

Perdebatan sengit itu tampak akan terus berlanjut, sampai pangeran mahkota datang.

"Salam untuk Raja dan Ratu."

"Nak kita bicara nanti. Ibu mu tampak sangat merindukan ayah. Ayah harus ke kamar dulu."

Disama Jio hanya melongo melihat tingkah ayah nya. Sementara sang ibu kasih mengoceh entah apa yang mereka ributkan lagi selalu ada ada saja.

Setelah sekiranya pukul 1 dini hari. Jeno keluar dari kamarnya mendapati Jio yang tengah sibuk menganalisis beberapa dokumen di ruang tengah.

"Terlalu larut untuk bekerja, pangeran mahkota."

"Ayah, aku menemukan kejanggalan disini. Orang orang ku juga sudah menelusuri beberapa mentri yang kita curigai ayah."

"Ayah sudah pegang bukti nya pangeran, kita hanya tinggal menunggu waktu. Ngomong ngomong pemerintahan mendesak mu untuk menikah untuk mengalihkan isu."

"Ayah aku masih sangat muda."

"Padahal tunanganmu terlihat sudah siap."

"Dia masih terlalu ceroboh ayah, terkadang aku pusing sendiri melihat nya."

"Semua bisa dibimbing nak, nanti harus jadi suami yang bertanggung jawab ya?"

"Ayah kenapa jadi membahas pernikahan? Kapan bisa kita tangkap para tikus ini."

"Pangeran, yang kita tangkap ini cukup berbahaya salah langkah kita yang kena. Perlahan tapi pastikan mereka lenyap. Jangan gegabah."

"Baik ayah aku salah, maaf."

"Bukan begitu, kau hanya perlu sabar. Biar ayah yang mengurus sisa nya ini. Kau bisa tidur sekarang nak. "

.....

Hingga tiba hari dimana semua pelaku korupsi tertangkap, Jeno benar benar menepati janji nya untuk melenyapkan semua nya.

"Yang mulia anda tak memberitahu saya soal ini."

"Maaf permaisuri ku, aku hanya ingin kau tak terbebani. Setelah ini aku yang aku mau hanya menghabiskan waktu dengan istriku tersayang."

"Anda sangat menggelikan. Ingat umur anak anda sudah duapuluh dua tahun."

"Levanya tadi datang, dia mengadu Jio tak datang di hari Kelulusan nya."

"Giordan sangat larut dengan pekerjaan nya permaisuri, aku terkadang menyesalkan sikap nya yang seperti itu. Kasihan Putri Levanya."

"Aku sudah mencoba memberikan pengertian pada Putri. Tapi entah lah."

"Mereka lucu sekali, bagaimana bisa sepupu yang bermusuhan sejak kecil tiba tiba menjalin hubungan romantis."

Nana juga terkekeh. Anak nya sudah dewasa. Putri Levanya yang sedari kecil dianggap nya seperti anak sendiri ternyata akan menjadi menantu nya.

"Yang mulia, saya mau mencari putra kita dulu. "

"Hey bicara nanti saja, suamimu ini sangat merindukan mu permaisuri."

"Saya tidak punya waktu untuk anda yang membohongi saya."

Memang mood perempuan mudah berubah, Jeno mendengus sambil memperhatikan langkah sang ratu menjauh.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu mengalihkan atensi Giordan dari iPad nya.

"Ibu boleh masuk nak?"

Jio segera membukakan pintu mengetahui bahwa sosok itu adalah sang ibu.

"Ibu duduk dulu."

"Jio sedang apa?"

"Membaca beberapa hal penting ibu, ada apa?"

"Bekerja nya dilanjut besok nak, bisa?"

"Bisa ibu, apa yang ingin ibu bicarakan?"

"Tadi siang putri sempat mampir, kami banyak bercerita. Jio? Beri waktu mu sedikit untuk Putri Levanya."

"Ibu aku kemarin banyak pekerjaan sampai lupa dengan Vanya, maaf bu aku lalai."

"Bukan begitu nak, kita bisa belajar membagi waktu kan?"

"Iya ibu Jio akan coba lebih baik lagi."

"Jangan seperti ayah mu, kemarin sibuk sekali ibu ditinggal terus terusan, ibu mengerti bagaimana perasaan Putri makanya Jio tidak boleh  seperti ayah. Ibu ingin nanti ketika Jio sudah menikah Jio bisa benar benar membagi waktu dengan keluarga. Mengerti?"

Jio terkekeh mendengar curahan isi hati ibu nya. Namun tetap mengangguk mengiyakan.

"Sehabis ini ibu akan dibawa liburan kan? Bukan kah sudah lama ibu tak mengunjungi Swiss negara favorite ibu?"

"Ha? Benarkah? Siapa yang akan ke Swiss lagi? Ibu tidak ada rencana."

"Ups, ayah belum memberitahukan nya ya?"

"Oh jadi ayah mau mengajak ibu ke Swiss? Ibu pergi dulu nak, ibu akan tanya sendiri."

Jio menghela nafas, dia mengacaukan acara kejutan yang disiapkan ayah nya. Nanti dia pasti akan dimarahi.

Tak apa sekarang Jio sudah tak takut lagi di marahi sang Ayah. Justru itu yang membuat mereka terasa seperti Keluarga sesungguhnya.

Our Little PrinceWhere stories live. Discover now