28

8.1K 533 6
                                    

***


Gie asik bermain pasir menggunakan ember dan sekop mainannya. Balita yang saat ini berumur 3 tahun lebih itu mencoba membuat istana pasir yang biasa dibuatnya dengan Dave.

Sore itu pantai tampak sepi, hanya ada Dru, Juna, dan putri kecil mereka. Dru menggelar tikar kecil untuk mereka duduk, tidak lupa makanan serta minuman. Ide piknik itu dicetuskan Juna karena kebetulan dirinya memiliki waktu senggang.

“Mommy, Gie engga bisa buat istana kayak uncle Dave!” teriak Gie sebal kerena istananya tidak juga jadi.

“Sini daddy bantu buat.” Juna berjalan mendekati putrinya.

Ayah dan anak itu asik bermain, sedangkan Dru memilih membaca buku yang di bawanya dari rumah. Teleponnya berbunyi ketika wanita itu menyelesaikan bukunya.

“Assalamu’alaikum nak,”

“Wa’alaikumsalam bun.”

“Gimana kabar kalian? Ehh bunda ganti video call aja yaa, kangen sama cucu bunda yang lucu.” Amy mengganti panggilanya menjadi video call.

“Lohh kamu lagi di pantai?”

“Iya bun Mas Juna ngajakin piknik.”

“Oallah, anak itu sering ngunjungin kamu?” Tanya Amy penasaran.

“Lumayan bun kalo lagi engga sibuk.”

“Tapi dia engga jahatin kamu kan?” Amy tidak rela jika Juna sampai berbuat macam-macam pada Dru dan cucunya. Sekarang pria itu bagaikan anak tiri di keluarganya.

“Engga kok bun.”

“Kalo anak itu sampai macam-macam,lapor ke bunda! Atau kamu mau pindah ke Jogja lagi?”

“Engga bun, Dru udah nyaman di sini. Lagian kan Dru ada kerjaan.”

“Kamu kalo kesulitan buat mengasuh Gie sambil kerja bilang bilang bunda. Nanti bunda carikan babysitter atau bunda tinggal di Bali aja buat jagain cucu kesayangan bunda.”

“Kerjaan Dru santai kok, bisa dikerjain di rumah. Lagian emang ayah mau ditinggal bunda?”

“Ohh iyaa iyaa.” Amy menepuk dahinya, mengingat dirinya memiliki suami yang begitu manja dan posesif. Mana mau di tinggal ke Bali.

“Gie oma nih!” Panggil Dru sembari melambaikan tangannya.

Juna melepas kaosnya yang basah karena ulah putrinya yang bermain air. Pandangan Dru terpaku pada perut sixpack pria itu, sudah lama dirinya tidak melihat apalagi menyentuhnya, mengelusnya, dan merasakan kerasnya perut itu. Wanita itu menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran kotornya.

Pria itu menggendong putrinya menuju Dru dan mendudukkannya di samping wanita itu. Dru mengarahkan ponselnya menuju wajah Gie, agar Amy dapat melihat wajah cucunya.

“Uluhh…uluhhh… cucu oma main di pantai yaa?”

“Iya oma, tadi Gie sama daddy bikin istana pasir. Bagus banget, lebih besal dari uncle Dave buat.” balita itu masih belum bisa mengucapkan huruf ‘r’.

“Gie seneng?”

“Senang oma.”

“Gie memang engga rindu oma sama opa? Padahal oma rindu banget loh sama Gie.”

“Gie lindu juga, mom kapan kita bisa ketemu oma?” Tanya Gie polos.

“Besok ya sayang.” Jawab Dru.

“Gie pengen ke rumah oma?” Tanya Juna.

“Pengen daddy!”

“Ya udah besok kita ke Jogja, ke rumah oma.”

“Memang kamu engga sibuk mas?”

“Engga papa, nanti di sana beberapa hari aja. Kamu bisa izin kerja kan?”

Dru mengangguk sedangkan Gie bersorak senang. Amy menutup sambungan telepon untuk memeberitahukan kepada suaminya bahwa anak dan cucunya besok akan pulang. Untuk pertama kalinya Gie naik pesawat dan ke Jogja. Kota kenangan yang mmenyimpan banyak memori menyedihkan ataupun menyenangkan.

Setiap sudut kota menyimpan banyak cerita, dan mengingatkannya pada pria yang kini duduk di samping Dru.

***


Gie berada digendongan Juna, sedangkan Dru berjalan di samping pria itu, bandara Yogyakarta International Airport tampak ramai. Juna merangkul lengan wanita itu agar mendekat padanya, karena tubuh wanita itu sejak tadi tersenggol-senggol. Ia khawatir Dru akan terjatuh.

“Daddy, lumah oma masih jauh?” tanya Gie ketika mereka sudah memasuki taksi yang Juna pesan.

“Engga sayang, sebentar lagi sampai. Gie bobok aja yaa…”

Juna mengelus punggung Gie agar gadis itu nyaman, putrinya itu kini berada dipangkuannya.

“Daddy, kenapa Gie, mommy, daddy, oma, opa, dan aunty engga tinggal satu lumah aja? Kan bial rame, nanti Gie punya temen maen banyak.” tanya Gie dengan suara pelan sembari memainkan jambang daddynya.

“Gie mau kita tinggal bareng?” gadis kecil itu mengangguk dengan semangat, “coba minta ke mommy.”

Dru memutar matanya malas, ini hanyalah akal-akalan Juna untuk memojokkannya.

“Mommy kita tinggal baleng daddy, oma, opa, sama aunty yaaa?”

“Kan daddy kerja sayang, oma, opa, dan aunty juga tinggalnya di Jogja.”

“Gie pengen kayak Ica mom, di lumahnya lame-lame.” bibir kecil putrinya sudah mengerucut, sedangkan Dru merasa tertohok oleh keinginan putrinya itu.

Gie menelusupkan wajahnya di leher Juna, pria itu dapat mendengar isakan putrinya dengan jelas. Anak seusia Gie yang harusnya mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya secara utuh, harus menerima keadaan orang tuanya yang berantakan.

Juna menghela napas, korban dari perbuatan buruknya di masa lalu bukan hanya Dru dan Saras, akan tetapi juga putrinya. Pria itu tidak tega mendengar isakan Gie yang semakin keras. Gadis kecil itu jarang menangis, bahkan saat harus melepasnya pergi bekerja ataupun ke luar kota.

“Shhhtt, putri daddy jangan nangis. Besok kita tinggal bareng, Gie mau tinggal di mana? Bali atau di sini, di rumah nenek?”

“Benelan dad?” gadis kecil itu mengangkat kepalanya.

“Beneran dong, tapi Gie harus janji harus banyak makan sayu dan buah. Terus rajin belajar dan jangan lupa nurut kalo dibilangin mommy yaa.”

“Siap bos!” Gie memberi hormat dengan tangan kecilnya.

Dru menatap Juna terkejut, meskipun ia tidak tega melihat putrinya sedih akan tetapi bagaimana mereka bisa tinggal bersama tanpa adanya ikatan.

“Kita obrolin nanti.” Juna mengelus rambut Dru, pria itu tau bahwa membujuk Dru tidaklah mudah. Akan tetapi kali ini ia harus berusaha lebih keras, untuk putrinya. Untuk keluarga kecilnya.

***

“Wah cucu oma sudah besar, sini sayang!” Gie berlari dengan kaki kecilnya ke arah Amy, ia mendapat ciuman bertubi-tubi di seluruh wajahnya.

“Ayo masuk…” Hadiwijaya mengajak mereka memasuki rumah megah dengan gaya klasik “sini Gie opa gendong.” di bawanya Gie kegendongannya.

“Aduh duh duhh… tambah berat yaa cucu opa.”

“kan Gie makan banyak opa, bial cepet besal.”

“Ati ati yah, nanti encok.” Ujar Juna lalu memasuki rumahnya.

“Kurang ajar ya kamu itu!” Pekik Hadiwijaya.

 
















Thank u udah baca :)
Don't forget to vote and comment.

MINE (END)Where stories live. Discover now