2. I Want to Eat with You

2K 244 73
                                    

Suara dehaman keluar dari tenggorokan Gulf saat ia salah tingkah ditatap sedemikian rupa oleh laki-laki tampan yang merupakan seorang dosen di depannya itu. Mew terus memandanginya dengan intens sembari menopang dagu,

"Kenapa kau melihatku terus, Pak Dosen?" tanya Gulf dengan menekan dua kata terakhir, memanggil Mew. Menit sebelumnya mereka telah bertukar kartu nama. Tidak hanya pria itu yang tahu nama lengkapnya, Gulf juga mengetahui nama panjang dosen mata kuliah Ekonomi Internasional tersebut.

Mew Suppasit Jongcheevevat.

Begitu namanya dieja. Terdengar cocok dengan sosoknya yang tampan, gagah, dan pintar. Jangan salah, Gulf memujinya bukan karena ia menaruh perasaan suka. Tidak. Belum. Rangkaian pujian itu ia berikan sesuai dengan kenyataan.

Mew menyeringai sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Lucu sekali bagaimana ucapanku ternyata menjadi kenyataan. Bukan seminggu atau sebulan. Persis, tepat tiga hari sesuai tebakanku. Waahh para dewa sepertinya sedang berpihak padaku."

"Ini hanya kebetulan, jangan berlebihan." Mew mencebik sambil mengangkat bahu tak acuh. "Bagaimana jika masih ada banyak kebetulan lainnya yang menanti kita? Apa itu artinya kita ditakdirkan bersama?"

"Kalau begitu aku juga akan menantikannya," balas Gulf dengan disertai senyum dan kerlingan, menggoda pria di depannya. Gulf menjadi penasaran, apakah kebetulan lain akan menunggu mereka di lain waktu? Kebetulan seperti apa? Apakah kebetulan itu mengantarkan mereka pada takdir mereka?

Dalam hati Gulf tertawa kering, itu sungguh konyol. Ini bukan cerita seperti di film-film.

Detik selanjutnya panitia seminar mengetuk pintu ruangan mereka lalu menyuruh keduanya agar naik ke panggung karena acara akan segera dimulai. Seminar dengan tema ekspor dan impor ini tidak hanya dihadiri oleh Gulf dari sisi seorang pengusaha tapi juga dari ketua Asosiasi Perdagangan Thailand.

Sesaat sebelum keduanya menaiki anak tangga, Mew sedikit membulatkan mata sewaktu jemarinya dibelai oleh pemilik tangan pengusaha tampan di sampingnya, ia menoleh dan mendapati Gulf tersenyum jahil sambil berlalu menuju kursinya. Mew hanya terkikih sambil menggelengkan kepala.

Gulf sunggguh menguji kewarasannya.

...

...

"Baik kita persilakan dosen kita untuk berbicara lebih dahulu tentang gambaran kondisi perdagangan di Thailand saat ini terutama mengenai kinerja ekspor dan impor, Khru Mew kha? Silakan."

Mew meraih pengeras suara di depannya dan menggulung sedikit lengan kemejanya. "Kondisi perdagangan di Thailand saat ini telah memperlihatkan kinerja yang positif. Ekspor dan impor yang naik signifikan secara bulanan maupun tahunan di hampir seluruh kelompok barang menjadi indikasi ekonomi kita telah cukup agresif dengan memanfaatkan peluang pasar Internasional untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

"Diperkirakan ekspor Thailand bisa melanjutkan tren pertumbuhan selama produksi produk yang berorientasi ekspor terus digenjot. Hal ini tentunya semakin optimal jika diringi dengan agresivitas dalam penetrasi pasar dan pemberian fasilitas ekspor kepada pelaku usaha. Saya sangat yakin kinerja ini bisa dipertahankan karena permintaan di pasar internasional sangat baik pertumbuhannya dan kuat sejak kuartal keempat tahun lalu." [1]

Gulf terpana selama Mew terus berbicara mengenai segala hal tentang topik seminar kali ini, seolah memamerkan isi otaknya yang cemerlang, tidak heran ia menjadi seorang profesor muda.

Jelas hal tersebut sungguh mengkhawatirkan. Kenapa? Karena bagi Gulf, Mew adalah tipe pria yang membahayakan. Tampan, perawakannya sempurna, dan yang paling penting adalah otaknya yang seksi. Gulf selalu lemah dengan pria tampan dengan kecerdasan yang mumpuni seperti dosen muda di depannya ini. Buktinya, mulut Gulf terbuka lebar dengan debar jantung tak keruan. Kan? Mew bahaya bagi hatinya.

I Want You to the BoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang