1

454 40 16
                                    

Menikah muda itu pilihan, sedangkan menikah tua itu kasihan. Ah, bukan maksudku menghina mereka yang menikah di usia tua. Hanya saja, aku kasihan ketika mereka memiliki anak. Saat anak mereka memasuki usia remaja, mereka sudah tua bahkan tidak jarang sudah terlihat seperti kakek dan nenek.

Ini nyata. Meskipun begitu, menikah muda juga bukan sesuatu yang bisa dibanggakan. Perceraian banyak terjadi pada pasangan menikah muda. Banyak juga berita miring soal pernikahan muda yang tidak baik bagi keadaan jiwa si pengantin baru.

Namun, aku bersyukur karena hubungan pernikahanku dan Mas Jagat baik-baik saja. Kami juga romantis sepanjang hari. Mungkin karena pernikahan kami masih seumur jagung, makanya masih terasa manisnya. Nanti juga ketemu momen sepetnya, semoga saja kami bisa saling menahan ego dan emosi.

Mas Jagat tidak pernah sedikit pun bermain tangan. Selalu berkata lembut walau terkadang menyebalkan jika sudah bermain ponsel, semua yang ada di dekatnya terasa hilang hawa keberadaannya.

Seperti sekarang ini, dia nampak asyik bermain game. Aku tahu, itu adalah pekerjaannya, tapi mengabaikan aku yang sedang duduk di sampingnya kurasa agak keterlaluan.

Mas Jagat adalah seorang youtober game. Kadang kegiatannya itu membuatku kesal bukan main. Dia sering lupa makan dan malas keluar rumah.

"Mas, makan dulu. Nanti nasinya nangis kalau kamu kacangin."

"Emm." Begitulah jawaban yang selalu aku dapatkan setiap kali menyuruhnya makan.

"Mas Jagat."

"Raya, nanti aku makan sendiri. Sekarang lagi tanggung. Biarkan saja nasinya di sana. Nanti aku makan."

Aku mendengkus dan meninggalkan Mas Jagat sendirian di dalam ruang kerjanya.

"Nanti nasinya gentayangan kalau kamu enggak mau makan!" ketusku.

Aku sedikit menempelkan telingaku ke pintu untuk mendengar jawaban Mas Jagat. Namun, bukannya mendapat jawaban aku malah merasa seperti sedang  mengintip anak bujang.

Ya Tuhan, Mas Jagat benar-benar mengabaikanku.

Aku mengetuk pintu kamarnya lagi sampai tiga kali, tapi tidak juga mendapat jawaban. Akhirnya aku kembali masuk ke dalam ruangan itu dan menghampiri Mas Jagat.

"Kamu mau makan atau enggak, Mas?" tanyaku berusaha menahan emosi yang hampir meledak.

"Nanti, Sayang."
"Kapan?"
"Sebentar lagi, oke?"

Aku menghela napas. Beginilah Mas Jagat kalau sudah bermain game. Lupa waktu, lupa semuanya.

Aku pergi meninggalkan Mas Jagat ke dapur. Makanan yang sebelumnya aku bawa sudah kuambil lagi dan kubawa ke dapur. Semua makanan itu kupindahkan ke dalam lemari piring.

"Kalau begini aman, enggak bakalan ada kucing yang bisa ngambil makananku. Apa lagi sampai membawanya kabur ke luar rumah."

Di perumahan tempat tinggalku terlaku banyak kucing liar yang suka sembarangan masuk rumah. Aku tidak suka dengan kucing, kebalikan dari Mas Jagat yang sangat menyukainya. Kalau aku sampai mengusir kucing, dia tidak segan untuk mendiamiku sepanjang hari.

Aku bergegas ke kamar setelah semua makanan kupindahkan ke dalam lemari.

Hari mulai malam. Semua lampu di jalanan sudah menyala. Besok adalah hari Senin. Hari yang akan penuh dengan drama perkantoran. Hari di mana para pekerja 80% tidak akan menyukainya dan memilih untuk melipat gandakan hari Minggu.

"Heran, kenapa juga harus membenci hari senin. Padahal senin itu indah, akan banyak hal ajaib yang terjadi di hari itu."

Aku rasa manusia itu kurang bisa menikmati hidup. Makanya mereka banyak sekali mengeluh dan memilih untuk bermalas-malasan.

Aku merebahkan diri di atas kasur,hampir saja terlelap. Namun tiba-tiba saja ada suara ketukan pintu yang mengganggu pendengaranku.

"Raya!" Itu suara Mas Jagat. Dia mengguncangkan tubuhku beberapa kali.

"Raya, aku lapar. Aku mau makan, tapi makanannya hilang!" ujar Mas Jagat.

Aku hampir tertawa mendengarnya, tapi sebisa mungkin kutahan tanpa membuka kedua mata. Salah sendiri disuruh makan dari tadi tidak mau.

"Raya, bangun dong, Sayang. Kalau engga mau bangun, aku cium nih."

Aku reflek bangun dan menjauh dari Mas Jagat.

"Hiii, jauh-jauh dariku, Mas! Kamu bisa ngerusak mimpiku malam ini tahu!" gerutuku.

Mas Jagat tertawa, "Makanya kasih tahu aku, di mana makanannya."

Aku mendengkus dan mengatakan kalau semua makanan ada di dalam lemari. Mas Jagat langsung berlari keluar kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Mas Jagat! Bilang terima kasih, kek! Dasar engga tahu diri!" teriakku pada Mas Jagat yang entah sekarang sedang berada di mana.


Bersambung ....

Wife's AttackWhere stories live. Discover now