[25] Rencana untuk Deo

20 6 0
                                    

[25] Rencana untuk Deo

Di ruangan kamarnya, Kaptenal berbaring di atas kasur masih dengan seragamnya. Setelah jam sekolahnya selesai, ia langsung pulang untuk beristirahat. Besok ia masih harus bersekolah seperti biasa, lusa barulah ia akan pergi.

Ada perasaan tak rela dalam dirinya, begitu ia harus berpisah selama 3 hari dengan Gralexa. Entah kapan perasaannya pada Gralexa tumbuh, Kaptenal sendiri pun tidak tahu. Bukan kah, dulu ia selalu risih berdekatan dengan gadis itu? Ia juga selalu meminta Gralexa agar menjauh. Jika harus menjelaskan tentang perasaannya saat ini, mungkin Kaptenal bagai orang bisu. Ia tidak dapat menjelaskannya, karena semua itu terasa tiba-tiba.

"Poni, gue yang kasih lo panggilan itu."

"Coba aja, kita berdua gak di pertemuin lagi. Mungkin gue sama lo, aman-aman aja jalanin semuanya masing-masing."

"Atau gak, Fika gak hadir di antara gue sama lo. Mungkin, udah gue kenalin lo sama keluarga gue."

Kaptenal merubah posisinya menjadi duduk. Ia menggaruk kepalanya dengan kasar. "Ah, kenapa gue jadi gini sih!"

Pintu kamar yang di buka, mengalihkan perhatian Kaptenal. Ia melihat seseorang yang tengah berdiri di sana.

"Papah ngapain?" tanya Kaptenal, melihat Bisma berdiri di dekat pintu.

Bisma berjalan, menghampiri Kaptenal. Ia berdiri di hadapan anaknya, yang tengah menunggu jawaban dari dia. "Kamu, udah ketemu sama orang tua Gralexa?"

Posisi duduk Kaptenal, kini berganti. Ia berdiri, berhadapan dengan Bisma. "Papah tau dari mana?"

"Wisnu rekan kerja papah. Dia cerita, kalau kamu kemarin kerumah dia."

"Jadi, papah udah tahu? Terus mamah?"

"Mamah kamu gak tahu apa-apa, Nal."

Raut wajah Kaptenal berubah sendu. Bisma menyadari perubahan anaknya itu.

"Kamu suka sama Gralexa?"

"Papah juga tahu Gralexa? Om Wisnu juga ngasih tahu papah?"

Bisma mengangguk. "Gak usah khawatir soal mamah kamu. Kalau kamu emang sayang sama dia, ya kejar dong!"

Kaptenal menggeleng. "Tenal gak mau ngebantah mamah. Kalau mamah bilang jangan, berarti Tenal gak bisa ngelakuin itu."

"Mamah kamu, biar papah yang kasih pemahaman. Kalau kamu suka sama Gralexa, jangan pura-pura gak suka. Kamu itu laki-laki."

"Yang bilang Tenal perempuan, siapa?"

"Terserah kamu. Tapi inget, jangan mainin hati perempuan. Papah aja gak pernah. Kalau kamu begitu, berarti..." Mata Bisma menatap Kaptenal dengan serius. "Perlu ditanyakan, kamu anaknya siapa."

Mendengar perkataan Bisma, mata Kaptenal membulat karena terkejut. "Pah! Anaknya sendiri loh ini! Ya kali gak di akuin."

Bisma tertawa kecil. Kemudian ia berlalu pergi, keluar kamar anaknya. Kaptenal melemparkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia menghela napas panjang. Tangannya merogoh saku celana, dan mengeluarkan ponsel. Seperti mencari sesuatu, ia lalu menempelkan ponsel itu pada telinganya.

"Bon? Nanti malem ke rumah gue!"

"Gak usah banyak nanya. Pokonya dateng!"

Ia lalu mematikan panggilannya. Dan menyimpan ponsel itu di sembarang tempat. Merasa mengantuk, Kaptenal menutup matanya untuk tertidur.

***

Ketika hari sudah malam, Ibon datang ke rumah Kaptenal atas permintaan temannya itu. Saat ini, ia sedang menunggu Kaptenal di ruang tengah. Karena merasa bosan, Ibon memakan cemilan yang disediakan. Sesekali mata Ibon melirik arah tangga, menunggu Kaptenal turun. Dan akhirnya Ibon dapat melihat Kaptenal menuruni tangga itu, dengan pakaian yang cukup rapih.

Kaptenal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang